18. Ini pasti mimpi...
Setelah acara pemberkatan di Gereja selesai, acara pestanya pun berlanjut di depan rumah Mega. Orang tua Mega sengaja meminta pesta nya di lakukan di rumah mempelai wanita, karena Mega merupakan anak cewek satu-satu nya.
Acara pesta dangdutan di depan rumah lebih merakyat daripada harus menyewa gedung di hotel mewah. Bukan karena tidak mampu, tapi suasana pesta di kampung rumah lebih terasa feel nya di banding ballroom hotel. Di sana makan harus jaim-jaim, sementara pesta kibotan di sini bebas.
Siapapun yang mau datang boleh, nggak bawa kado ataupun amplop kosong juga boleh. Sumbang lagu di atas pentas juga boleh. Haha....
Aku jadi pingin nyanyi dangdut tapi cacing yang ada di dalam perutku udah pada miscall-miscall minta dikasih makan.
Yaudah deh, aku makan dulu untuk menambah energi.
Aku berjalan ke tempat hidangan makanan. Dan kedua mataku langsung berbinar melihat menu makanan yang tersaji di sana.
Ya Tuhan....
Ini cobaan banget! Aku yakin pulang dari sini, lemak di tubuhku langsung bertambah banyak. Dan bikin kolesterol naik.
Tapi bodoh amat!
Selagi sehat dihajar aja apa yang ada di depan mata. Soalnya kalau udah sakit nggak bakal selera lagi mau makan apa-apa.
Lagian tuh ya, orang yang banyak makan kayak nya jarang sakit deh. Seperti pepatah yang bilang 'Di dalam tubuh yang sehat, terdapat jiwa yang kuat' itu maksud nya kuat makan kan? Iya nggak sih? Aku rasa sih iya.
Eh ini aku kok tanya sendiri jawab sendiri ya? Kayak orang gila jadi nya.
Gak apa-apa deh gila, yang penting makan gratis cuy!
Tanganku menyendok semua menu makanan yang enak di sana ke dalam piringku. Habis ini aku harus cari lapak meja sendiri, biar nggak di ganggu orang. Hihihi....
Aku menarik rok kebayaku sedikit ke atas, yaelah susah amat gerak kalau udah pakai baju beginian. Ini lagi, kamisol nya pakai acara turun-turun ke bawah lagi. Ketahuan deh kalau dua aset milikku ini kecil.
Aku meletakkan piring di atas meja sebentar, lalu membenarkan posisi kamisol kebayaku. Heran deh, badan aku berlemak tapi kok dadaku rata gitu ya? Lemak nya cuma numpuk di perut, muka, paha, sama lengan. Kenapa lemak nya nggak lari ke dada aja sih? Biar sama kayak punya Citra. Gede dan menantang ke depan.
Hahaa...
Tapi berat nggak sih bawa dua gunung segitu besar nya? Kayak nya enggak deh, bukti nya si Citra bisa jalan seimbang kok mengikuti gaya gravitasi bumi.
Kalau dadaku kecil gini, kira-kira bisa nyusui anak aku nggak ya? Kasihan banget nanti nasib nya.
Kayak nya nanti yang jadi suami aku harus extra keras deh tiap malam. Kata orang kalau dada kita sering di pegang cowok, itu bisa bikin gede. Aku nggak tahu itu benar atau enggak. Kayak nya aku harus mencoba nya untuk membuktikan tapi nanti kalau udah resmi nikah dong. Biar lebih nikmat dan berasa gitu, terus nggak perlu takut dosa waktu praktek nya.
Tapi yang jadi pertanyaan nya, EMANG SIAPA YANG MAU NIKAHI KAMU MELODI?!
Pikiran jauh banget ke hal yang mesum-mesum, imajinasi juga udah super tinggi tapi cowok nggak punya.
Hadeuhhhh....
Khayalan anak perawan!
Aku menghela nafas sambil mengambil piringku kembali. Mataku hampir saja copot saat melihat Dimas sedang berjalan kemari.
Aiist....
Aku harus cepat-cepat menghilang dari sini, sebelum si Manajer datang. Bukan nya aku takut sama dia, tapi ini demi menjaga kesehatan jantungku. Soal nya tiap di dekat Dimas, jantungku pasti dag-dig-dug nggak karuan gitu. Padahal aku nggak di apa-apain, dahsyat banget kan?
