•ANTISOSIAL & NANA•

Pairing : Lee Jeno × Na Jaemin
Author : GyuKyuStory


Ini tentang Lee Jeno, yang memiliki Trauma dan Phobia yang membuatnya menjadi antisosial. Menjauh dari keramaian, hidup sendiri ditemani bayang-bayang kelam masa kecilnya, dan menjalani hidupnya yang monoton dengan perasaan gelisah yang selalu melanda.

Trauma merupakan suatu keadaan dimana rasa takut yang muncul karena kekerasan, kecelakaan, atau hal lainnya yang pernah di alami. Sehingga trauma biasanya muncul karena kejadian masa lalu. Sedangkan phobia merupakan rasa ketakutan berlebih akan suatu hal tertentu bisa karena benda, tempat atau situasi tertentu yang tidak masuk akal.

Jeno memiliki trauma akan suara keras seperti bentakan atau suara kendaraan-kendaraan besar, karena saat kecil ia selalu di siksa orang tua tirinya.

Orang yang mengalami trauma akan cenderung mengingat kejadian-kejadian yang pernah dialaminya. Dengan begitu, fokusnya untuk hal lain bisa teralihkan, bahkan akan kesulitan dalam menerima pelajaran. Cukup disayangkan, karena untuk menunjang perkembangan otak, seseorang membutuhkan konsentrasi dan rasa aman.

Jeno yang sedari lahir hidup bersama keluarga angkatnya itu juga memiliki phobia akan keramaian. Fobia keramaian atau enochlophobia yakni kecemasan yang muncul ketika berada di kerumunan banyak orang. Fobia adalah rasa takut berlebihan dan juga tak biasa pada suatu hal yang spesifik. Salah satu fobia yang umum banyak orang derita yakni enochlophobia atau fobia keramaian.

Penderita enochlophobia biasanya akan merasa tertekan, cemas, dan tak berdaya saat berada di keramaian.

Di umur nya yang sudah menginjak 20 tahun ini Jeno hidup sendirian tanpa keluarga atau pun saudara karena mereka semua meninggalkan Jeno setelah kematian orang tua angkat Jeno yang meninggal karena keracunan, Jeno juga menjadi takut akan keramaian karena ia pernah dibully habis-habisan oleh seluruh murid di sekolahnya karena Jeno di fitnah bahwa ia adalah pembunuh orang tuanya.

Padahal fakta yang sebenarnya adalah orang tua angkat Jeno di racuni oleh Paman dan Bibi nya yang notabene nya adik dari Ayah angkatnya. Mungkin kalian akan menganggap Jeno jahat karena lelaki itu lega saat tahu bahwa orang yang selalu menyiksanya pergi untuk selamanya, tetapi hidup Jeno tak jadi tenang juga saat 2 orang itu meninggal. Karena setelahnya ia malah berjumpa neraka baru, perundungan selama 5 tahun saat SD yang tak pernah absen.

Hingga setelah lulus Jeno tidak melanjutkan sekolahnya dan memilih kabur dari rumahnya yang saat itu sudah diambil alih oleh Paman dan Bibi nya, hidup kesana-kemari dengan rasa takut tetapi ia membutuhkan tempat untuk tinggal. Hingga ada sebuah panti asuhan yang berada di kota sebelah yang menampung Jeno hingga umur 18 tahun, di panti asuhan yang kecil itu hanya ada 7 anak yang ternyata hampir sama seperti Jeno. Memiliki ketakutan yang berbeda-beda tetapi memiliki masa kecil yang tak indah seperti Jeno, tetap saja tak membuat Jeno bisa berbaur dengan anak yang lain seperti yang lainnya.

Jeno mengurung diri di dalam kamar dan seharian ia hanya memandang keluar jendela kamar hanya untuk melihat anak-anak yang lain bermain dan tertawa bersama karena mereka berhasil melupakan trauma mereka untuk sejenak, tidak seperti Jeno yang tidak pernah ingin didekati ataupun disentuh kecuali diajak bicara oleh pemilik panti.

Tetapi ada satu hal saat itu yang selalu mengganggu hidupnya, yang kini Jeno rindukan kebisingan nya.

Setiap hari, di jam 08 pagi saat Jeno sudah duduk anteng di depan jendela dan anak-anak yang lain sudah berlarian di luar sana. Saat itu akan ada ketukan di pintu dan suara salah satu anak yang tidak pernah Jeno sukai, karena anak itu sangat berisik.

