9. Mufakat

Jessa menutup bibir Zeke yang terus berusaha menyosor ke bibirnya. Satu telapak tangan Jessa tidak cukup untuk menghentikan gerakan kepala Zeke yang memang kuat, emangnya kalo olahraga dia ngelatih otot leher? Jessa jadi heran sendiri dengan kekuatan pria itu.

"Udaaah, Pak Zeke Mason Tatum!" gerutu Jessa.

Zeke menarik napas panjang dan akhirnya mengarahkan bibirnya menciumi bahu telanjang Jessa. "Kenapa, sih? Kamu kayaknya lemes banget? Biasanya juga nggak akan cukup kalo cuma dua kali."

"Itu, kan, biasanya. Kamu nggak tahu, sih, aku habis dirawat di rumah sakit tiga hari."

Zeke langsung mengangkat wajahnya dari ceruk leher Jessa. Kepanikan terlihat jelas di wajah pria itu, dan lagi-lagi Jessa merasa kesal karena pria itu terlalu peduli untuk ukuran profesionalisme di ranjang.

"Kenapa?? Kamu sakit apa??"

Nggak sakit, tapi hamil anakmu.

"Gara-gara habis dipecat, sih. Pas banget pokoknya, habis dipecat aku pingsan. Stres kali, ya. Pokoknya intinya fisikku lagi nggak sepenuhnya fit."

Wajah Zeke berganti muram ketika Jessa menggunakan alasan yang tidak sepenuhnya benar. Memang kondisi pikirannya langsung mengacau dengan pemecatan yang tiba-tiba Zeke lakukan di kelab melalui ucapannya. Namun, kondisi fisiknya yang lemah dipengaruhi oleh kehamilannya yang masih begitu muda. Jessa yang berusaha untuk menghindari hubungan intim yang terlalu berlebihan juga salah satu upaya untuk bisa menjaga kandungannya.

"Saya minta maaf untuk hal itu. Nggak seharusnya saya bersikap impulsif memecat kamu hanya karena ..."

Zeke tidak langsung mengatakan lanjutan kalimatnya, membuat Jessa tak sabar.

"Hanya karena apa? Karena aku minum sama Zaland?" tebak Jessa.

Zeke tidak menjawab dengan pasti, pria itu malah menghela napasnya dan berkata, "Zal itu pemain wanita."

"Terus? Apa hubungannya sama minum sama Zaland dan dia pemain wanita? Apa menurut kamu Zaland menargetkan aku jadi sasarannya untuk dipermainkan?"

"Zal suka dengan perempuan yang cantik. Dia juga nggak berniat serius sama kamu, Jessa. Apalagi motivasinya adalah bersaing dengan saya untuk mendapatkan kamu. Kamu itu bukan barang, siapa pun bisa menjadi pendamping kamu."

"Kalo gitu, nggak ada bedanya Zaland dengan kamu, kan? Aku juga digunakan untuk memuaskan gairah kamu di sini. Aku nggak sedang diseriusi di sini, dan kenapa cuma kamu yang boleh ngelakuin itu? Aku juga berhak main-main sama Zaland kalo memang aku bisa dengan siapa aja dan jadi pendamping siapa aja. Kenapa harus ada kata-kata merendahkan yang kamu gunakan dengan bilang aku wanita muda nggak tahu diri? Letak nggak tahu dirinya dimana, ya, Pak Zeke yang terhormat?"

Jessa tidak ingin pembahasan ini menguap begitu saja. Dia ingin semuanya jelas. Biar saja Zeke tidak nyaman karena Jessa membombardir pertanyaan yang pada dasarnya adalah pelampiasan rasa tak terima Jessa sejak kejadian di kelab malam itu.

"Oh, bukan cuma itu. Kenapa kamu harus menegaskan bahwa pendapat mantan istri kamu itu benar soal aku? Secara nggak langsung kamu membenarkan pendapat mantan istri kamu, soal aku yang perempuan nggak tahu diri? Dia bilang begitu kapan sama kamu? Kenapa nggak langsung bilang depan aku? Terakhir kali aku ngomong sama mantan istri kamu itu di kantin dia bersikap baik, loh. Tahu-tahu kamu mewakilkan ucapannya soal aku yang nggak tahu diri, berarti dia ada waktu untuk menghina aku di belakang, ya? Dia lagi usaha untuk membuka mata kamu kalo aku ini nggak seharusnya kamu pelihara?"