Lagian aku orang nya gampang baperan banget, jadi aku nggak mau mengharap lebih sama sosok Dimas. Terlalu sempurna untuk jadi suami.
Susah emang jadi orang jelek. Nggak laku, dihina. Kalau laku, di bilang melet atau jampi-jampiin. Serba salah cuy!
Dengan gerakan cepat, tanganku mengambil semua makanan dan meletakkan di atas piringku. Setelah itu aku langsung pergi mencari meja paling jauh.
Namun di saat sedang asik makan sendiri, eh dia malah datang menghampiri mejaku.
"Saya boleh ikut gabung nggak di meja ini sama kamu?"
Sial!
Dengan susah payah aku menelan nasi yang ada ditenggorokan ku ini karena mendengar pertanyaan nya itu.
Aku pun langsung meminum air putih satu gelas penuh. Lalu menganggukkan kepaka untuk memberi jawaban pada nya.
Dimas menarik kursi yang ada di sampingku. Mataku melirik makanan yang ada di atas piring nya. Lalu membandingkan nya dengan piringku.
Gila!
Dikit banget!
Makanan yang ada di atas piringku setinggi gunung Himalaya. Lah punya dia setinggi salah satu gunung kembar milikku. Dikit dan jauh banget perbandingan nya.
Aku yang terlalu rakus atau Dimas yang lagi nggak selera makan ya?
Harus nya kan cowok yang makan nya banyak dan cewek makan nya dikit. Ini kok jadi terbalik ya? Aku jadi malu. Ah nggak selera makan deh.
Aku langsung meletakkan sendok dan garpu pada kedua sisi tepi piring.
"Loh, udahan makan nya Mel?" Tanya si Manajer.
Aku tersenyum sambil mengangguk. Padahal dalam hati gondok banget.
"Saya juga sebenarnya belum lapar banget, jadi saya ngambil dikit makanan nya. Sayang terbuang nanti nya." Lanjut Dimas lagi.
Oohh....
Pantes makan nya dikit.
Berarti, aku bukan rakus dong ya? Makan lagi deh kalau gitu, kan kata si Manajer tadi sayang makanan nya kalau dibuang.
Hahaa....
"Saya jadi merasa berdosa kalau nggak habisin makanan di piring ini. Untung Pak Dimas ngingatin tadi," Kataku sambil mengambil garpu dan sendok ku lagi.
Eleh-eleh.... Melodi!
Pandai banget sih ngeles nya! Hahaa....
"Iya bagus dihabisin Mel," Ujar Dimas.
Aku mengangguk pelan. Lalu kami berdua pun makan bersama sambil menikmati alunan lagu yang di nyanyikan oleh biduan dangdut di atas pentas.
Selesai makan, dia mengajakku ngobrol santai. Awal nya seputar kerjaan di kantor, cerita Mega dan Damar, terus ke hobi, serta film kesukaan.
Sampai akhirnya Mamaku tiba-tiba datang dan ikut gabung bersama kami.
Sial!
Ini nama nya celaka dua belas, keadaan darurat banget!
Aku dapat melihat pancaran mata Mama saat memandang Dimas. Kemudian mata Mama melirikku seolah mengatakan kalau ritual mencuri bunga melati pengantin itu berhasil.
Padahal Mama nggak tahu, kalau aku gagal mengambil bunga melati nya.
"Jadi nama kamu siapa?" Tanya Mama dengan senyum riang sekali.
"Dimas Tante," Jawab si Manajer sopan dan ikut tersenyum juga.
"Saya ini Mama nya Melodi, dia anak paling sulung di keluarga. Dia juga punya adik perempuan, nama nya Gita. Kalau Dimas, punya berapa bersaudara?"
"Saya anak tunggal Tante."
"Oh anak tunggal. Udah punya pacar belom?"
Oh sial!
Jantungku hampir copot mendengar pertanyaan Mama.
Aku melirik ke arah Dimas yang ternyata sedang melihatku juga. Mungkin Pak Dimas syok juga karena pertanyaan spontan dari Mama ku tadi.
Mama apaan sih pakai tanya itu segala, bikin malu Melodi aja. Aku memasang wajah memelas ke arah Dimas sebagai permintaan maaf pada nya. Tapi dia nya malah tersenyum. Lalu menatap ke arah Mama lagi.
"Belum Tante, saya masih sendiri."
What?!
Si Manajer kece ini masih single?
Yes... ini bisa aku jadikan bahan gosip sama Nina nanti.