Tok tok tok.

"Do you want this breakfast?"

Sebuah nyanyian seperti di film frozen tetapi berbeda lirik terdengar di depan pintu, tetapi Jeno tetap fokus pada objek di depannya.

"Sarapan kali ini sama nasi, telur, kecap, garam, terus di goreng jadi satu alias jadi nasi goreng hehe." Suara anak itu kembali terdengar seraya memberitahu sarapan apa yang ia bawa.

Hingga tiba-tiba sepiring nasi goreng masuk ke dalam kamar Jeno lewat pintu kecil di pintunya, yang tingginya hanya sekitar 5 jari orang dewasa. Jeno pun duduk bersandar di dinding sebelah pintu dan mengambil rasakan itu, tanpa menghiraukan anak cerewet yang juga duduk bersandar di balik pintu sana.

Jeno tentu tahu nama dan rupa anak banyak bicara itu, dia adalah Na Jaemin yang menurut Jeno seperti anak perempuan karena anak itu selalu memakai pakaian berwarna pink dan karena wajah anak itu sangat imut seperti anak perempuan. Bahkan saat pertama kali melihatnya Jeno mengira Jaemin adalah anak perempuan karena rambutnya yang agak panjang, lalu karena Ibu panti memanggilnya Nana.

Sekitar satu jam atau sampai Jeno mengembalikan piring tersebut, Nana selalu menceritakan apapun yang ada di kepala. Nana terus bercerita meksipun Jeno tak pernah membalasnya, tapi ia terus melakukannya karena Nana tahu Jeno mendengarkan nya. Jeno sendiri bukan tak menyukai Nana, hanya saja Jeno tak suka anak yang berisik. Tetapi Jeno bersyukur karena Nana melakukan hal yang menurutnya tidak ada kerjaan itu, karena suara Nana membuat Jeno tidak kesepian apalagi dengan panggilan lucu dari Nana untuk Jeno yaitu 'Nono'.

Awalnya, beberapa hari setelah ia tinggal di panti itu Jeno selalu meminta kepada Ibu Panti agar Nana menghentikan apa yang ia lakukan itu tetapi Ibu Panti hanya menjawab bahwa Jeno harus melakukannya sendiri karena Nana adalah anak yang keras kepala. Tetapi sampai bertahun-tahun ia tinggal disana, Jeno sama sekali tidak pernah meminta Nana untuk berhenti melakukannya. Mungkin lama-kelamaan ia mulai terbiasa dengan suara anak yang suaranya mulai memberat tetapi wajahnya tetap imut.

Hingga tepat di umur 17 tahun.. Suara itu tidak lagi Jeno dengar.

Di pagi itu bukan lagi lagu frozen dengan lirik yang berbeda yang menyapanya, saat itu hanya ada ketukan dengan suara dari Ibu Panti seraya memberikannya sarapan. Cukup membuat Jeno heran, tetapi ia tak terlalu memikirkannya. Hingga berhari-hari berlalu dan suara itu belum terdengar lagi, membuat Jeno merasa kehilangan sesuatu. Hidup Jeno mulai terasa monoton dan sepi karena tidak ada suara itu, pemandangan di jendela kamar pun mulai tak seindah dulu lagi.

Anak-anak yang sering berlarian disana termasuk Nana tidak terlihat lagi, apa mereka pergi? Karena ada yang menjemput mereka? Atau ada keluarga yang mengasuh mereka? Tetapi Ibu Panti bilang saat mereka menginjak umur 15 tahun ke atas mereka tidak akan di berikan ke keluarga manapun, mereka akan dijaga hingga umur 18 tahun dan setelahnya akan dibebaskan untuk memilih tujuan hidup kemanapun itu.

Satu bulan berlalu dan Jeno mulai merindukan suara yang setiap pagi ia dengar, pertama kali setelah bertahun-tahun hidup disana.. Jeno keluar dari kamarnya. Tidak membuat Ibu Panti terkejut seolah sudah menduga dan menunggu hal tersebut, berbeda dengan anak-anak yang lain juga Jeno yang terkejut.

Anak-anak yang sudah beranjak dewasa itu terkejut dengan kehadiran anak tampan bernama Jeno yang dulu selalu menunjukan tatapan takut sekarang justru menampilkan ekspresi datar dengan aura mendominasi.

Jeno sendiri terkejut karena ternyata anak-anak masih ada kecuali Nana.

