Dua puluh dua

“Bangsat!” teriak Irsyad. Kepalan tangannya menghantam ulu hati Dito. Irsyad kembali memukul perut Dito tanpa mengurangi kekuatannya, emosinya semakin meningkat saat melihat Dito menyunggingkan senyum seolah mengejeknya.

“Sejak kapan?” tanya Irsyad. Tangannya tak lagi menghujamkan tinjuan ke tubuh Dito, melainkan mencekik leher pria itu hingga wajah nya kemerahan. Dito yang tak memberi perlawanan membuat Irsyad , ada apa sebenarnya dengan lelaki berkepala plontos ini?

Noda merah yang sedikit kehitaman mengotori kemeja Dito. Helena yang berada di ruangan yang sama dengan dia lelaki itu hanya bisa menutupi mulutnya yang menganga setiap hujan pukulan mendarat di tubuh Dito

“Jawab gue To! Sejak kapan?!” bentak Irsyad.

“Sejak pertama kali gue liat,” jawab Dito kembali senyum miring tersungging. Tak dapat menahan diri begitu mendengar jawaban yang di lontarkan Dito, Irsyad kembali memukuli lelaki itu hingga babak belur, tangannya sendiri sudah memeah akibat tinju yang terus menerus ia berikan ke lelaki yang di anggapnya sudah kurang ajar mengganggu rumah tangganya itu.

“Mas, berhenti, Dito bisa mati kalau di pukulin terus,” ucap Helena memperingatkan Irsyad. Ia tak kuasa melihat lelaki yang ia sukai babak belur di tangan bosnya, ia juga tak punya daya untuk menghentikkan Irsyad yang membabi buta, ia tak begitu paham apa yang terjadi diantara dua orang itu, tapi ia yakin ada kesalah pahaman diantara keduanya.

Irsyad mendorong tubuh Dito hingga lelaki itu tersungkur di dekat meja kerjanya. Tatapan matanya tajam, kemarahan terlihat dengan jelas. “Lo keluar dari kantor ini,” ucap Irsyad lalu meninggalkan ruangan dengan kemarahan yang belum tuntas.

^^^

Suara kecipak air terdengar dari bagian belakang rumah disusul tawa Akia yang membuat neneknya ikut tergelak, bayi yang sedang berenang dengan bantuan Runa di kolam belakang rumah Tama itu terlihat begitu riang. Runa yang menjaga anaknya juga terlihat menikmati kebersamaan mereka.

“Udah ya, Kak, nanti Kakak masuk angin kalau berenang terus,” ucap Runa. Ia mengangkat tubuh Akia keluar kolam renang. Dini yang berada di pinggiran meraih Akia dan langsung membelit tubuh mungil itu dengan handuk.

“Run, Irsyad belum ngehubungin kamu?” tanya Dini sambil mengeringkan tubuh Akia. Runa yang baru keluar dari kolam hanya menggelengkan kepala menjawab pertanyaan ibu mertuanya.

“Udah seminggu kok dia belum jemput kamu, emang kamu enggak mau pulang?” tanya Dini lagi.

Runa tersenyum tipis, ia lalu berjalan mendekati Dini dan mengambil handuk yang tergeletak di kursi rotan. Runa paham jika mertuanya mungkin tak suka dengan kehadirannya di rumah ini. Padahal bukan begitu maksud Dini, ia hanya khawatir dengan rumah tangga anaknya yang sepertinya berjalan kurang mulus.

“Mungkin dia masih banyak kerjaan, Ma,” jawab Runa.

“Kalian harusnya selesaikan masalahnya baik-baik, kalau begini gimana masalahnya bisa selesai," ucap Dini menasehati.

"Mama ngerti kalau Irsyad itu keras sekali wataknya, Mama juga kadang kesal lihat tingkahnya apalagi kalau udah marah-marah sama kamu, Run. Tapi percaya deh sama Mama, dia kayak gitu karena sayang sama kamu, bukan karena benci," lanjut Dini.

Runa mengangguk sambil tersenyum.

"Kalau dia emang sibuk, enggak ada salahnya kamu duluan yang hubungi dia," ucap Dini lu membawa Akia ke dalam rumah untuk di mandikan.

Runa duduk di kursi rotan sendirian, ia meraih handphone yang ia letakkan di meja sampingnya. Runa menghela napas, tak ada pesan ataupun panggilan dari Irsyad yang ia harapkan seminggu ini. Ada kekecewaan yang Runa rasakan karena Irsyad enggan menghubunginya.


^^^

Untuk kesekian kalinya, Irsyad mengusap wajahnya dengan kasar. Seminggu ini ia berusaha menyelesaikan pekerjaannya bersama Helena karena Dito sudah tidak lagi bergabung dengannya. Irsyad tak peduli jika dianggap tidak bisa profesional karena menghubungkan masalah pekerjaan dengan masalah pribadi. Ia hanya mengambil jalan tengah demi kebaikannya dan keluarga. Ia tidak mungkin sanggup jika lelaki botak itu masih menunjukkan wajah di hadapannya, ia pasti tak segan-segan menghabisi Dito.

“Mas, mau makan siang dimana?” tanya Helena yang berjalan mendekati meja kerja Irsyad.

“Kamu duluan aja El, saya enggak makan,” jawab Irsyad.

