7. Gebetan II
Aku memutuskan untuk membuka pintu rumah, gak tega juga lihat Bima gedor-gedor pintu di luar.
"Melodi," Ucap Bima saat aku sudah membuka pintu. "Maaf ya aku ganggu malam gini, tapi aku beneran pingin bicara sama Nina." Lanjut nya lagi.
Aku memutar otak untuk mencari seribu alasan, gimana cara nya ngasih penjelasan kalau Nina gak mau ketemu sama dia saat ini.
"Hem... Nina udah tidur, gimana kalau besok siang aja ketemu sama dia waktu jam makan siang?"
"Jangan bohong Mel, aku tahu Nina belum tidur. Tadi aku dengar suara kalian saat bertengkar tadi."
Jleb!
Sial, ketahuan aku bohong nya.
Bima menatapku yang sedang menggaruk kepala ku yang tidak gatal sama sekali. Gak kebayang gimana ekspresi wajahku saat ini.
Tapi aku yakin, jelek banget pasti nya.
Aku udah pernah bilang kan? Kalau aku itu paling grogi saat di dekat atau di tatap sama lawan jenis? Alias cowok alias pria.
Aku bakal membisu seribu bahasa.
Kalau perlu berubah jadi sebuah batu. Diam dan gak gerak sama sekali.
Kayak saat ini, Bima lagi menatap wajah ku. Walaupun aku tahu tatapan nya itu bukan karena tertarik ataupun cinta padaku, melainkan tatapan memelas agar aku mau memanggil Nina keluar.
"Okay, iya aku bohong. Tapi jangan tatap aku kayak gitu. Aku gak suka di pandang, Bima."
Ku lihat ada kerutan pada dahi nya. Dia pasti bingung sama kata-kata ku tadi.
"Lupakan ucapan ku tadi. Hem... jadi gini, kalau aku boleh kasih saran. Jangan paksa Nina untuk bicara dengan mu sekarang, dia lagi gak mau ketemu. Kasih dia waktu untuk berfikir, Bima. Kalau kamu maksa pingin ketemu, yang ada dia bakal ngehindar terus." Bima tampak sedang memikirkan ucapan ku tadi.
Lalu kemudian dia mengangguk kan kepala nya.
"Kamu benar Mel, harus nya aku gak terlalu memaksakan." Bima menundukkan kepala nya sesaat, kemudian dia menatap ke arah ku lagi. "Yaudah, aku pergi dulu. Salam buat Nina, bilang aku minta maaf untuk semua nya. Aku gak akan ganggu dia lagi. Semoga dia bisa menemukan pria yang benar-benar dia cintai."
"Aku harap Nina cepat sadar kalau kau adalah pria yang baik, Bima." Aku mengucapkan nya dengan tulus.
Dia hanya tersenyum simpul. "Terimakasih, Mel. Aku pamit dulu."
"Iya, hati-hati di jalan."
Setelah motor Bima sudah kelihatan menjauh, aku kembali masuk dan menutup pintu.
Ahkhirnya, selesai juga satu masalah. Tinggal ngebujuk Nina sekarang.
Aku melangkahkan kaki ke depan pintu kamar milik Nina yang tidak pernah dia tiduri.
"Nina...." Panggil ku seraya mengetuk pintu.
"Pergi Mel, aku mau tidur!" Teriak nya dari dalam kamar.
"Iya, tapi maafin aku dulu lah. Masa cuma hal sepele gitu kita musuhan sih? Gak keren banget, Nin."
"Bodoh amat!"
"Ih kok gitu sih Nin? Mati nih aku, mati..." Jawabku memberengut di balik pintu.
"Mau mati kok bilang-bilang? Aneh! Noh, di dapur ada tali, pisau, sama Rinso kalau mau mati. Kalau mau cepat, beli Sianida sana!" Balas Nina lagi.
Tali? Pisau? Rinso? Apa yang terakhir, Sianida??
Wah, dasar kampret si Nina!
