25. Keputusan.
Aku update cepat karena lagi senang. Soalnya Indonesia menang 2-1 melawan Thailand tadi malam Yeah.. (Sambil goyang bang jali)
Semoga sabtu lusa tanggal 17 Desember, INDONESIA bisa menang dan bisa bawa pulang piala AFF nya.
Amin....
Btw, aku sempat gagal fokus waktu lihat pelatihnya Thailand. Muda dan masih cakep pula.
Oke skip!
Happy reading guys :-))
*****
Aku memintanya untuk menciumku. Itu adalah ide yang sangat gila dan terkesan murahan. Tapi aku tidak peduli. Aku mau memastikan perasaanku saja. Aku tidak mau salah pilih dan menyesal seumur hidup nantinya.
Menurutku setiap pasangan yang ingin menikah haruslah saling melengkapi satu sama lain. Mencintai dan dicintai. Aku cinta kamu dan kamu cinta aku. Hal seperti itu yang aku inginkan.
"Kamu nggak mau cium aku?" Tanyaku padanya.
Dimas masih terdiam dan memandangku tanpa berkedip.
Aku menghela nafas. Lalu dengan penuh keberanian, aku mendekatkan tubuhku ke arahnya. "Please, kiss me." Pintaku di depan wajah Dimas.
Tangan kanannya mengelus pipiku. "Kenapa tiba-tiba kamu minta dicium Mel?"
"Aku mau tahu gimana perasaan aku setelah ciuman sama kamu," Jawabku jujur.
"Dengan cara berciuman?"
Aku mengangguk pelan.
"Siapa yang ngajarin?"
"Nggak ada. Inisiatif sendiri kok. Jadi mau atau enggak ciuman, Dim?" Tanyaku pelan.
"Bukannya aku enggak mau tapi...."
Aku langsung memotong ucapannya. "Tapi apa?"
"Aku mau kita nikah dulu. Aku nggak berani cium kamu tanpa status, Mel. Seandainya kita nggak jodoh, pasti yang bakal rugi kamu kan?"
Aku hanya mengangguk sambil melepaskan tangannya dari wajahku. "Yaudah kita pulang aja."
Dia tersenyum, lalu kembali memasang seatbelt ditubuhnya.
Sepanjang jalan pulang aku berfikir dan merutuki pikiranku sendiri. Kok aku bego banget sih! Dimas itu kan anak Tuhan banget. Ya pasti bakal nolaklah kalau aku minta cium.
Ya Tuhan... Dimas itu tipe pria idaman aku banget! Tapi kenapa aku nggak merasakan apapun ke dia? Apa yang salah di sini? Kenapa aku malah menginginkan AAC untuk mendampingiku? Padahal aku jelas tahu, dia itu playboy dan sudah banyak nidurin perempuan di luar sana.
Dulu aku pernah bilang ke AAC, bahwa aku tidak suka tipe pria yang brengsek sepertinya. Jika itu terjadi, maka itu tandanya aku sudah gila. Dan ternyata hal itu terjadi sekarang. Aku gila, karena aku mencintai si mesum Air. Itu artinya aku sudah menelan ludahku sendiri!
Sungguh aku merasa bersalah pada Dimas. Harusnya aku beruntung dan bersyukur sama Tuhan, karena sudah mengirimkan pria seperti Dimas untukku. Lalu apa yang sudah aku perbuat? Aku malah berciuman bibir dengan AAC dan menikmatinya.
Aku harus bagaimana sekarang? Aku tidak mau menyakiti Dimas dengan menikahinya, sementara aku menyukai pria lain.
"Mel, kita sudah sampai di depan kontrakan kamu."
Refleks aku melihat ke samping kaca jendela mobil. Astaga, aku kebanyakan berfikir sampai nggak sadar udah nyampe.
Aku menghela nafas panjang kembali sambil melepas sabuk pengaman.
"Mel, ada apa sebenarnya? Dari tadi kamu melamun terus sepanjang jalan kita pulang," Tanya Dimas.
"Kamu mau jawaban jujur?"
Dia mengangguk. Lalu aku menoleh ke dia dan menatap matanya.
"Dimas, aku rasa kita nggak usah nikah deh. Tunggu, jangan potong dulu. Biarkan aku selesai ngomong," Kataku sambil menutup mulutnya dengan tanganku saat Dimas hendak membuka mulut.
Dia mengangguk dan aku melepaskan tanganku darinya. Kemudian aku melanjutkan ucapanku tadi. "Kamu itu baik, sopan, dan takut akan Tuhan. Pokoknya tipe pria impian semua wanita yang ada di dunia ini termasuk aku. Aku nggak tahu apa yang terjadi dengan diriku sendiri. Tapi aku suka dan cinta sama pria lain. A-aku sudah berciuman dengan dia," Ucapku dengan suara parau.
