Dua puluh Tujuh

Assalamualaikum
Selamat malam
Halo semuanya.
Mohon maaf lahir batin ya 😇

Mulai hari ini mulai posting lagi, setelah libur lebaran di pakai buat kumpul keluarga.

Aku mulai nulis dan bangun feel yang udah gak tau kemana 😄😄
Part ini agak berbahaya ya sayang-sayangku.
Kenapa?
Karena dapat menimbulkan muntaber, diare, dehidrasi berat, atau mungkin malah konstipasi berkepanjangan.

Kalau agak aneh, atau banyak kurangnya, maafin ya,tp jangan nunggu lebaran tahun depan. Kelamaan.

Udah ah.
Lets go.
Happy reading.

😘

*****

"Aaaaaaaa."

Jeritan nyaring membuat Irsyad semakin terkejut. Salma, salah satu karyawan kantor berdiri dengan mata terbelalak di depan pintu dan kedua tangan menutupi mulutnya.

Niat Irsyad mendorong Salma keluar ruangan agar tak melihat hal tak senonoh di dalam gagal karena wajahnya sudah terlebih dahulu mendapat pukulan.

Suara teriakan Salma kembali terdengar saat melihat atasannya tersungkur di lantai akibat ulah tamu di belakangnya.

"Keluar, Sal," perintah Irsyad di tengah rasa sakit yang menjalar di sekitar hidungnya.

Tanpa permisi lelaki di dekat Salwa mendekati Irsyad, tingginya sama dengan Irsyad hanya saja tubuhnya lebih besar, lelaki berkulit sawo matang itu menarik kemeja Irsyad membuat bapak satu anak itu berdiri kembali. Irsyad tak ada keinginan untuk membalas pukulan di wajahnya, ia berharap bisa menyelesaikan masalah yang ada secara baik-baik.

"Bang Ale, bisa kita bicara baik-baik?" Tanyanya baik-baik dengan kedua tangan diangkat keatas menunjukkan dirinya ingin berbicara tanpa kekerasan.

"Gue udah peringatin lo buat jauhin Dito, brengsek!" Jawab Ale yang sudah bersiap memukul, namun kepalan tangannya di tahan oleh Dito.

"Kita bicara baik-baik, Bang," ucap Dito.

Ale mendorong Dito dengan keras, lelaki itu terjatuh setelah tubuhnya mengenai meja kerja Irsyad. "Lo diam, To, lo udah khianatin gue! Gue udah ngorbanin semuanya tapi lo malah ninggalin gue dan milih lelaki ini," ucap Ale yang sudah meninggalkan Irsyad dan mendekati Dito.

Irsyad meneguk ludahnya, ia mundur beberapa langkah menjauh dari dua orang yang masih berseteru. Dirinya merutuki nasib yang begitu sial bisa berurusan dengan pasangan gay ini. Benar-benar dirinya perlu memohon maaf pada Runa, agar setelah ini nasibnya bisa berubah menjadi baik.

Irsyad bergerak perlahan mendekati pintu sambil memperhatikan dua lelaki yang terlibat adu mulut. Dito mundur ketika Ale mendekatinya. Kepalan tangan Ale begitu kuat hingga pembuluh-pembuluh darahnya tampak di permukaan kulitnya.

"Kamu enggak bisa lepasin istri kamu Bang, aku udah minta kamu berulang kali untuk ceraikan Rania," bentak Dito. Suaranya begitu lantang namun tubuhnya tak bisa membohongi bahwa lelaki itupun takut menghadapi Ale.

Irsyad mendengus, merasa geli mendengar perbincangan dua lelaki di depannya. Dunia sudah benar-benar gila.

"Aku udah bilang berkali-kali sama kamu,To! Sabar!" Balas Ale. Lelaki itu menangkup kedua pipi Dito, mengusap lembut pipi lelaki berkepala plontos di hadapannya.

Suasana yang tadinya mencekam ala-ala adegan action, tetiba berubah manis-manis ala-ala drama korea tapi kenapa menjijikkan seperti ini. Irsyad lebih baik ikut menonton drama korea di bandingkan menonton adegan di depannya saat ini.

"Kita mulai semuanya lagi ya, To," ucap Ale, kali ini Irsyad sudah benar-benar tak kuat, perutnya terasa di aduk melihat Ale mengelus kepala Dito dengan jarak yang begitu dekat keduanya saling memandang. Kalau saja keduanya adalah pasangan normal, Irsyad sudah pasti iri.