Dia benar-benar nyuruh aku untuk bunuh diri sungguhan.
"Yaudah kalau gak mau di bujukin, aku balik ke kamar ku. Semoga kamu betah tidur di sana."
"Iya pergi sana!" Seru nya lagi.
Tiba-tiba aku teringat ini hari apa, jadi timbul niat untuk mengerjai tuh anak orang.
"Nina, pastikan gak ada orang yang tidur menempati sisi kosong tempat tidur mu ya. Kau tahu maksud ku kan? Ini itu hari jumat kliwon loh," Ucap ku sambil menahan tawa ku.
Dalam hitungan ke tiga terdengar suara teriakan Nina.
"MELODI....!!! Anj*** fu**" Aku tertawa sambil berlompat-lompat mendengar umpatan nya dari dalam kamar.
****
Kring... kring... kring....
Gerakan tangan ku berhenti mengetik saat mendengar suara telpon yang berdering itu. Siapa sih yang nelpon? Gak tahu apa aku lagi sibuk ngetik laporan bulan ini.
"Hallo, ini dengan Melodi. Ada yang bisa di bantu?" Jawabku.
"Mel, ini pak Denny."
"Oh, ada apa ya pak?"
"Kamu udah siap ngetik laporan yg tadi?"
"Hah? Oh iya, sudah pak. Tinggal di print saja nanti," Jawab ku bohong. Terpaksa, daripada kena omel sama beliau.
"Bagus kalau begitu, saya mau minta kamu temani saya untuk berjumpa dengan klien di luar."
Aku melongo.
Mampus, laporan ini gimana?
"Hallo, Mel? Kamu masih dengar kan?"
Aku tersadar saat mendengar suara pak Denny lagi.
"I-iya pak saya masih dengar. Hem... Jam berapa kita pergi nya pak Denny?"
"Sekarang saja, kebetulan klien nya sudah dalam perjalanan ke cafe tempat pertemuan yg sudah saya reservasi."
Tamat sudah sudah riwayatku!
"Iya pak, saya siap-siap dulu."
"Oke... saya tunggu di parkiran ya."
Tut... tut... tut....
Pak Denny sudah menutup telpon nya. Aduh ini gimana? Kalau aku ikut pergi, terus yang ngerjain laporan nya siapa?
"Dasar bodoh! Tolol! Bego!" Ucapku sambil memukul kan gagang telpon nya ke kening ku sendiri.
Tanpa berdandan lagi, aku pun melangkah keluar dari kubikel untuk pergi bersama pak Denny.
Setelah 15 menit di perjalanan, akhir nya kami sampai di cafe tempat tujuan. Kami duduk dan memesan minum terlebih dahulu sambil menunggu klien itu.
Aku pun mengambil ponsel dan membuka aplikasi permainan candy crush saga untuk menghilangkan kebosanan.
Saat sedang asyik bermain games tiba-tiba aku mendengar suara maskulin di belakang tubuhku.
"Maaf pak Denny, saya datang telat. Saya gak tahu kalau jalanan nya akan semacet itu."
Aku melihat pak Denny berdiri dan menyambut si empu nya suara itu.
Oh itu klien nya udah datang kali ya? Aku pun ikut berdiri dan menoleh ke belakang untuk menatap orang yg sudah kami tunggu beberapa menit lalu.
Aku terperangah begitu melihat pria yg ada di depan mata ku.
Anjrit! Ganteng banget nih cowok!
Dapat 90 nih nilai nya!
Mata ku terus meneliti tubuh pria itu dari bawah kaki hingga ujung kepala.
Rapi banget, guys!
Mendadak aku menyesal karena tidak berdandan dulu tadi. Tahu kalau klien nya secakep gini, aku pasti bakal dandan habis-habisan. Tapi sayang, waktu gak bisa di putar kembali.
Huahuaaaaa aku pingin nangis dan ingin di tenggelemkan saja saat ini.