"Wah, berarti kamu samaan dong sama Melodi. Dia juga lagi sendiri," Ucap Mama.
Ampun deh....
Ucapan Mama itu semacam kode keras banget ke Dimas. Mama apa-apaan sih? Mana di kata-kata terakhir di kasih penekanan banget. Seolah-olah dan seakan-akan lagi mempromosikan aku ke Dimas.
Panas....
Gerah....
Itu yang aku rasakan kini.
Sebaiknya aku pergi, aku nggak mau dengar pertanyaan si Mama lagi. Sumpah aku malu banget sama Dimas. Aku melotot pada Mama saat sedang melihatku, dan Mama hanya mendelik saja.
Ah kesal banget!
Tanpa permisi, aku pergi meninggalkan mereka berdua.
Bodoh amat deh di bilang nggak sopan. Daripada aku gila sendiri di sana karena ulah Mama.
Aku berjalan di samping panggung sambil menatap biduan dangdut nya yang sedang nyanyi dan berjoget.
Aku pingin nyanyi di atas, tapi takut semua orang pada kabur nanti.
"Kak Mel!"
Aku menoleh ke arah belakang.
"Kak, kita duet nyanyi yok?" Ajak Gita semangat.
"Mau sih, tapi ntar kita dimarahin sama Papa lagi."
"Ih ini kan acara pesta kawinan, nggak masalah deh kalau kita nyanyi."
Aku tersenyum. "Iya juga ya."
"Iya Kak, udah ayok. Kita naik ke atas pentas."
Gita menarik tanganku saat penyanyi biduan nya sudah selesai bernyanyi.
Kami berdua tertawa saat sudah berada di atas pentas. Sumpah ya, ini gokil banget!
Kemudian Gita mendatangi para pemain musik nya untuk kompromi lagu yang ingin kami bawakan.
Lalu terdengarlah alunan musik dangdut lagu Meriang (Merindukan Kasih Sayang) yang di populerkan oleh Cita-citata.
Aku dan Gita mulai menggoyangkan kedua jempol tangan sambil menggelengkan kepala.
Semua para tamu undangan tertawa dan memandangi kami dari bawah sana.
Sial! Belum nyanyi aja, mereka udah ketawa. Gimana lagi kalau udah nyanyi coba?
Gita memberi kode padaku, untuk mulai masuk ke bait lagu nya.
Aku pun mulai bernyanyi dan mengeluarkan suara cempreng milikku. "Sudah lama... aku tak jumpa dengan kamu. Sudah lama... kamu tak memperhatikanku. Rindunya hatiku... rindu ingin bertemu.
Ku ingin dirimu... s'lalu di sisiku...."
Kemudian aku dan Gita menyanyikan reff nya bersama. "Aku meriang, aku meriang.
Aku meriang merindukan kasih sayang. Aku meriang, aku meriang. Aku meriang aku butuh perhatian.
"Aku meriang, aku meriang.
Aku meriang merindukan kasih sayang. Aku meriang, aku meriang. Aku meriang aku butuh kamu sayang
Aku meriang...
Aku meriang...
Para tamu undangan dan sang pengantin tertawa terpingkal-pingkal melihat aksi kami berdua.
Aku bahkan dapat mendengar salah satu teriakan tamu yang mengatakan suara kami hancur banget.
Tapi bodoh amat. Kami tetap lanjut bernyanyi.
Namun ada sesuatu yang menarik perhatianku. Siapa lagi kalau bukan si Manajer kaku alias Dimas.
Di saat orang tertawa karena lucu dengan aksi kami berdua, dia malah diam duduk tenang dan memandangku sambil melipatkan ke dua tangan nya di depan dada.
Aku tidak tahu arti tatapan nya itu apa. Yang jelas dia sudah mengunci pandanganku sehingga aku tidak bisa memandang ke arah yang lain lagi.
Bahkan aku tidak memperdulikan colekan tangan Gita pada pinggangku.
"Kak Mel!" Ucap nya sambil mencolekku.
"Ih... Kak Mel budek ya?"
"Apaan sih Git?!" Tanyaku frustasi.
"I-itu... Papa lihatin kita di sana," Gumam Gita seraya menunjuk ke arah Papa yang sedang melihat kami berdua dengan tatapan sinar laser nya.
Mampus!
Alamat sampai di rumah bakalan di ceramahin satu hari satu malam ini.
