4. Mantanmu

Jessa menunggu pria yang mengatakan akan menjemputnya sendiri itu. Mama Jessa sudah pulang dan ini adalah hari dimana Jessa libur kantor, tapi memiliki tugas untuk terus bersama Zeke.

"Mana, nih, orang? Katanya mau jemput, tapi hidungnya belum keliatan juga."

Sejujurnya Jessa bukan tipe orang yang mudah untuk mengeluh. Jika dia kerjanya lebih banyak mengeluh, tidak akan dirinya sampai di titik ini. Titik dimana dirinya bisa mendapatkan gaji yang stabil sebagai pegawai, juga mendapatkan kepuasan dengan dalih pekerjaan bersama atasannya. Hidup ini indah, jika kita yang menjalaninya juga ikhlas dan banyak bersyukur.

Gila, ya. Orang banyak dosanya kayak gue bisa mikir harus banyak bersyukur di hidup ini.

Sayangnya, tidak semua hal bisa membuat Jessa bersyukur, sih. Satu hal yang paling tidak menyenangkan dan tidak Jessa syukuri adalah hal yang sebentar lagi akan dirinya dengar begitu dia membuka pintu mobil dan duduk di kursi penumpang samping kemudi. Dimana Zeke sendirilah yang mengemudikan mobilnya.

"Tumben bawa mobil sendiri?" tanya Jessa.

"Iya. Dari kemarin saya bawa mobil sendiri. Laila perlu bantuan, anaknya sakit. Barengan waktu Mama kamu masuk rumah sakit juga. Jadi saya bolak balik nggak pakai Pono."

Oh, jadi itu yang bikin dia sibuk sampe jemputnya telat? Jadi ini soal mantanmu, ya, Pak?

"Nggak lama nungguinnya, kan?" tanya Zeke.

"Hm. Nggak."

Jessa harus mengatakan apa? "Lama banget! Kalo aku nggak sabaran, aku udah pake taksi atau tukang ojek yang bisa aku berhentiin langsung aja di jalan! Sangking lamanya sampe nih betis rasanya mau meletus karena nunggu sambil berdiri di pinggir jalan. Eh, nggak taunya kamu enak-enakan sama mantanmu!" Apa begitu yang harus Jessa katakan pada atasannya tersebut. Hm, rasanya tidak akan masuk akal memarahi atasannya meski sudah bertahun-tahun bekerja sama. Apalagi selama tiga tahun ini tidak ada yang bisa mereka tutupi, bahkan bentuk tubuh mereka yang seringkali dibuka satu sama lain.

Ah, sudahlah. Jessa sudah terbiasa dengan pembahasan mantan istri Zeke. Tugasnya memang untuk membuat pria itu nyaman pasca perceraiannya. Sekaligus memastikan ranjang Zeke hangat dan mereka bisa mendapatkan kepuasan berdua. Kalau apa-apa serba baper, bisa gila Jessa lama-lama menghadapi Zeke yang masih memusatkan perhatian pada mantan istrinya.

"Kita cari makan dulu sebelum ke penthouse, ya, Pak."

"Oke."

Beginilah yang Jessa sukai dari atasannya. Pria yang tidak rumit jika menyangkut persoalan makanan. Jessa tidak pernah ditanya mau makan apa, karena Zeke terlalu hafal tingkah wanita yang akan menjawab terserah dan ujungnya malah banyak perdebat. Zeke juga selalu ingat bahwa seringnya, Jessa menyukai makanan yang berkuah. Jessa tidak suka makanan yang tidak ada kuahnya. Yang paling penting, Jessa memang suka makan dengan sayur sop atau bayam, atau jenis sayur yang ada kuahnya. Dengan modal teori tersebut, Zeke tidak akan kesulitan menemukan tempat makan yang diinginkan Jessa.

Mereka turun di warung soto yang cukup terkenal. Sudah beberapa kali menjadi langganan, karena Jessa memanng suka dengan cita rasanya.

"Bapak mau pesan apa?" tanya Jessa begitu mereka duduk di kursi dan saling berhadapan.

"Saya nggak makan."

Jessa mengerutkan keningnya dan tidak menyembunyikan nada heran untuk bertanya. "Kenapa nggak makan? Lagi diet? Emang ada acara apa? Biasanya Bapak kalo nggak lagi sibuk fitting baju khusus, nggak bakalan diet."