"Iya tidak apa-apa, kami juga baru datang. Jadi gak lama banget nunggu nya," Balas pak Denny ke pria tersebut.
Pria itu tersenyum lalu bola mata nya menatap ke arah ku. Refleks aku tersenyum kecil dan menundukkan wajahku ke bawah karena malu. Malu karena wajahku pasti jelek banget saat ini.
"Perempuan ini sekertaris pak Denny?" Tanya nya.
"Oh bukan, sekertaris saya hari ini tidak datang karena sakit. Dia ini pegawai di kantor juga, yang merangkap sebagai asisten saya. Maka nya saya meminta dia untuk menemani saya bertemu dengan anda." Kata pak Denny menjelaskan kepada pria itu.
"Oh begitu. Boleh saya berkenalan dengan nya?"
"Tentu saja." Jawab pak Denny.
"Nama saya Airlangga, nama kamu siapa?"
Aku mengangkat wajah ku dan melihat nya yg sedang menjulurkan tangan nya untuk berkenalan.
"Melodi," Ujarku sambil membalas jabatan tangan nya.
Gila! Tangan nya hangat banget menggenggam tanganku. Dia terus tersenyum tanpa melepaskan tangan nya.
Ya Tuhan....
Kenapa tangan ku jadi mendadak keringat dingin sih? Kayak kena penyakit jantung saja.
"Yaudah pak Airlangga, silahkan duduk. Gak enak kalau bicara sambil berdiri." Suara pak Denny tadi mengakhiri jabatan tangan kami berdua.
Jadi nama nya Airlangga, gagah dan keren banget. Sesuai ke tampilan orang nya.
Pria yg bernama Airlangga itu pun duduk di sebelah ku, sehingga aku dapat mencium aroma tubuh nya yang wangi banget.
Tak berapa lama Airlangga memesan minuman kepada pelayan. Setelah itu pak Denny dan Airlangga mulai bicara masalah kerjaan. Tugasku adalah menuliskan point-point yg penting dari pembicaraan mereka.
Sesekali Airlangga melirik ke samping untuk melihatku ketika pak Denny sedang berbicara panjang lebar. Tapi aku berpura-pura sok serius dengan buku dan pena yg ada di tanganku. Aku bisa mengatakan itu karena aku dapat melihat nya dari sudut mata kiri ku.
Sungguh, aku ingin melirik nya juga saat ini. Tapi aku takut ketahuan oleh nya. Dengan perasaan was-was dan hati-hati, mataku mencoba melirik ke samping. Namun sial nya, aku ketahuan. Karena dia juga sedang melirik kearah ku.
Dia tersenyum manis saat mata kami saling memandang. Namun dengan cepat aku menoleh kan kembali mata ku ke depan.
Aku dapat mendengar suara tawa kecil nya itu. Dia pasti sedang menertawakan ku.
Aku menggigit bibir bawah ku dan memejamkan mata untuk menahan rasa malu.
Setelah berdiskusi selama 2 jam, akhir nya mereka berdua mendapatkan hasil keputusan bersama.
Aku pun mematikan laptop dan membereskan semua berkas-berkas yg ada di atas meja.
Pak Denny dan Airlangga berjabat tangan kembali. Lalu aku tidak sengaja melihat pria itu berbisik ke telinga pak Denny. Kemudian pak Denny melirik ku sekilas dan kembali menatap Airlangga sambil menganggukkan kepala nya beberapa kali.
"Melodi?"
"Iya pak Denny?" Jawabku.
"Saya masih ada urusan, jadi tidak langsung balik ke kantor. Kamu balik nya di antar sama pak Airlangga saja ya?"
Hah?
Apa-apaan ini?
Mulutku menganga, mataku menatap pak Denny dan Airlangga secara bergantian.
Kok aku merasa pak Denny sedang berkonspirasi untuk mendekatkan aku dengan pria yg bernama Airlangga ini ya?
Boleh kah aku merasa kegeeran saat ini?
2- Oktober- 2016
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top