8. Doa Keburukan

Rudi mengerutkan keningnya saat Ayu dan Wisnu saling diam saat menyantap  sarapan mereka. Rudi menatap Wisnu dengan berbagai macam pertanyaan di matanya namun Wisnu hanya menggeleng dan mengangkat kedua bahunya.

"Mbak Ayu tumben jadi pendiam, lagi sariawan ya, Mbak?" tanya Rudi pada kakak sepupunya itu.

"Enggak ... lagi males ngomong aja sih ...," sahut Ayu.

"Mama, Zara mau telur lagi, sama kecap juga, Ma," pinta Zara pada Ayu.

"Ini, Sayang ...." Kata Ayu pada putrinya saat meletakan telur dan kecap di piring Zara yang masih penuh dengan nasi goreng.

"Sayang, tolong ambilin telur lagi dong." Pinta Wisnu menatap Ayu penuh harap.

"Ambil sendiri kan bisa, ngelesin istri aja bisa kok ngambil telur aja susah amat," kalimat pedas keluar dari mulut manis Ayu.

Rudi tersenyum mendengar kalimat pedas yang terlontar dari Ayu, namun melihat wajah Wisnu yang menatapnya garang membuat senyumnya lenyap seketika. Sedangkan Zara mengedipkan matanya menatap aneh kearah ketiga orang dewasa yang ada di depannya.

"Udah ah, aku mau berangkat kerja. Ayo Rud, antar mbak ke kantor," kata Ayu tak terbantahkan.
Ayu kemudian berdiri dan mengambil tasnya.

"Sayang, Zara ke sekolah di antar sama Papa ya ... mama sudah terlambat soalnya," kata Ayu yang mencoba memberi pengertian kepada putrinya.

Zara mengangguk mengiyakan perkataan dari mamanya.

"Sekalian aja aku antar kamu, Mah," sela Wisnu cepat.

"Aku sudah terlambat, dan lihat itu Zara belum selesai makan," kata Ayu penuh penekanan pada suaminya.

Sedangkan Rudi hanya bisa melongo melihat drama rumah tangga di pagi hari tanpa berani berbuat apa-apa.

"Ayo, Rud!" ajak Ayu sambil melengggang meninggalkan rumah.

***

Izza berjalan gontai memasuki area kantor, hatinya masih kacau saat ini. Luka hatinya atas cintanya yang kandas sebelum mulai bermekaran. Rasanya ia enggan berangkat ke kantor namun demi tugas dan kewajibannya ia harus rela mengenyampingkan luka hatinya.

"Izza!" teriak Ayu saat melihat Izza yang akan memasuki kantor.

Izza berhenti saat mendengar ada suara yang memanggilnya, dahinya berkerut,  "Bu Ayu?" sapa Izza ramah dan sopan.

"Sini saya ada oleh-oleh buat kamu." Kata Ayu girang sambil menyerahkan tas berukuran sedang ke arah Izza.

"Terima kasih Buk, saya nggak enak jadi merepotkan," sahut Izza.

"Alaahh kamu ini, Za," sahut Ayu.

"Izza ...," sapa Rudi.

Izza terpaku mendengar suara seseorang yang saat ini tengah ia hindari mati-matian.

Izza tersenyum kaku, "Mas Rudi ...." Sahut Izza.

"Eh iya, kamu belum ngucapin selamat sama Rudi lho," celetuk Ayu.

Izza tersenyum getir, "selamat atas pertunangannya ya, Mas," ucap Izza pada Rudi.

"Iya, terima kasih, Za," sahut Rudi.

'Semoga kalian tidak jadi menikah, semoga aku lah yang menjadi jodohmu, Mas' sambung Izza dalam hati.

"Izza ... Izza ... kamu bengong? kamu kenapa sih?" seru Ayu.

"Astaghfirullahaladzim ...." Kata Izza sambil mengelus dadanya.

'Astaghfirullahaladzim ... kenapa saya jadi sejahat ini mendoakan keburukan atas hubungan orang lain. Ya Allah ampuni hamba,' seru Izza dalam hati.

"Kalau begitu saya pamit ya, saya juga harus ke kantor," kata Rudi.

"Iya, Mas."

"Kamu hati-hati ya Rud, oh iya jangan main lirik-lirik cewek lho. Ingat kamu sudah punya tunangan dan akan segera menikah," seru Ayu.

Rudi tersenyum, "Iya mbak ... aku tahu kok." Rudi lalu memasuki mobilnya dan menjalankannya meninggalkan area kantor Ayu.

"Ckckck anak itu ...." Gumam Ayu setelah kepergian Rudi.