"Aku enggak bisa, sudah ada lelaki lain yang aku cintai," sahut Dito. Irsyad bisa melihat ada lelehan air mata yang keluar dari mata Dito. Sungguh ini bukan sesuatu yang menyentuh hati, Irsyad mengusap wajahnya, frutasi. Menyesal tidak cepat-cepat pergi malah menonton kemesraan mereka.

"Jadi kamu lebih memilih dia!" Bentak Ale lagi, jarinya menunjuk ke arah Irsyad membuat Irsyad kembali tersentak dan merutuk dalam hati. Kenapa aku di bawa-bawa lagi.

Irsyad mengangkat kedua tangannya lagi saat Ale menatapnya. "Saya enggak mau terlibat dalam urusan kalian," ucap Irsyad.

"Mas, aku—"

"Diam, To," bentak Irsyad. Ya Tuhan, kenapa aku terlibat cinta segitiga menjijikkan ini.

"Kamu enggak berhak bentak Dito!" Ucap Ale membentak Irsyad. Irsyad memejamkan matanya, ia benar-benar dalam keadaan tak menyenangkan, serba salah.

"Oke, oke! Kalian silahkan urus kalian berdua, saya enggak mau ikut campur, dan Dito, saya harap kamu cepat sadar—

Mati. Salah ngomong 'kan, batin Irsyad saat melihat tatapan garang Ale ke arahnya lagi.

"—sadar kalau ka-kamu enggak a-akan bisa sama saya, saya udah punya Runa," lanjut Irsyad. Niatnya ingin memberikan ceramah ala-ala Yusuf mansyur ke Dito, agar dia tobat, sadar kalau suka sesama jenis itu dosa. Tapi ia urungkan, dia sadar tak mempunyai kemampuan menceramahi orang. Dia juga masih ingat anak dan istrinya dirumah, mencari aman lebih baik daripada harus merasakan bogem mentah Ale bertubi-tubi. Ia bisa saja melawan, tapi ia ingat perkelahiannya dulu dengan Ale berhasil membuat dirinya babak belur, beruntung ia masih bisa menghirup oksigen. Kali ini ketika Ale sudah sangat marah, Irsyad tak yakin dirinya bisa melihat matahari tenggelam nanti sore.

"Ceraikan aja Mba Runa," sahut Dito, mendengarnya Irsyad naik darah. Seenak jidatnya saja si botak menyuruh Irsyad menceraikan istrinya. Dia enggak tahu untuk menikahi Runa, Irsyad harus berkali-kali di tampar Mama dan Papanya, untuk hidup bersama Runa banyak dosa yang sudah ia lakukan. Enak aja dia menyuruh Irsyad menceraikan Runa. Minta di sembelih itu burung!

"Dih, emang kamu pikir kalau saya cerai sama Runa, saya mau sama kamu?! Saya masih waras, To," balas Irsyad.

"Tapi Mas, say-saya  udah lama suka sama kamu, saya dekati Mba Runa cuma buat tau kesukaan kamu, usaha saya begitu keras Mas buat dapetin kamu, tolong terima aku Mas," pinta Dito. Lelaki itu mulai mendekati Irsyad, cekalan dari Ale ia tepis dengan kuat.

"Jauh-jauh kamu dari saya,To," ucap Irsyad menyuruh Dito menyingkir.

"Saya benar-benar suka kamu, Mas," ucap Dito dengan sedikit memelas.

Brakkkk

Irsyad mengalihkan perhatian, dan betapa marahnya ia melihat meja kerjanya sudah berantakan dan beberapa barang sudah bertebaran di lantai. Map-map berisi perjanjian kerja yang basah terkena tumpahan air dari gelasnya, laptopnya yang berisi desain-desain rumah klien dan beberapa alat tulis kantor.
Tapi bukan itu yang membuat Irsyad marah, bukan perkerjaannya yang jadi berantakan karena ulah Ale. Tapi bingkai foto keluarganya yang pecah.

Lelaki yang tak bisa menahan amarahnya lagi itu mendekati Ale, tangannya mendorong Dito yang ingin merangkulnya. Dengan rahang yang mengetat ia menarik kemeja Ale, meninju pipi lelaki di depannya hingga menimbulkan suara hantaman yang cukup keras. Tubuh Ale yang terhuyung di tarik kembali oleh Irsyad, pukulan kembali ia berikan di wajah Ale hingga darah mengucur dari hidungnya.