"Saya tadi udah makan siang sama Laila."

BOOOM DUAAARR!

Begitulah kira-kira sound effect yang menaungi kondisi perasaan Jessa saat ini. Dia sudah tersanjung dengan kemampuan Zeke yang tidak perlu banyak bertanya mengenai makanan apa yang diinginkan Jessa, tapi ternyata pria itu melakukannya karena sudah makan dan tidak menginginkan apa pun hingga membawa ke rumah makan kesukaan Jessa.

"Ohh."

Sekali lagi, memangnya apa yang harus Jessa katakan? Dia sendiri tidak tahu harus berkomentar apa selain ohh. Ingin sekali Jessa mengatakan bahwa apa yang pria itu lakukan sangatlah jahat. Namun, siapa Jessa dalam hidup pria itu? Dibilang penting, juga tidak. Jika Zeke tidak nyaman dengan kelakuan Jessa, pria itu bisa mendepaknya kapan saja. Benar apa yang diucapkan Zeke malam itu, yang rugi adalah Jessa sendiri jika dia hamil.

Maka Jessa telan segala keluhannya yang berdasarkan rasa cemburu itu. Dia memilih untuk menyuapkan makanan ke mulut dengan lahap. Lebih baik dia mengenyangkan perut supaya bisa berpikir lebih jernih dan tidak memperbesar masalah yang harusnya tidak ada.

"Apa seenak itu?"

Jessa menghentikan suapannya sejenak dan mengangkat pandangan untuk Zeke. "Apanya, Pak?"

"Sotonya. Kamu keliatan enak sekali menyantap makananmu."

"Ya, karena memang enak."

Jessa tidak mengerti kenapa Zeke akhirnya mengambil sendok yang perempuan itu gunakan dan akhirnya menyeruput kuah soto dan nasi. Jessa membiarkan karena mengira satu suapan saja sudah cukup, tapi sayangnya itu salah. Zeke hampir menghabiskan milik Jessa dan perempuan itu langsung memesan lagi menu yang lain untuk mengganti miliknya yang sudah diterkam oleh Zeke.

Ada-ada saja kelakuan pria yang banyak uangnya ini.

***

Jessa tahu tugasnya adalah melayani hasrat biologis Zeke. Dia senang melakukannya, karena pria itu tidak pernah melakukannya dengan sembarangan. Selalu ada consent yang Zeke bangun, dan tidak memikirkan diri sendiri apa pun alasannya.

Untuk kali ini, Jessa memberikan reward karena pria itu bisa menahan hasratnya untuk beberapa hari. Jessa yang menunggui mamanya memang membuat tugasnya untuk melayani Zeke terhambat, tapi pria itu tidak memprotes. Justru yang dilakukan Zeke adalah mengirimkan pesan pada Jessa menanyakan kabar mama Jessa setiap harinya. Untuk itulah Jessa mencium pria itu lebbih dulu begitu pintu kamar mewah Zeke tertutup. Memang tidak akan ada orang yang masuk ke sana, tapi membiarkan pintu kamar terbuka sama sekali bukan gaya mereka untuk melakukan permainan yang intimate.

"I miss you."

Jessa agak terkejut dengan pengakuan yang Zeke berikan itu. Dia tidak mengira bahwa pria yang seringnya mengharapkan inisiatif Jessa malah mengungkapkan rasa rindunya. Meski rasa rindu tersebut adalah bagian dari rasa rindu karena gairahnya tidak tersalurkan untuk beberapa waktu, tapi Jessa menganggapnya sebagai rasa rindu atas perasaan berbeda dari Zeke.

"I know, Z. I know."

Mereka terhanyut dalam suasana yang begitu luar biasa basahnya. Keringat yang bercampur karena mereka habis berada di luar ruangan tidak menghalangi keduanya untuk melucuti pakaian dan bersiap untuk menemukan ritme bercinta.

Jessa mengeratkan tangannya di pundak Zeke, mencium bibir pria itu yang tangannya sibuk untuk melepas pakaian si perempuan. Jessa merasakan punggungnya sudah tidak terbalut apa pun hingga seprai yang halus mengenai tubuhnya itu. Kaki Jessa diposisikan dengan baik, hingga pinggul Zeke mendapatkan ruang yang semestinya. Baju Zeke memang dilepas, tapi tidak dengan celana pria itu. Zeke menggunakan celana bahannya dan hanya menurunkannya sedikit ketika memasukkan diri ke dalam tubuh Jessa.