"Ayo masuk," ajak Ayu pada Izza.

***

Rudi dengan langkah mantap dan senyum cerianya memasuki kantor, cukup banyak karyawan lain yang menyapa Rudi karena ini bukan kali pertama ia menginjakan kakinya di kantor yang ada di Jakarta.

"Woi Pak Bos, selamat ya atas pertunangannya," sapa Rey salah seorang temannya.

Rey menjabat tangan Rudi, sedangkan Rudi tersenyum senang atas sambutan dari Rey. 

"Iya nih, kita nggak masuk dalam daftar undangannya bro ... padahal kan lumayan kalau-kalau kita ikut ke sana, barang kali bisa dapet kenalan cewek cantik," celetuk Arya yang ikut menimpali.

"Maaf deh nggak ngundang kalian, lagian kan kalian belum tentu juga ada waktu buat ke Semarang," sahut Rudi

"Halahhh ... kalau gitu kamu wajib traktir kita makan siang sebagai syukuran pindah kantor di sini sekalian syukuran pertunangan kamu, iya nggak Rey?" imbuh Arya yang lalu meminta dukungan dari Rey. Rey pun mengangguk sebagai tanda mengiyakan ucapan Arya.

"Hahaa iya deh, sekarang sana kembali kerja," sahut Rudi.

"Iya deh yang sudah nggak sabar nempati ruangan baru," celetuk Rey.

"Hahaa ... bisa aja kalian," sahut Rudi kembali.

"Ayo Rey kita pergi, biar dia bisa mulai berfikir kira-kira restoran mana yang cocok buat tempat kita makan siang nanti." Imbuh Arya sambil menggiring Rey pergi meninggalkan Rudi yang tengah geleng-geleng kepala atas sikap kedua temannya itu.

***

Izza menatap tak selera kearah makanannya yang hanya ia aduk-aduk dari tadi.

"Za, kasian tuh makananmu, udah pesennya gado-gado eh nggak langsung dimakan malah di aduk-aduk terus dari tadi. Pusing tau!!" seru Mita yang sebal melihat ke arah Izza yang membuat selera makannya hilang seketika.

Izza menatap malas ke arah Mita, "hhhh nggak selera makan aku, Mit." Sahut Izza lesu.

"Kenapa?" tanya Mita.

"Patah hati aku Mit," sahut Izza sendu.

"Apa?! beneran kamu patah hati?" seru Mita.

Izza menatap Mita malas.

"Hhaahaa akhirnya ... ternyata kamu bisa juga ya jatuh cinta, aku kira kamu nggak suka sama laki-laki tahu nggak?!" celetuk Mita dengan begitu hebohnya.

Izza melotot mendengar  celetukan tak berdasar yang keluar dari bibir temannya itu.

Izza meletakan kepalanya di atas meja sambil meraung seperti anak kecil.

"Hahaha eh kok malah jadi mewek kayak bocah TK gini sih kamu, Za?!" seru Mita.

"Habisnya kamu keterlaluan banget  jadi orang tau nggak," sahut Izza.

"Haha iya deh, maaf ... udah ah jangan kayak gini malu dilihatin orang tahu nggak sih. Mending kita balik ke kantor aja deh aku juga udah nggak selera makan gara-gara kamu," kata Mita.

Izza mengangkat kepalanya lalu menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi menatap Mita enggan.

"Boleh nggak sih aku berdoa buat dia?" gumam Izza yang masih bisa di tangkap oleh indra pendengaran Mita.

"Boleh aja, itu namanya kamu sudah belajar iklas," sahut Mita

"Hhhh,"  Izza menghela nafasnya.

"Bukan doa kebaikan yang aku panjatkan, melainkan doa keburukan agar pernikahannya gagal, agar mereka tak berjodoh. Dan aku lah yang menjadi jodohnya." 

"Sssttttt gila kamu, Za. Doanya segitunya banget sih, kamu beneran cinta sama tuh cowok?!" tanya Mita penasaran.

Izza mengangguk lemah, "ini yang pertama buat aku Mit."

"Memangnya siapa sih dia?" tanya Mita kembali.

Izza menggeleng lemah.

"Tapi boleh juga sih doa kamu, ternyata kamu sadis ya," sahut Mita sambil bergidik ngeri ke arah Izza.

"Ayo kita kembali ke kantor, jam makan siang sudah hampir habis." Mita menggeret paksa tangan Izza agar mau ikut dengannya.

***

 ........bersambung........

Semarang, 24 Juli 2019

Salam

Silvia Dhaka

Repost 01-03-2021

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top