20. B.E.R.N.A.F.A.S!
"Kamu dilamar sama Pak Dimas?! Serius Mel?!"
Aku melotot pada Nina. "Jangan keras-keras ngomongnya Nina! Kalau didengar orang kantor, gimana?" Pekikku sambil melihat situasi kanan dan kiri.
"Sumpah Mel, aku hampir terkena stroke dengarnya. Gimana cerita nya si Manajer kaku itu bisa lamar kamu?"
"Ternyata Dimas itu sepupunya suami dari sepupuku. Ya kami ketemu di pesta semalam dan ngobrol ala kadar nya aja. Aku nggak tahu Nin, kapan Dimas ketemu sama Papa dan langsung melamar aku," Jelasku pada Nina.
"Gila... gila... gila.... ini berita fenomenal Mel! Aku nggak nyangka, tipe cewek yang Pak Dimas suka itu kayak kamu. Jauh banget dari pemikiran aku. Habis ini, semua fans-fans nya Pak Dimas yang ada di kantor akan patah hati. Terutama itu si cabe-cabean, Citra Anindya! Aku yakin banget, dia bakalan gila dengar berita ini. Secara ya, Citra itu cinta banget sama Pak Dimas. Sayang nya Pak Dimas nggak pernah tertarik lihat dia. Sok-sok pakai rok pendek dan kemeja ketat, padahal habis itu disuruh keluar dari ruangan Pak Dimas dan disuruh ganti rok yang panjang nya selutut," Ujar Nina sambil tertawa.
"Hah? Serius? Kok aku nggak pernah dengar gosip itu sih?"
"Mungkin aku lupa cerita, tapi kejadian nya tiga hari yang lalu."
"Oh pantesan si Citra beberapa hari ini pakai rok yang panjang. Aku sempat kaget juga lihat nya, aku pikir dia udah tobat. Eh ternyata karena ditegur sama Dimas."
"Maka nya Mel, Dimas itu suami idaman banget. Aku aja ngefans sama tuh cowok kaku. Jarang dapat cowok yang nggak terpesona sama kecantikan dan kemolekan tubuh Citra. Kamu tahu sendiri kan, Citra itu cewek yang sempurna fisik nya? Jadi kamu beruntung dipilih sama Pak Dimas Mel."
"Iya sih Nin, tapi masalah nya Dimas belum ada konfirmasi ke aku langsung tentang lamaran nya itu. Tadi pagi aja, aku berpapasan sama dia di lobi. Dan dia cuma senyum sepatah doang, nggak ngomong apa-apa. Aku takut nya dia salah ngelamar orang deh," Kataku dengan wajah lesuh.
"Loh kok gitu ya? Harus nya dia kan ngajak kamu ngomong tentang lamaran nya itu."
"Nah itu dia. Minta nomor ponsel aku aja enggak ada. Kayak nya dia nggak serius deh."
Nina tampak berfikir. "Hem... gimana ya? Aku juga jadi bingung Mel. Eh handphone mu bunyi tuh," Seru nya.
Aku melirik ponselku yang tergeletak di samping komputer. Dahi ku berkerut melihat nomor asing yang memanggil.
"Loh kok nggak dijawab Mel?" Tanya Nina.
"Nomor baru, aku nggak kenal. Takut nya orang iseng lagi yang modus minta pulsa."
"Tapi nomor nya cantik loh Mel, angkat aja. Siapa tahu penting."
"Enggak ah, kalau penting dia pasti ngirim pesan."
Nina mendengus dan menggelengkan kepala.
Satu menit kemudian terdengar bunyi pesan masuk ke dalam handphone-ku.
"Tuh kan Nin, dia ngirim pesan." Kataku santai.
Lalu aku membuka pesan dan membaca nya.
0821777888**
Selamat siang Mel, ini saya Dimas. Bisa datang ke ruangan saya sebentar? Ada hal penting yang mau saya bicarakan ke kamu.
Ya ampun....
Panjang umur banget nih orang, baru juga tadi dibicarain udah nongol aja.
Eh tapi, darimana dia tahu nomor aku ya?
"Siapa Mel?" Tanya Nina.
"Pak Dimas."
"Hah? Kok bisa dia tahu nomor kamu?"
