• IMAGINATION •

Made by : Ostribae_
Project sekai © Colorful Pallete
----------------------------------------------------------------------

"Asahina-san, hebat sekali ya! Bisa semuanya, benar-benar seperti siswi sempurna dengan wujud malaikat."

Mendengar pujian yang sama untuk kesekian kalinya rasanya benar-benar membuat gadis itu— Mafuyu, tersenyum tipis. Tak ada perasaan tersanjung atau semacamnya. Karna itu semua terdengar seperti bualan di telinganya.

"Asahina-san, bisa bantu aku dengan ini?"

"Ah, boleh. Sebentar, ya? Aku bantu dia dulu."

Pagi yang tak jauh berbeda daripada biasanya. Sekarang Mafuyu hanya ingin segera pulang dan melepas 'topeng' menyebalkan ini.

Menggunakan topeng Asahina Mafuyu yang sempurna tanpa celah seperti yang selalu dia dengar. Padahal dia tidak sempurna, ada banyak celah di sudut hatinya hingga hati itu mati.

Tapi, yasudahlah. Mafuyu tidak bisa menolak mentah-mentah predikat yang sudah semua orang sematkan padanya. Pada akhirnya dia tetap membantu teman sekelasnya tanpa masalah.

Di tengah siang yang tenang, tiba-tiba suara ledakan terdengar cukup keras hingga membuat para siswa berlari menuju jendela untuk mengintip apa yang terjadi.

Suara ledakan yang berasal dari lapangan menarik perhatian Mafuyu. Gadis itu berlari menuju jendela untuk melihat siapa yang membuat ledakan itu, manik ungu gelapnya menyipit. Mendapati ternyata hanya ada pemuda bersurai ungu entah kenapa membuat hati kecilnya kecewa.

'Bukan dia lagi.' batinnya kecewa. Gadis itu kembali berbalik untuk membantu teman-temannya lagi. Dia tidak mengerti kenapa dia selalu kecewa acapkali mendapati pemuda aneh bernama Rui itu sendirian. Rasanya ada yang janggal dalam sudut pandang Mafuyu.

Tapi, otaknya seperti sulit mengingat apa yang tengah dia cari. Rasanya ada banyak sekali rasa rindu, tapi gadis itu tak pernah mengerti kemana rasa rindu itu ingin berlabuh.

Setiap memikirkannya, kepalanya terasa pening. Persis seperti saat Kanade menanyakan perasaan apa yang dia rasakan ketika mendengarkan lagu barunya.

Ada perasaan bergejolak, namun sulit Mafuyu pahami apalagi jelaskan. Tapi, karna Mafuyu tidak peduli, dia pun memutuskan untuk mengabaikan perasaan tersebut.

"Asahina-san, apa kau akan ikut festival tanabata besok?"

"Festival tanabata? ah, sudah tanabata, ya? kurasa tidak. Karna aku harus belajar."

"Ahh, sayang sekali! Kau benar-benar anak yang rajin sekali, ya?"

Mafuyu hanya tersenyum penuh arti. Tatapannya menggelap, menyebalkan. Bisakah orang-orang berhenti memujinya? Mafuyu benar-benar muak.

Bunyi bel tanda pelajaran selanjutnya dimulai menyudahi kebisingan di sekitarnya. Mafuyu menghela nafas lalu kembali duduk. Pikirannya melambung, memikirkan soal Tanabata.

Kapan terakhir kali dia pergi ke Tanabata?

Rasanya sudah lama sekali dan kenapa tiba-tiba dia berhenti ke Tanabata?

— ⛓️ —

Mafuyu memandangi buku-bukunya dengan tatapan gusar. Perasaannya tidak nyaman mengingat Tanabata, gadis itu pun melirik kalender di sudut kamarnya.

Ada lingkaran merah yang sudah dia coret-coret asal pada tanggal 7 Juli. Kenapa ya? kenapa Mafuyu melakukan itu?

"Mafuyu, sekarang itu festival! Berhenti belajar dan aku sudah hampir mati karna bosan menunggumu di gerbang festival."

Siapa?

Mafuyu menyambar jaketnya, berjalan cepat keluar kamar dan menguncinya. Mengabaikan bahwa Mafuyu tidak boleh keluar malam atau orang tuanya akan memarahinya habis-habisan.

Tapi, anehnya orang tua Mafuyu tidak menghentikan Mafuyu. Membiarkan gadis itu berlari keluar rumah, menuju festival.

"Kupikir kau akan memakai Yukata. H-Hah?! A-Aku tidak berharap!"

— ⛓️ —

Suara riuh dari kejauhan semakin terdengar. Mafuyu berjalan tertatih dengan tatapan kosong. Kenapa dia kemari pun dia tak mengerti.