"Laila nggak tahu soal kita yang seperti ini. Dia nggak mungkin punya anggapan kamu peliharaanku atau apa pun."

Jessa muak dengan pembelaan yang dilakukan Zeke untuk mantan istrinya itu. Karena ini momen terakhir kali mereka bersama, Jessa tidak akan menutupi lagi rasa kesalnya.

"Asal kamu tahu, ya. Nggak ada perempuan yang nggak paham dengan sesamanya. Kami saling paham, tapi kami nggak suka menutupi kesalahan satu sama lain. Perempuan itu makhluk yang saling memahami, tapi ironisnya juga saling membuka aib satu sama lain. Seolah kami diciptakan untuk bersaing untuk satu laki-laki yang sebenarnya bisa aja nggak berguna. Jadi, jangan pernah bersikap sok naif mengenai mantan istri kamu yang nggak bisa membaca gerak gerik kita berdua."

Zeke tidak bisa memotong ucapan Jessa karena perempuan itu sedang menggebu-gebu berucap.

"Dari pertanyaan mantan istri kamu waktu ketemu di kantin, dia udah naruh curiga. Kenapa aku yang cuma sekretaris bisa nemenin kamu ke rumah sakit di jam segitu. Terus dia juga yang berinisiatif nyuruh aku istirahat aja, itu tandanya dia nggak suka aku nemenin kamu di rumah sakit anaknya. Terus, kamu juga dipengaruhi untuk mengusir aku dari hidupmu, sampai-sampai bisa memecat aku seolah kita baru tahu dua tiga tahun aja. Padahal kalo kamu keberatan meneruskan hubungan di ranjang, nggak perlu sampai mecat, karena kamu tahu kualitasku sebagai sekretaris tanpa tugas monogami sialan begini!"

Zeke berusaha untuk menenangkan Jessa yang kini wajahnya sudah memerah akibat mengeluarkan emosinya. Sebentar lagi juga perempuan itu akan menangis karena begitu terbawa emosi.

"Jessa, tenang dulu. Oke, saya salah. Saya yang salah. Kamu nggak perlu menyalahkan orang lain. Ini sepenuhnya salah saya."

Jessa mendengkus, dia menjauhkan diri dari Zeke karena tahu bahwa sampai kapan pun pria itu tidak akan berhenti membela mantan istrinya. Hati Zeke masih begitu kuat untuk Laila. Padahal Zeke sudah dikhianati oleh perempuan itu. Masih saja tak suka jika mantan istrinya dibuka kelakuan buruknya.

"Oke, maaf, Pak. Saya nggak seharusnya terbawa emosi terlalu jauh begini. Kan, saya bukan siapa-siapa juga dalam hidup Bapak. Jadi lebih baik saya pulang sekarang. Eh, tapi saya izin beresin barang-barang saya yang di sini dan kantor besok pagi."

Zeke langsung beringsut duduk. Keningnya berkerut karena tidak sependapat dengan Jessa.

"Kenapa beresin barang? Saya pikir kita mufakat bahwa kamu bisa kembali bekerja."

"Mufakat? Dari tadi kita nggak ada negosiasi, Pak. Saya juga nggak mengiyakan apa pun. Email Bapak saja saya nggak balas, sudah jelas saya nggak bersedia bekerja lagi, Pak."

Seks boleh saja sudah dilakukan, tapi mereka tidak mencapai kata mufakat. Jessa hanya menggunakan satu-satunya kesempatan untuk bisa benar-benar melupakan Zeke setelah ini.

"Yang dari tadi kita lakukan itu—"

"Pak, itu salam perpisahan. Ini kali terakhir kita akan melakukannya. Saya juga nggak akan melanjutkan pekerjaan sebagai sekretaris Bapak di kantor lagi."

"Kenapa? Kamu sendiri yang bilang, kamu sampai sakit karena saya pecat. Kamu pasti kepikiran soal mama kamu juga, kan? Kamu masih butuh banyak biaya, Jessa. Saya akan naikkan gaji kamu kalau memang itu bisa mengembalikan kamu untuk bekerja."

Jessa menarik celana dalamnya dan menggeleng santai. "Saya banyak berpikir, merenung, selama saya di rumah sakit, Pak. Mungkin memang lebih baik nggak bekerja dengan Bapak lagi. Mantan istri Bapak nggak senang dengan kinerja saya yang terlalu berlebihan untuk ukuran sekretaris. Kesannya saya ini menggantikan tugas mantan istri Bapak sebagai istri Bapak."