“Runa masih di rumah Tante Dini?” tanya Helena

Irsyad mengangguk, pandangannya terarah pada handphone yang tergeletak diatas meja. Ia menunggu Runa menanyakan keadaannya sejak kemarin, tapi tak ada satu pun pesan istrinya, hanya ada pesan atau email yang masuk ke handphonenya. Bukannya ia tak mau menghubungi Runa duluan, ia ingin memberi waktu pada istrinya untuk menenangkan diri. Irsyad sadar kata-katanya kemarin pasti banyak menyakiti hati Runa. Biar Runa merasa tenang dulu, begitu juga dengan dirinya. Biar ia bisa mengendalikan emosi dulu baru ia akan menjemput istrinya saat semua dalam kondisi kondusif. Masih banyak hal yang perlu ia selesaikan karena ulah Dito. Dan ia yakin itu akan menguras emosinya. Ia hanya tak ingin Runa merasakan ledakan emosinya.

“Pasti tadi pagi enggak sarapan, iya kan?” tanya Helena lagi. “Udah yuk, Mas, kita beli makan aja, nasi bebek di pujasera depan itu enak banget, aku udah nyobain kemarin,” ajak Helena.

Irsyad tersenyum. “Kamu aja El, saya lagi malas keluar ruangan,” jawab Irsyad. Helena akhirnya pergi tanpa Irsyad. Percuma membujuk lelaki itu, sepertinya tidak akan berhasil.

Tak sampai tiga puluh menit Helena sudah kembali ke ruangan dengan plastik di tangannya. Irsyad mengangkat sebelah alisnya, bertanya apa yang perempuan itu bawa dan kenapa ia kembali begitu cepat.

“Aku bungkus nasi bebeknya, biar bisa makan di sini, enggak apa-apa ‘kan?” tanya Helena sambil tersenyum ke arah Irsyad.

Irsyad mendengkus. Ia mengamati bungkusan yang sedang di buka oleh Helena. Aroma nikmat menguar memenuhi ruangan, menggugah napsu makan Irsyad, di tambah dengan potongan daging bebek yang ukurannya cukup besardari biasanya serta bumbu yang di siram ke atas nasi membuatnya menyerah dan akhirnya bergabung dengan Helena untuk menghabiskan nasi bebek itu.
“Mas, masalah Dito-“ ucap Helena ragu-ragu.

“Saya udah enggak mau tau tentang Dito, El. Kamu bisa ganti topik pembicaraan kalau mau, atau lebih baik diam dan habiskan daging bebek kamu,” ucap Irsyad.

“Tapi mungkin, Mas Irsyad harus tau tentang hal ini,” ucap Helena.

Irsyad melirik ke arah Helena. “Saya rasa, saya udah tau semuanya, El, jadi enggak ada yang perlu kamu jelaskan,” ucap Irsyad. Ia lalu memasukkan satu suapan lagi ke dalam mulutnya lalu bergegas merapikan bekas makannya. Meninggalkan Helena seorang diri di dalam ruangan.

^^^

Runa baru selesai menuang sup ayam ke dalam mangkuk besar saat handphonenya berbunyi, ia meletakkan kembali mangkuk yang akan ia bawa ke meja makan, merogoh kantung celananya untuk mengambil handphonenya. Ia terdiam saat melihat beberapa foto masuk ke pesan whatsapp-nya dari nomor yang tidak ia kenal.

“Sup ayamnya udah matang, Run?” tanya Dini dari ruang makan.

“Iya, Ma, udah, sebentar Runa tuang ke mangkuk dulu,” jawab Runa sedikit berbohong. Ia memasukkan kembali handphonenya ke dalam saku dan segera membawa mangkuk sup ke meja makan.

“Ma, hari ini Runa mau pergi sebentar, titip Akia bolehkan?” tanya Runa pada Dini yang menggendong Akia.

“Iya bolehlah, kamu mau kemana?” tanya Dini.

“Ada perlu sebentar,” jawab Runa lalu tersenyum.

“Bilang sama Irsyad dulu ya, Run,” ucap Dini mengingatkan Runa.

Runa hanya tersenyum, tak mengucapkan apapun. Dini  menggelengkan kepala melihat menantunya. “Kalau kamu enggak bilang, nanti suamimu ngamuk lagi kayak kemarin,” ucap Dini lagi.

“Iya, Ma,” jawab Runa singkat.

^^^

Kenapa enggak hubungin aku? Mama nanya kamu kapan mau jemput aku.

Irsyad terus membaca ulang pesan Runa yang masuk sejak lima menit yang lalu. Ia belum membalas pesan itu sama sekali.

Ada yang mau aku omongin sama kamu. Kalau kamu enggak sibuk, bisa kita ketemu?

Pesan baru kembali masuk ke handphone Irsyad. Irsyad menyugar rambutnya, perasaannya menjadi tak enak saat membaca pesan Runa. Ia merasa akan ada hal buruk yang terjadi jika ia menemui istrinya sekarang.

Kamu dimana?

Akhurnya setelah berpikir lama, dua kalimat itu yang ia kirimkan pada Runa. Tak perlu waktu lama untuk mendapat balasan balik dari Runa. Irsyad buru-buru keluar ruangan setelah membaca pesan Runa.

Tunggu di depan pujasera depan kantor.

Irsyad mengetik balasan itu sambil berjalan keluar kantornya. Dengan tergesa-gesa ia melewati zebra cross di tengah lalu lintas yang cukup padat.

Sampai di pujasera matanya mencari keberadaan Runa. Matanya tak berkedip begitu melihat istrinya sedang duduk di salah satu meja. Baru saja kakinya melangkah untuk mendekati Runa, Irsyad melihat lelaki mendekati meja istrinya. Amarahnya meluap mengetahui jelas siapa lelaki di hadapan istrinya sekarang. Irsyad mempercepat langkahnya dan tanpa babibu satu tonjokkan di layangkan tepat di wajah lelaki berkepala plontos itu.

^^^

An.

Enggak tahu kenapa aku agak kesulitan menjelaskan emosi Runa dan Irsyad di part ini.
😑

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top