Dengan langkah gontai, Mafuyu berjalan menyusuri lingkup festival yang ramai. Pandangannya menelusuri tiap sudut festival.

Kenapa suasana ini terasa menyakitkan? Mafuyu benci keramaian ini, rasanya hampa karna tidak ada yang membawanya dalam keramaian ini.

Tapi, siapa?

"Mafuyu?! Apa yang kau lakukan disini?!"

Mafuyu menoleh cepat. Lagi-lagi dia kecewa karna bukan itu yang dia cari. Sesosok Kanade diikuti Mizuki serta Ena dibelakangnya. Kanade terlihat cemas memandangi Mafuyu, walau biasanya tatapan Mafuyu selalu kosong tapi kali ini berbeda.

"Tidak biasanya kau pergi ke festival sendiri. Apa kau habis terbentur atau semacamnya?" tanya Mizuki asal dan mendapat jitakan dari Ena yang kesal dengan mulut Mizuki.

"Kau baik-baik saja, Mafuyu?" tanya Ena akhirnya. Mafuyu mengangguk pelan, memegang kepalanya yang tiba-tiba pening dan tubuhnya sedikit oleng.

"Whoa! hati-hati, kawan!" ucap Mizuki yang menahan tubuh Mafuyu.

"Terima kasih."

Ke-3 temannya itu berpandangan satu sama lain lalu menatap Mafuyu iba membuat gadis itu bingung.

"Kau benar-benar sudah tidak apa-apa pergi ke festival seperti ini?"

"Tidak apa-apa?"

Tatapan Kanade membulat lalu memeluk Mafuyu erat membuat Mafuyu bingung.

"Mafuyu, dia sudah pergi. Kau takkan menemukannya lagi disini."

Sedetik kemudian Mafuyu tersadar. Mafuyu akhirnya ingat siapa suara yang selalu menenangkannya di kala dirinya sedang gila karna keadaan rumah.

Akhirnya, Mafuyu ingat kenapa dia begitu membenci Tanabata. Otaknya terlalu takut dan bersedih dengan apa yang terjadi hingga memutuskan untuk melupakan semuanya.

"Kanade, aku merindukannya. Aku ingin bertemu dengannya."

— ⛓️ —

Setahun lalu ....

"Apa yang kau tulis?"

Pemuda bersurai emas itu tersenyum lebar dengan wajah bangga khasnya. Mafuyu selalu tersenyum geli dengan tingkahnya yang bodoh itu.

"Hohoho, tentu saja rahasia!"

Mafuyu hanya tertawa kecil. Yasudahlah, Mafuyu bisa mengintipnya nanti saat pemuda itu menggantungkannya.

"Tinggi sekali, ya?"

"Hm? kau ingin menggantungkannya disana? kenapa tidak di bawah sini saja, lebih mudah digapai dan masih banyak tempat yang kosong."

"Tidak bisa begitu! Kamu pernah dengar rumornya tidak sih?"

"Rumor?"

"Katanya, semakin tinggi Tanzaku kita gantung, maka permohonannya semakin cepat didengar para dewa dan tercapai."

Mafuyu mangut-mangut tanda mengerti. Tapi, gadis itu tidak mempercayai ucapan kekasihnya yang lebih cocok disebut bualan itu. Mirip dongeng anak-anak sebelum tidur.

"Tsukasa, terlalu berbahaya memanjatnya. Lebih baik gantungkan saja di dekat sini." tegur Mafuyu berkacak pinggang melihat kekasihnya— Tsukasa, berniat memanjat.

Tapi, bukan Tsukasa namanya jika tidak keras kepala. Pemuda itu tetap ngotot memanjat hingga akhirnya Mafuyu membiarkannya. Saat mengikat Tanzaku-nya tiba-tiba angin bertiup lumayan kencang hingga membuat Tanzaku Tsukasa melayang jauh.

Tsukasa menggerutu sebal sembari segera turun dan mengejar Tanzaku-nya. Mafuyu berlari kecil mengikuti Tsukasa di belakangnya.

Naas, Tanzaku itu berhasil Tsukasa dapatkan di tengah jalan raya dan sebuah truk berkecepatan tinggi yang remnya rusak menghantam tubuh Tsukasa tepat dihadapan Mafuyu hingga tubuh Tsukasa terlempar.

"TSUKASA!"

Mafuyu berteriak histeris, menangis sesenggukan memeluk tubuh Tsukasa yang berlumuran darah. Tangannya masih menggenggam kertas Tanzaku-nya. Saat genggamannya terlepas, Tanzaku itu terjatuh dari tangannya.

Mafuyu bertambah menangis histeris membaca permohonan Tsukasa.

"Kuharap setelah ini, Mafuyu bisa menemukan kembali senyumannya."

The End.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top