2

Maaf kalo ada typo ya.. please vote n koment... tq

***

Kemo pertama telah dilalui dengan penuh perjuangan, meyakinkan diri dan bersahabat dengan kenyataan itu memang butuh proses. Semua rasa yang tak mengenakkan sedikit demi sedikit aku terima. Kondisiku pun selalu up and down, kadang aku semangat dan tak sedikitpun rasa menyerah itu menyerang. Tapi, suamiku Hendi selalu membuat aku merasa penuh, penuh cinta dan sayangnya.

Anak-anakpun telah aku beritahu perihal penyakitku. Mungkin Ratih bisa menerima penjelasanku karena usianya juga hampir dewasa tapi tidak dengan adik-adiknya.

"Ma, semangat ya, mbak Ratih selalu berdoa buat mama," ujar Ratih dengan raut datarnya.

Kedua jagoanku hanya tahu jika aku sakit parah. Dan dengan polosnya bungsuku menyeletuk begini, "Ma, kalau mama kena kanker berarti mama akan mati ya mah," aku tersenyum kecut.

"Kalo mama nurut pak dokter, pasti mama sembuh, ya kan ma?" kedip suamiku.

"Iya... makanya Rangga jangan putus sholatnya, doain mama juga ya Nak," sambil kubelai surai rambutnya yang lebat.

"Tuh Mas... sholatnya jangan sampai kelupaan, kadang jumatan, tapi banyak malesnya," Rangga menegur Mas nya.

"Berisik," Riko berlalu sambil menoyor kepala adiknya.

Dan lagi-lagi, rumah kembali ribut dengan pertengkaran mereka.

Memastikan anak-anak telah tidur, aku dan Hendi berada diruang tengah, sambil Hendi membawaku dalam dekapannya. Kami hanya diam dan menikmati kebersamaan ini. Suamiku ini memang cenderung tidak banyak bicara tapi kalo sudah berhadapan dengan anak-anak, dia lebih cerewet daripada aku.

"Mas, ehm besok itu kita kontrol kan? Kita harus cek laboratorium lagi ya? Setiap mau kemo aku harus di cek laborat lagi, ditusuk lagi sama jarum suntik. Dipikir ga sakit apa ditusuk-tusuk pakai jarum gitu. Nich Mas, udah banyak biru-biru tanganku," keluhku sambil menunjukkan tanganku yang sering diambil darahnya.

"Iya memang prosedurnya seperti itu sayang, biar tahu kondisi kamu saat kemo, terutama kan Hb dan Lekositnya. Kalo kedua itu sesuai standart ya kamu lanjut kemo. Makanya yang, agar lancar treatmentnya, kamu harus semangat makannya, terutama mengkonsumsi protein tinggi, sayur dan buah. Kamu itu disuruh makan buah aja susahnya minta ampun," jelas suamiku.

Aku tersenyum sambil mencium pipi kanannya, "suami siapa sih koq tumben ngomongnya kali ini panjang banget," kekehku.

"Tapi Mas, besok kamu kembali ijin lagi ya? Ga apa-apakah? Aku ga enak kalo kamu ijin terus," kembali aku sedih memikirkan pekerjaan suamiku. Jujur, aku memang jadi sangat sensitif sekali perasaannya. Jika ada hal kecil aja yang kurang berkenan, membuat aku jadi nangis dan bad mood.

"Insya Allah tidak apa-apa, aku juga udah jelasin ke Kepala Kantor keadaan kamu, dan bahkan temen-temenku bilang kalo belum sempat menjengukmu," sahut Hendi sambil membelai tanganku.

Kutegakkan badanku dan aku berhadapan dengan suamiku. Sambil berhitung, aku berkata kepada suamiku, "Mas, masih 5 kali ya kemonya, koq sepertinya lama sekali."

"Bukan masih tapi tinggal 5 kali. Kalo masih itu kesannya lama tapi kalo tinggal itu kesannya sebentar lagi akan berakhir. Sudahlah, berdoa saja besok hasilnya baik-baik saja, jadi kemonya juga selesai sesuai rencana. Nurut ya Yang apa yang dokter dan aku katakan, toh itu juga buat kebaikanmu. Yakin semua akan indah pada waktunya," terang Hendi.