"Aku juga nggak tahu."
"Dia bilang apa?"
"Aku disuruh ke ruangan nya."
"Wah, jangan-jangan dia mau bicarain hal lamaran itu Mel."
"Yaudah aku ke sana dulu ya, eh tapi dandanan sama penampilanku masih rapi nggak?" Tanyaku sambil mengambil kaca kecil dari dalam tas.
"Lipstik nya tambahin dikit, biar lebih oke."
"Oh gitu, bentar deh dipoles dikit."
Lalu aku mengambil pewarna bibir dan parfum dari dalam tas juga.
Setelah mengenakan lipstik pink muda di bibirku, tidak lupa aku menyemprotkan parfum juga.
"Udah jangan banyak-banyak Mel, ntar ketahuan lagi kamu dandan dulu sebelum ketemu dia."
"Ya kan biar kece dikit, eh tapi aku kok deg-deg'an ya Nin? Kok feeling aku mendadak nggak enak gitu? Jangan-jangan Dimas mau minta maaf karena udah khilaf ngelamar aku?" Tanyaku cemas.
Nina menepuk bahuku kuat.
"Aw!" Aku meringis.
"Pikiran kamu ngaco banget sih Mel! Kita itu harus berfikir positif, biar yang datang juga positif. Kalau kamu udah pikir negatif, ntar yang datang juga negatif."
"Aku takut kecewa aja Nin, ntar aku udah melayang terbang eh langsung dihempas ke tanah begitu aja. Kan sakit banget, cukup sekali deh di PHP'in sama cowok."
"Enggak lah, aku yakin banget Pak Dimas nggak tipe seperti itu. Udah sana pergi, ntar dia lama lagi nunggu. Trus berubah pikiran, mau?"
"Ih jangan dong, yaudah aku pergi. Doain ya Nin," Seru ku sambil berjalan pergi.
Nina hanya tersenyum sambil mengacungkan jempolnya ke atas.
Dengan perasaan gugup aku masuk ke dalam lift dan menekan lantai 4, tempat ruangan Dimas.
Begitu sampai, pintu lift langsung terbuka dan menampilkan sosok Citra yang cantik.
Dia duduk dan terlihat fokus bekerja di sana.
Gimana kabar hubungan dia dengan Airlangga ya?
Ah bodoh amat deh, terserah mereka aja.
Aku menghampiri meja Citra dan berdehem untuk mengalihkan perhatian nya.
Dia mendongak dan menatapku sinis. "Mau ngapain?"
Ya ampun nih cewek, walaupun udah muka sadis tapi kok tetap tampak cantik sih?
Beda banget sama aku. Kalau udah marah, muka aku pasti kayak emak-emak beranak lima.
"Aku mau ketemu sama Pak Dimas."
"Nggak bisa, Pak Dimas lagi sibuk!" Ucapnya ketus.
"Tapi Pak Dimas sendiri yang nyuruh aku datang ke sini. Ntar kalau Pak Dimas marah, kamu yang tanggung jawab ya?"
Dia menatapku kesal. "Yaudah sana masuk! Awas kalau kamu tebar pesona sama Pak Dimas! Dia itu jodoh aku!"
Aku langsung mendelik dan mengeluarkan ekspresi wajah muntah pada nya. "Mimpi kamu!"
"Bodo amat!" Balas nya sambil menjulurkan lidahnya padaku.
Haha...
Belum tahu aja si Citra kalau aku udah dilamar sama Dimas. Kalau dia tahu, bisa kena epilepsi kali ya si Citra?
Aku jadi nggak sabar lihat nya.
Sebelum mengetuk pintu, aku merapikan tatanan rambutku dulu. Baru setelah itu, aku mengetuk pintu nya sebanyak tiga kali.
TOK!
TOK!
TOK!
Kemudian aku membuka sedikit pintunya dan mengintip ke dalam.
"Loh kok nggak ada orang sih? Kemana Pak Dimas?" Tanyaku bingung saat melihat kursi tempat duduknya kosong.
"Saya di sini," Jawab orang dibalik pintu.
Spontan aku melihat dibalik pintu.
Astaga!
Aku hampir jantungan. Kenapa Dimas dibalik pintu sih?