Lenguhan keduanya menguar dan tidak ada yang bisa mengacaukan kegiatan mereka ini. Jessa menerima seluruh dorongan Zeke. Hari ini pria itu tidak menggunakan pengaman, dan itu artinya, Zeke harus mengetahui dengan pasti kapan dirinya harus mencabut keluar agar tidak ada kemungkinan Jessa hamil. Meski Jessa mengonsumsi pil, tapi berjaga-jaga adalah hal yang harus mereka lakukan.

"Hmmm, J. You're so tight."

Jessa tersenyum meski tubuhnya dipompa dengan brutal. Lebih keras, lebih cepat, dan lebih kencang buah dadanya bergerak sebagai bukti bahwa Zeke mampu memorak porandakan tubuh Jessa. Disaat seperti ini, Jessa terlihat sangat nakal dari sudut pandang Zeke.

Jessa sedang menikmati apa yang dirinya bisa dapatkan dari Zeke. Namun, ponsel pria itu yang bergetar di nakas membuat konsentrasi Zeke memudar. Jessa masih merasakan pria itu bergerak, bahkan sembari mengambil ponselnya dan melihat siapa nama peneleponnya.

"Shit."

Jessa tidak tahu apa yang membuat pria itu memaki ditengah percintaan mereka. Namun, yang pasti, Zeke menjadi buru-buru untuk menyelesaikan gerakannya dan membuat Jessa tidak sepenuhnya nyaman.

"Agh! Agh, J! I'm coming!"

Erangan keras pria itu membuat Jessa senang, tapi juga tidak senang. Sebab Jessa belum mendapatkan pelepasannya seperti biasa. Apalagi pria itu ceroboh tidak mengeluarkan kejantanannya mengakibatkan mood Jessa kacau.

"Kamu nggak cabut?"

Zeke tidak mendengarkannya. Pria itu malah sibuk meraih ponselnya dan menjawab panggilan telepon yang sekilas bisa Jessa baca nama penggunanya. Mantanmu lagi?

Jessa memperhatikan pria itu yang bicara dengan serius dengan Laila di telepon. Menunggu apa yang akan dilakukan Zeke berikutnya.

"Saya harus ke rumah sakit," ucap Zeke yang buru-buru menggunakan kemejanya.

"Ngapain? Kamu bukannya tadi habis ketemu Laila sebelum jemput aku?"

"Iya. Dia butuh bantuan, anaknya butuh donor darah."

"Darah kamu? Tapi itu bukan anak kamu."

Zeke menggeleng singkat dan masih fokus memakai pakaiannya kembali.

"Memang bukan anakku, bukan darahku juga. Tapi aku akan menggunakan koneksi untuk membantunya mendapatkan donor darah dengan cepat."

Jessa yang melihat semua itu memang hampir tidak percaya. Apa yang gue lakuin sekarang? Gue pelacurnya? Jessa masih telanjang, dan pria yang menidurinya malah terlihat sangat panik dengan kondisi anak mantan istrinya.

"Aku ikut!" seru Jessa.

Zeke terdiam sejenak entah memikirkan apa. Namun, pria itu tidak mengambil pilihan untuk menolak keinginan Jessa.

"Oke. Kamu cepetan siap-siap kalo mau ikut."

Jessa hanya ingin tahu, seperti apa interaksi Zeke dan mantan istrinya. Jessa tidak sedang mencari penyakit untuk melukai hatinya sendiri, kok. Dia hanya ... hanya penasaran. Meski efeknya pasti bisa dipastikan tidak sebaik yang Jessa perkirakan. Semoga saja Jessa masih bisa mempertahankan kewarasan jika apa yang dilihatnya benar-benar tidak mengenakkan hati. 

[Yuhuuu. Aku lupa kabarin kemarin, kalo part 4 AU VERSION udah nangkring di Instagram freelancerauthor dan bisa dibaca gratis. Untuk versi novelnya baca langsung di Karyakarsa kataromchick, ya. Happy reading. Spoiler AU VERSION ada di bawah yes.]

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top