Selalu bisa membuat hatiku tenang. Kembali aku didekap olehnya, dan tak lama kemudian aku tertidur. Tertidur didekapannya aku merasa nyaman dan terlindungi. Berharap esok, hasil cek laboratku bagus dan aku bisa melanjutkan kemo ku yang ke 2. Semoga...

***

Pagi ini aku bersiap ke Rumah Sakit Harapan. Aku itu selalu takut akan jarum suntikan. Karena aku itu tidak pernah tahan sakit. Kalo sakit aku lebih sering ngomel dan ngedumel. Tapi, setelah aku tervonis penyakit ini, aku berusaha membiasakan diri dengan segala urusan persuntikan.

"Jangan lupa berkas-berkasnya sayang," Hendi mengingatkanku.

"Sip sudah semua, siap berangkat yang," nadaku kubuat seriang mungkin.

"Nah gitu donk semangat, aku juga jadi ikutan semangat, sini aku kiss dulu, biar kita bisa saling menguatkan," Hendi mengecup kening dan bagian bibirku agak lama.

"Modus," cibirku, tapi tetap tersenyum kepada kekasih hatiku.

"Tapi suka kan?" ujar Hendi sambil mengedipkan mata dan merangkul bahuku menuju mobil. Kenapa suamiku jadi genit gini, ckck..

Didalam mobil, aku memang sedikit tegang. Lagi-lagi aku harus ke Rumah Sakit pikirku.

"Kenapa jadi diem? Tadi keliatannya semangat, ini loyo lagi sich," meletakkan tangan kirinya ke tanganku, dan digenggamnya erat.

"Mas, rasanya nano nano perasaanku dan badanku. Antara takut cek lab, takut hasilnya ga bagus terus kemo tersendat. Kemudian ngerasain badanku yang ga karuan. Kemarin ga bisa pup, badan sakit semua, sekarang udah lumayan Mas, tapi kalo kemo lagi pasti seperti kemarin," keluhku sambil menatap jalanan dengan mata yang berkaca-kaca.

Diambilnya tangan kananku dan dikecupnya. Suamiku tak berkata apa-apa hanya aku tau dia juga sedih dan berusaha tegar dihadapanku. Kupalingkan kepalaku menghadap Hendi, dan posisiku dudukku sedikit menyamping, aku menatapnya dalam diam, hanya mampu berkata dalam hati, terima kasih suamiku...

Setelah pendaftaran beres, aku pun menunggu giliran untuk cek lab. Kulihat ada seorang anak kecil menangis mungkin masih berumur sekitar 2 tahun, rewel sekali sampai orangtuanya kewalahan. Aku pun beranjak dari tempat dudukku dan menghampiri si anak yang menangis.

"Ikut tante yuk... liat-liat ikan disana," kutunjuk aquarium yang tak jauh dari laborat. Dan dia menyambut uluran tanganku. Membawa anak ini dalam dekapanku dan kubawa melihat-lihat ikan yang ada di aquarium. Dan tangisnya pun mereda. Tak lama ibunya si anak dalam gendonganku menghampiri dan meminta anaknya kembali. Aku menyerahkan, karena anak kecil yang cantik ini sudah tidak menangis lagi.

"Si cantik ini sakit apa bu?" tanyaku sambil membelai rambutnya yang sedikit berantakan.

"Leukimia mbak. Ini mau cek lab," sahut si ibu. Seketika air mataku mengalir. Kuusap kepalanya dengan sayang. Aku menangis dalam diam sambil menatap sendu si anak kecil yang cantik jelita ini.

"Yang sabar ya Bu, si Adik pasti sembuh," ujarku.

"Iya Mbak, saya tahu ini ujian terberat saya dan suami, tapi kami yakin Nayla sembuh, ya kan Nak," sahut ibu itu sambil tersenyum dan menimang anaknya yang mulai rewel kembali.

Aku kembali ketempat dudukku sambil menangis. Kuletakkan kepalaku ke pundak suamiku.