Jessa tertawa pelan ketika mengambil gaunnya di lantai dan berusaha memakainya kembali dengan perlahan, tak mau gaun tersebut rusak hanya karena buru-buru pergi.

"Padahal belum jadi istri, loh, Pak. Tapi saya udah diteror mantan istri Bapak dengan cara saya direndahkan di depan Bapak. Gimana kalo saya nekat jadi istri Bapak beneran?"

Zeke tampak memejamkan mata. Jessa tidak peduli jika pria itu pusing, sebab Jessa sebenarnya juga tak kalah pusingnya. Menyembunyikan kandungannya saja sudah menyesakkan, jika dia bertahan di sisi Zeke, dia bisa benar-benar tertekan.

"Jessa, kamu hanya sedang marah. Saya tahu itu. Kamu bisa memikirkannya lagi, saya bisa bernegosiasi lagi untuk membuat kamu kembali bekerja. Apa yang kamu mau? Katakan saja."

Jessa tidak membalas. Dia sibuk merapikan penampilannya yang sudah diacak-acak oleh Zeke.

"Jessa," panggil Zeke.

Dan selama dipanggil namanya, Jessa tidak menyahuti. Dia sibuk mencari tas yang pernah ditinggalkan di penthouse tersebut. Mengemasi beberapa barang-barangnya tanpa peduli pada Zeke yang buru-buru turun dari ranjang dengan panik.

"Jessa, kamu bisa mengambilnya besok. Kamu bilang kamu akan mengambil barang besok pagi, kan?"

Tidak Jessa sangka bahwa Zeke adalah pria yang bisa banyak akalnya juga. Jessa tahu, kok, perintah untuk mengemasi barang besok untuk mengulur waktu. Zeke pikir mungkin dengan mengulur waktu, pikiran Jessa akan berubah karena dikira hanya butuh ketenangan. Padahal bukan hanya itu.

"Yang saya kemasi besok pagi itu barang saya yang ada di kantor, Pak. Malam ini saya mau barang saya di sini udah bersih. Jadi saya nggak ada tanggungan apa-apa. Jadi kalo sewaktu-waktu calon istri Bapak yang baru datang, mereka nggak perlu cemburu soal barang perempuan. Saya yakin Bapak juga pasti risih karena barang saya terlalu mendominasi selayaknya pasangan di sini."

"Apa yang kamu katakan? Nggak ada perempuan lain yang datang ke sini, saya beli penthouse ini untuk kamu. Saya ingin memudahkan kamu, memfasilitasi kamu—"

"Terima kasih untuk segalanya, Pak. Tapi mulai malam ini Bapak nggak perlu memudahkan apa-apa lagi, nggak perlu memberikan saya fasilitas apa pun lagi. Saya akan menjalani kehidupan yang baru. Selamat malam, Pak. Jaga diri Anda baik-baik."

Jessa merapatkan tas berisi barang-barangnya dan membuang sisanya ke tempat sampah—seperti sikat gigi, pembalut, dan barang-barang semacam itu—di depan mata Zeke. Tidak dihiraukan wajah terkejut pria itu, dan Jessa dengan cepat berjalan menuju pintu.

"Saya antar pulang!" seru Zeke.

"Pak, nggak perlu—"

"Ini terakhir kali, dan untuk pertama kalinya saya antar kamu bukan Pono. Ini terakhir kalinya, jadi kasih saya kesempatan untuk nggak berkesan buruk diingatan kamu."

Kamu udah buruk semenjak bilang aku yang bakalan rugi kalo hamil anakmu. 

[Yuhuuu. Siapa yang belum tahu kalo cerita Jessa udah tamat di Karyakarsa? Udah tersedia harga paket pula bagi yang mager beli satu-satu. Udah follow Instagram freelancerauthor belum? Baca AU VERSION di sana. Terus juga, udah ikutin cerita adik bungsunya Pak Zeke? Belom? Yuk, ah, ikutin semua kisah nagihnya. Kisah adik bungsunya Pak Zeke judulnya BADAI BERCINTA, ya. Udah ada AU VERSION juga di Instagram freelancerauthor buat preview bagi yang kepo gimana cerita novel akan dibawa. Jangan lupa ikutan pre order Merayu Hati yang Setia, ya. Langsung order ke Ig karospublisher.]

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top