Aku dapat melihat ada keterkejutan pada dirinya. "Tolong maafin aku, Dimas. Kamu boleh marahin aku, tampar aku ataupun pukul aku. Itulah alasan kenapa aku minta kita nggak usah menikah. Karena kamu berhak mendapatkan wanita baik-baik yang tidak murahan seperti aku."
"Jadi itu alasan kenapa kamu minta cium dari aku? Kamu mau memastikan perasaan kamu? Gitu? Aku kecewa sama kamu Melodi. Bukan karena kamu ciuman sama pria lain. Tapi kecewa karena kamu nggak bisa jaga diri kamu sendiri," Ucapnya tegas dan penuh penekanan.
Aku menunduk dan menggigit bibir bawahku. Menahannya supaya tidak menangis didalam mobil ini. "Iya aku tahu, aku memang murahan."
"Aku nggak bilang kamu murahan."
"Tapi artinya seperti itu menurut aku." Air mataku mulai menetes.
"Aku salut dengan kejujuran kamu Melodi. Tidak semua orang bisa mudah mengakui kesalahannya. Aku maafin kamu, jadi jangan merasa bersalah lagi."
"Terimakasih," Ucapku dengan kepala yang masih menunduk sambil menghapus air mataku.
Aku sedikit terkejut saat tangannya mengelus rambutku. "Aku nggak akan paksa kamu untuk menikah sama aku. Tapi tolong pikirkan lagi Mel. Jangan memutuskan terlalu cepat seperti ini."
"Memangnya kamu mau menikah sama perempuan yang mencintai pria lain?" Tanyaku.
"Tentu tidak, Melodi. Aku tidak suka berbagi istri dengan orang lain. Sekarang kasih tahu aku, gimana caranya supaya kamu bisa suka sama aku?"
Aku menggeleng pelan. "Aku nggak tahu, Dimas."
Dimas tersenyum kecut. "Susah juga ya, rebut hati kamu."
"Kamu nggak mau tanya siapa pria yang aku suka?"
"Nggak usah Mel. Aku takut dosa karena pasti bakal kelepasan nonjok muka pria itu yang udah berani nyium kamu."
Dengan susah payah aku menelan ludahku sendiri. Nggak kebayang juga kalau Dimas dan AAC tonjok-tonjokkan di kantor. Bisa heboh dan gempar perusahaan JPCirrillo nantinya. Terus aku dan Dimas pasti bakal dipecat sama ibu Rosa Cirrillo karena udah bikin masalah di sana. Alhasil kami berdua bakalan menjadi anggota PBB alias penggangguran besar-besaran.
Oh tidak! Aku menggelengkan kepala. Jangan sampai itu terjadi.
"Yaudah Mel, kamu istirahat aja dulu. Tenangin pikiran kamu ya. Apapun keputusan kamu nantinya, bakalan aku terima."
Aku mengangguk dan tersenyum.
"Nah gitu dong, dari tadi aku belum lihat kamu senyum," Ujarnya sambil tetap mengelus rambutku.
"Iya, makasih ya Dimas. Kamu dewasa banget, aku berasa kayak punya Abang jadinya."
Dia tertawa kecil. "Jadi menurut kamu, aku lebih cocok menjadi Abang kamu gitu?"
Aku sedikit meringis mendengar pertanyaannya itu. Tapi aku rasa dia emang lebih cocok jadi saudara dibandingkan menjadi pacar ataupun suami aku. Karena aku memang nggak merasakan apapun ke dia.
"Ekspresi wajah kamu udah kasih jawaban yang jujur sama aku. Yaudah, kamu masuk ke rumah dan jangan lupa makan ya," Ucapnya tulus.
Aku mengangguk lagi. Dan sebelum turun dari mobil, aku mengecup pipinya sebagai tanda ucapan terimakasihku. Setelah itu aku langsung cepat keluar dari mobilnya. Aku masuk ke dalam kontrakan sambil tertawa karena meninggalkan Dimas yang sudah mematung di dalam mobilnya sendiri.
*****
Sepanjang malam aku tidur gelisah karena memikirkan AAC. Dia benar-benar marah kayaknya sama aku. Bahkan dia nggak ada ngechat aku satu malam ini.
Tapi dia marah kenapa coba? Aku sendiri bingung. Awal mula dia marah kenapa ya? Apa ada ucapan aku yang salah dan bikin dia sakit hati? Tapi itu kan cuma bercanda. Aku cuma pura-pura marah dan ngambek. Itukan modus biar bisa dibujukin sama dia.