"Mas, anak sekecil itu udah kena kanker darah. Ya Allah, aku sepertinya ikut ngerasain apa yang dia rasakan. Disuntik sana sini, disuruh minum obat yang pasti akan ga enak. Rasanya ga adil kalau Allah memberikan penderitaan kepada anak itu ya Mas," keluhku.

"Allah itu tidak akan memberikan cobaan melebihi batas kemampuan umatNya. Dan kamu harus yakin bisa melalui ini semua dan liat orang tua anak itu, sabar banget dan kelihatan ikhlas," terang suamiku.

"Andai boleh memilih, pasti orang tua anak itu meminta agar dirinya saja yang kena penyakit itu. Sama seperti aku, aku juga ingin menggantikan semua rasa sakitmu. Tapi Allah memilihmu dan memilih anak itu karena Allah tau kamu dan dia bisa melewatinya," tambah suamiku sambil mengecup puncak kepalaku.

"Percaya sayang, setiap proses itu ada endingnya, setiap jalan pasti ada ujungnya, setiap masalah pasti ada penyelesainnya dan setiap cobaan pasti ada hikmahnya," suamiku berkata lagi dan menunjuk kalo aku sudah dipanggil perawat untuk melakukan cek darah.

Serangkaian tes sudah aku lalui dan hasilnya aku ambil sewaktu akan kontrol dengan dr. William, dokter onkologi yang menanganiku.

***

Dan disinilah aku dan Hendi, dihadapan dr. William. Dokter yang aku bilang seperti Ahok. Wajahnya menenangkan, tutur kata juga lemah lembut. Bertemu beliau membuat aku selalu semangat. Dengan serius dr. William melihat hasil laboratku. Dan Alhamdulillah bagus.

"Ibu Hani, hasilnya bagus, Hb dan Lekositnya stabil. Saya harap bisa seperti ini sampai kemo terakhir ya Bu. Kira-kira Ibu ada keluhan apa selain mual muntah?" tanya dr. William.

"Rambut saya sudah rontok dok, lidah ini koq rasanya tidak bisa merasakan apa-apa, dan setelah kemo saya susah buang air besar," aku menjelaskan kondisiku.

"Ooo sudah rontok ya bu, tidak apa-apa ya bu, nanti juga akan tumbuh lagi. Setiap penderita kanker saat kemo berbeda-beda reaksi obatnya didalam tubuh. Ada yang diare, ada yang sariawan, ada yang menghitam badannya. Begitu juga dengan Ibu, lidah tak merasakan apa-apa juga efek samping dari kemo itu sendiri. Itu tidak apa-apa, nanti setelah kemoterapi selesai, berangsur-angsur pulih kembali. Dan untuk pup yang susah. Sebaiknya, seminggu sebelum kemo makan buah pepaya, kalo bisa tiap hari, agar setelah kemo bisa pup seperti biasa," terang dr. William

"Dok, kira-kira makanan apa saja yang dipantang dan prioritas saat ini?" tanya suamiku.

"Makan apa aja boleh asal hindari 4 P (Pewarna, Pemanis, Penguat rasa, dan Pengembang), saran saya lebih banyak putih telur dan ikan kutuk, itu bagus untuk meregenerasi tubuh yang terkena kemo," terang dr. William panjang lebar.

"Siap untuk kemo ke 2 kan besok Bu Hani? Tetap semangat ya..." tambah dr. William.

Kami pun mengangguk dan berterima kasih atas segala penjelasannya. Kami berdua pamit untuk pulang.

Dalam perjalanan pulang, aku hanya terdiam.

"Besok pas kemo, kamu mau makan apa?" tanya suamiku.

"Hmmm... aku mau salad mas, tolong belikan untuk besok ya," ujarku sambil tersenyum.

"Siap Ndoro Putri, apapun keinginanmu, akan hamba laksakan," kelakar suamiku. Aku tertawa melihat tingkahnya. Melihat betapa semangatnya Hendi, membuat aku ikutan semangat. Sambil tersenyum dan penuh percaya diri, dalam hati aku berkata... BESOK AKU SIAP UNTUK KEMO KE 2.

***

Akhirnya bisa update juga hehehe

Mungkin aku bisa seminggu 2x update, kalo ada waktu bisa lebih.

Terima kasih yang sudah membaca ....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top