Tanpa menyelesaikan lagu, kami berdua langsung turun dari panggung saat melihat pergerakan bibir Papa yang menyuruh kami untuk berhenti bernyanyi.
"Kamu bilang Papa nggak ada di sini!" Protesku pada nya.
"Tadi emang nggak ada di sini kok Kak."
"Terus ini gimana?"
"Yaudah kita minta tolong ke Mama aja. Tadi Gita udah minta izin ke Mama kok mau nyanyi."
"Beneran?" Tanyaku.
Gita mengangguk. "Iya Kak."
Ya semoga saja uang bulananku tidak di potong Papa karena aksi konyol ini. Aku kan mau beli tas terbaru yang menjadi incaranku bulan ini.
*****
Dan pada malam hari nya, apa yang aku takutkan pun terjadi.
Sekarang aku dan Gita sedang di ceramahi oleh Papa di ruang tengah rumah.
"Yang nyuruh kalian berdua nyanyi siapa? Papa kan udah pernah bilang, jangan nyanyi lagi! Kalian nggak ingat kejadian dulu ya? Tetangga sebelah rumah kena serangan jantung karena dengar suara kalian?"
Aku dan Gita berlomba semakin menundukkan kepala kalau udah dengar Papa marah. Kalian bisa bayangin padi berisi semakin yang semakin menunduk? Yah begitulah kepala kami saat ini. Papa itu jarang marah, tapi kalau udah marah ngeri banget.
"Jangan menunduk! Nanti kalian tidur, pas Papa ngomong gini."
Aku dan Gita langsung menegakkan badan dan kepala kami.
Gila!
Berasa kayak lagi wajib militer cuy!
"Ini yang terakhir kali Papa ingatkan ya. Jangan nyanyi lagi. Untung para tamu undangan nya nggak ada yang stroke, kalau ada Papa bisa rugi karena ulah kalian. Punya anak gadis kok nggak ada yang bagus suara nya, ini pasti niru Mama kalian tingkah nya."
Mama yang tiba-tiba datang dan mendengar pun langsung protes. "Oh gitu ya Pa, kalau ada yang jelek nya itu kesalahan Mama. Coba kalau ada yang berprestasi, pasti bilang nya niru Papa nya."
"Memang begitu kenyataan nya. Tingkah laku dan suara mereka ini meniru Mama," Sahut Papa lagi.
"Dulu aja waktu jaman pendekatan, bilang suara Mama bagus dan Merdu. Sekarang malah bilang jelek."
"Itu kan trik lelaki untuk menarik hati perempuan. Bukti nya Mama klepek-klepek'an sama Papa?" Goda Papa sambil menaikkan kedua alis nya.
Aku dan Gita hanya saling memandang melihat kekonyolan Mama dan Papa.
"Iyalah, kan cuma Papa yang bisa menggetarkan hati Mama pas muda dulu." Balas Mama dengan malu-malu.
Tiba-tiba Gita membisikkan sesuatu padaku. "Kak, Gita nggak mau punya adek lagi."
"Kamu pikir Kakak mau? Gila aja, punya adek di usia kakak yang udah 25 tahun gini." Kataku pelan.
"Ekhem!"
Aku dan Gita menoleh ke depan saat mendengar suara Papa.
"Melodi," Panggil Papa.
"Iya?"
"Papa dan Mama mau menyampaikan kabar gembira untukmu."
Please jangan bilang mau bikin program adek baru lagi.
Melodi nggak mau Pa... Ma....
Papa memegang kedua bahuku dan menatapku serius. "Selamat sayang, akhirnya ada seorang lelaki yang datang menemui Papa secara langsung untuk melamarmu."
Aku menghela nafas saat tidak mendengar kalimat program adek dari bibir Papa.
Tapi....
WHAT?!
Ada lelaki yang melamarku?!
Siapa?!
"Hah? Kak Mel dilamar? Siapa lelaki nya Pa?" Tanya Gita yang juga terkejut.
Kemudian Papa dan Mama secara serentak menjawab. "Nama nya Dimas Nagendra."
"Dimas? Dimas yang satu meja sama Melodi tadi itu Ma?" Tanyaku kaget.
"Iya," Jawab Mama mengangguk.
Spontan aku menutup mulutku dengan tangan.
Nggak mungkin!
Ini pasti mimpi!
Siapapun tolong bangunkan aku sekarang juga.
17-November-2016
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top