"Brengsek!" Umpat Irsyad, kepalan tangannya kini bersarang di ulu hati Ale. Irsyad benar-benar tak rela foto anak istrinya rusak karena kelakuan kurang ajar Ale. Cukup lelaki itu masuk ke wilayah kerjanya, cukup ia menghancurkan ruang kerjanya, cukup ia membuat wajahnya babak belur. Tapi kika sudah berkaitandengan Akia dan Runa, maaf saja Irsyad bisa naik pitam.

Dito yang menjadi saksi kebrutalan Irsyad tak berani mendekat untuk menolong kekasihnya. Ia hanya menonton dengan kebingungan.

"Berhenti, Mas, nanti Ale mati," ucap Dito dengan wajah panik.

Irsyad tak menanggapi ucapan Dito, ia terus memukuli Ale, kondisi Ale yang sudah lemah membuatnya tak memiliki kekuatan untuk membalas. Ia hanya bisa mengayunkan tangan ke arah Irsyad namun tanpa ada tenaga, hingga dengan sangat mudah di tepis oleh Irsyad dan di balas dengan pukulan bertubi-tubi.

"Pak, berhenti Pak, Aduh Mas Dito pisahin dong, gimana sih, kok malah nontonin," ucap Windari yang masuk ke ruangan Irsyad bersama beberapa karyawan laki-laki.

"Eh, buaya bunting eh buntung, gila lo, Mas, itu buaya eh burung lo ngawir-ngawir! Ya Tuhan, ampuni dosa hamba," ucap Windari yang melihat "barang" Dito belum memasuki "sangkarnya". Gadis itu berlari keluar tanpa berhenti mengucapkan istigfar.

Beberapa lelaki yang ikut bersama Windari spontan mengalihkan pandangan ke arah Dito.

"Bangke lo, To." Satu orang keluar.

"Sialan!" Orang kedua ikut keluar sambil melempari Dito dengan pulpen.

"Apes gue, apes!" Teriak seorang lagi yang ikut kedua temannya keluar dari ruangan.

Terdengar makian-makian dari luar ruangan. Niat mereka yang ingin memisahkan Irsyad dan Ale akhirnya hanya sebuah niat.

Keadaan benar-benar kacau. Di dalam ruangan Irsyad masih memukuli Ale yang sudah terkapar di lantai. Di luar ruangan para lelaki terus memaki karena telah melihat sesuatu yang merugikan mata mereka. Dito segera membetulkan celananya, memasukkan kembali yang seharusnya tersimpan di dalam sana.

Lelaki yang tak berani mendekati Irsyad itu menggigiti kukunya, matanya bergerak gelisah ke penjuru ruangan. Tatapannya terpaku pada guci setinggi pinggangnya yang terletak di sudut ruangan dekat pintu. Ia mendekati guci itu ragu-ragu. Menimbang-nimbang apakah ia harus melaksanakan idenya atau tidak.

"Maafin Aku, Mas," ucapnya pelan. Ia lalu mengangkat guci keramik itu dan mendekati Irsyad yang masih sibuk meninju ajah Ale padahal lelaki itu sudah tak berdaya.

Pranggg..

Pecahan guci keramik itu berhamburan, Dito meneguk ludahnya melihat Irsyad yang terdiam di depannya. Di lantai, beberapa tetes darah berceceran. Irsyad masih diam, Dito mundur beberapa langkah.

Irsyad menoleh perlahan, matanya memincing tajam ke arah lelaki di belakangnya. Darah segar mengalir dari kepala, melewati keningnya, aliran darah berubah haluan, terbagi dua saat melewati tulang hidungnya jatuh dan mengalir melewati sisi kanan kiri bibirnya.

Dito yang memukul kepala Irsyad melangkah dengan takut-takut, ia kabur, melarikan diri setelah memecahkan guci keramik di kepala Irsyad.

Sesekali Irsyad menggelengkan kepalanya berharap pusing akibat benturan barusan hilang. Dengan tubuh sempoyongan dan pandangan yang kurang jelas ia bangkit dan berjalan menuju pintu. Beberapa karyawan masuk, membantu Irsyad yang bercucuran darah.

"Ambil mobil, buru," teriak salah satu dari mereka.

"Dar, telepon bu Helena buruan," perintah salah seorang yang ikut menolong Irsyad.

****

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top