"Pak Dimas ngapain dibalik pintu?" Tanyaku.
"Lah kamu ngapain ngintip? Kenapa tidak masuk saja ke dalam?"
Iya juga ya? Ngapain coba aku ngintip.
Ah bego!
Bikin malu aja.
"Yaudah masuk Mel, jangan di depan pintu terus." Seru Dimas yang sudah duduk tampan di sofa panjang.
"Oh? Iya-iya...." Jawabku gugup. Saat menutup pintu, debaran jantungku semakin tak menentu. Semoga Dimas nggak dengar detakan jantungku ini.
Setelah berhasil menutup pintu, aku duduk di single sofa yang ada di sebelah Dimas.
Astaga naga....
Tanganku kok gemeteran ya? Padahal aku nggak diapa-apain sama nih orang.
Aku melirik ke kanan, kiri, atas dan bawah. Pokoknya semua sudut ruangan ini aku lihat satu per satu untuk menghilangkan kegugupanku.
"Melodi."
Aku menelan ludah mendengar suaranya yang memanggil namaku dengan sangat lembut.
"Ya," Astaga suaraku kenapa terdengar cempreng banget sih!
"Kamu pasti udah dengar tentang lamaran saya ke orang tua kamu. Saya benar-benar niat ingin menjadikan kamu sebagai pendamping saya untuk seumur hidup. Itupun kalau kamu mau menerima lamaran saya. Maaf, karena saya tidak mengatakan hal itu sebelum nya kepada kamu.
"Saya tahu, kamu pasti terkejut mendengar nya. Tapi yang ada dalam pikiran saya adalah alangkah lebih baik jika saya mendapat restu dulu dari orang tua kamu, baru saya berani mendekati putri nya. Jadi bagaimana Melodi? Saya mau mendengar jawaban langsung dari kamu," Tanya Dimas dengan ekspresi yang super serius.
Ya Tuhan, mengapa hamba jadi bingung mau jawab apa?
Dimas formal banget sih ngomong nya? Kayak orang yang hidup di zaman penjajahan Belanda dulu.
"Hem... saya bingung." Kataku sambil menggaruk kepalaku yang sebenarnya tidak gatal.
Dimas mengernyitkan kening nya. "Bingung kenapa, Melodi?"
"Saya beneran dilamar sama Pak Dimas?" Tanyaku memastikan lagi. Siapa tahu tadi dia tidak sadar.
"Iya," Jawab nya tegas.
"Kenapa tiba-tiba memilih saya?"
Tentu harus ada alasan kan kenapa dia mau melamar aku?
Orang yang izin permisi ke toilet aja punya alasan. Mau pipis atau mau boker. Iya kan?
"Sebenarnya saya sudah lama memperhatikan kamu. Hanya saja, saya tidak pandai bagaimana cara mendekati seorang wanita. Apalagi kamu juga terlihat cuek dan suka menyendiri di kantor ini. Dan kebetulan kita dipertemukan di pesta itu. Kamu status nya masih sendiri, begitu juga dengan saya. Jadi saya pikir itu adalah pertanda kalau sudah saat nya saya harus mengejar kamu."
Kedua mataku mengerjap mendengar penuturan nya. Jadi selama ini, dia udah naksir aku?
O.Em.Ji.
Aaakhhh....
Kenapa ruangan Dimas jadi terasa panas banget ya?
"Jadi bagaimana Mel, keputusan nya?" Tanya Dimas.
"Kalau saya jawab iya, apa kita akan langsung menikah?"
Kedua lesung pipi nya langsung muncul saat dia tersenyum.
"Bagaimana kalau kita saling mengenal selama satu bulan ini dulu? Kalau kamu nyaman sama saya, kita bisa lanjut ke pernikahan. Kamu mau?"
Hem...
Boleh juga ide nya.
Aku pun mengangguk pelan.
"Bagus kalau begitu. Gimana kalau malam ini kita kencan? Kamu setuju?"
Kencan?
Malam ini?
Oke fix!
Aku butuh nafas buatan!
Siapapun tolong aku!
Ingat untuk bernafas Mel!
B.E.R.N.A.F.A.S!
26-November-2016
Selamat malam minggu semua....
Author juga mau malming bareng AAC dulu ya?
Hohoho.....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top