Akhh... aku galau! Mending telepon Mama deh, aku mau curhat. Siapa tahu dapat solusi. Eh tapi inikan udah jam 10 malam. Ntar Papa marah lagi, kalau aku ganggu acara tidurnya mereka. Ah, bodo amat deh. Orang tua sendiri juga.
Aku mengambil ponsel dan keluar dari dalam kamar biar nggak ganggu tidurnya Nina. Setelah diluar, aku menelpon nomor Mama. Dan untungnya langsung dijawab sama beliau.
"Halo Mel? Kenapa telepon malam gini? Kamu sakit?" Tanya Mama khawatir.
"Enggak Ma, Melodi sehat kok. Cuma mau curhat aja, Mama belum tidur kan?"
"Belum. Memangnya mau curhat apa? Tumben banget, jangan bilang mau minta dibeliin tas keluaran terbaru. Nggak ada! Mama nggak ada uang!"
"Ih kok gitu banget sih? Melodi curhat bukan karena mau minta beliin tas tapi Melodi lagi galau," Kataku geram.
Mama tertawa pelan. "Ooh kirain minta beliin tas, kan kamu sering gitu dulu. Jadi Mama merasa was-was aja kalau dengar curhatan kamu. Yaudah sekarang cerita, kamu galau kenapa?"
"Kan gini Ma, Dimas kan udah melamar Melodi untuk jadi calon istrinya."
"Iya, terus?"
"Tapi Melodi naksir sama pria lain yang satu kantor juga sama kami berdua. Melodi bingung Ma, harus pilih siapa. Satu sisi Dimas itu tipe pria idaman Melodi. Namun entah kenapa, sampai sekarang Melodi belum dapat rasanya ke dia. Terus di sisi lain, ada cowok yang bukan tipe Melodi tapi dia bisa buat Melodi senyum dan gila nggak menentu. Melodi harus gimana Ma? Tolong kasih solusi. Mama kan dulu playgirl tuh, jadi udah banyak pengalaman dibanding Melodi."
"Owalah Melodi Sanjaya, percuma kamu sekolah tinggi sampai sarjana tapi bodoh juga kalau sudah jatuh cinta. Bikin malu Mama sama Papamu ini aja deh," Ejek beliau.
"Iih, kok Melodi diledekin sih Ma? Bikin bete deh," Sungutku.
"Dengar ya sayangku, cintaku, babyku. Mama kasih solusi nih, pakai dua prinsip Mama aja kalau mau nentuin jodoh."
"Gimana Ma?" Tanyaku.
"Yang pertama dia harus seiman dan takut akan Tuhannya. Karena dia akan jadi suami yang akan memimpin kamu dan anak-anak kamu nantinya. Lalu yang kedua alias yang terakhir. Dia harus bisa bikin hati kamu bergetar sehingga kamu nggak bisa berpaling dari dia. Dulu Mama pakai cara kayak gitu waktu mau pilih Papa kamu. Banyak cowok yang kejar Mama tapi cuma Papamu yang keluar sebagai pemenang. Makanya kamu sama Gita lahir di dunia ini. Kamu bisa simpulkan sendiri, gimana kehidupan Mama sama Papa selama ini di rumah."
"Melodi mau kayak Mama sama Papa. Menikah karena saling mencintai dan hidup bahagia."
"Yang bisa bikin kamu bahagia ya diri kamu sendiri Mel. Tanya hati kamu, maunya sama pria yang mana. Perasaan itu nggak bisa menipu. Jangan sampai kamu salah pilih dan menyesal nantinya. Ingat Mel, hidup itu hanya sekali, mati sekali jadi menikah pun harus sekali."
"Iya Ma, Melodi paham."
"Yaudah kamu tidur deh, besok telat pergi kerjanya."
"Iya... makasih Ma udah mau dengerin curhat Melodi. Selamat bobok," Kataku mengakhiri pembicaraan.
Kuletakkan ponsel di atas meja. Solusi dari Mama tadi malah bikin aku makin galau. Katanya harus pilih cowok yang agamanya kuat dan bisa bikin hati aku bergetar.
Yang taat sama perintah Tuhan itu si Dimas. Nah yang bisa bikin hati aku getar-getir, gelisah nggak menentu itu si AAC. Apa aku harus nikahin mereka berdua? Ah, yang benar saja! Emang aku perempuan apaan? Walaupun aku haus kasih sayang seorang pria tapi nggak gitu juga kali! Satu aja udah cukup kok, tapi cowoknya yang kayak Air aja.
Iya aku mau Alaric Air Cirrillo!
Itu keputusan aku.
Dia harus bertanggung jawab karena udah bikin aku kayak gini.
15-Desember-2016
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top