"Nana.."

Suara pelan dan berat Jeno membuat semua yang ada di ruangan itu menoleh den menunggu kelanjutan Jeno.

"Dimana?"

Pertanyaan itu keluar dari mulut Jeno tanpa disangka, Jeno si paling tidak suka anak berisik itu tiba-tiba menanyakan anak yang kehadirannya sudah tidak ada disana.

Mereka pun bingung menjawab pertanyaan tersebut, terlalu sulit untuk diucapkan karena ingatan Nana saat berpamitan kepada mereka terkahir kali dengan senyuman yang sangat lebar membuat mereka merasakan sesak didada.

"Ibu, Nana dimana?" Tanya Jeno kepada Ibu Panti yang berada tak jauh dari nya ia mulai kesal karena anak-anak itu malah membisu bukannya memberikannya jawaban.

Ibu Panti tersenyum kecil, "Nana sudah pergi, dia tidak pamit padamu juga?" Tanya Ibu Panti membuat Jeno mengernyitkan dahinya berusaha mengingat saat terkahir kali ia mendengar suara Nana.

"Nono.. Setelah ini kamu harus mulai melawan trauma mu ya, aku takut tidak bisa menemanimu lagi seperti ini. Karena aku.. Sudah selesai dengan trauma ku."

Ucapan Nana terkahir kali kini Jeno ingat dengan jelas.

"Nana.. Menang, kan?" Tanya Jeno yang berharap bahwa asumsinya selama ini benar, bahwa Nana menang melawan traumanya, bukan..

"Tidak, justru Nana kalah karena terlalu fokus menemanimu. Dia pergi dari sini karena kau, dia kalah melawan trauma yang setiap malam menghampiri mimpinya. Jeno, Nana bunuh diri satu bulan yang lalu tepat di umurnya yang ke 17. Dia sudah tidak ada, tidak akan ada lagi suara yang menemani kesepianmu. Aku tidak menyalahkanmu, aku hanya kesal karena kau tidak bisa memperlakukan nya lebih baik padahal ia sangat menghargai keberadaanmu disini." Ucap Renjun panjang lebar, membuat tubuh Jeno berdiri kamu dengan fakta yang baru saja ia dengar.

Kini ia kembali sendirian? Kembali kesepian? Dan ini semua karena hatinya yang terus menolak keberadaan Nana padahal ia nyaman dengan kehadiran anak itu?

Satu tahun setelahnya Jeno pergi pamit dari Panti asuhan untuk pergi ke rumah lamanya, yang masih sama tetapi tidak ditinggali siapapun karena Paman dan Bibi nya tertangkap polisi 3 tahun lalu karena ketahuan memakai narkoba.

Jeno hidup disana hingga sekarang ia berumur 20 tahun dengan bayang-bayang suara Nana yang selalu menghampirinya, membuatnya setiap hari menganggap bahwa semuanya hanyalah mimpi buruk yang masih ia alami.

Jeno kembali trauma, kali ini dengan orang baru yang datang dalam hidup nya yang lagi-lagi membuatnya menjauhi orang-orang dan keramaian dengan cara mengurung diri di rumah.

Selama ini Jeno pun selalu teringat ucapan Mark sebelum ia pergi dari Panti yang menjelaskan kepadanya tentang apa yang dialami Nana. Saat berumur 9 tahun, Nana pernah dilecehkan oleh orang tuanya sendiri yang membuatnya selalu bertopeng bahwa baik-baik saja padahal setiap malam ia mengalami mimpi buruk yang jauh lebih apakah dibandingkan anak yang lain karena kejadian dimasa lalunya selalu terulang di mimpi itu. Membuat kamar Nana setiap malam di penuhi jeritan lelaki berwajah manis itu yang meminta tolong dan berteriak mengatakan sakit, lalu saat matanya terbuka di pagi hari ia akan membohongi dirinya sendiri bahwa ia baik-baik saja dan menemani Jeno seperti biasa.

Membuat Jeno semakin merasa bersalah karena ia tidak pernah membalas ucapan Nana ataupun membukakan pintu kamarnya untuk lelaki itu.

Entah akan sampai kapan Jeno dihantui rasa takut dan penyesalan itu, yang pasti Jeno belajar bahwa kesehatan mental seseorang tidak ada yang tahu kecuali orang yang merasakan itu sendiri. Karena tidak semua orang terbuka dengan rasa sakit yang ia alami, hanya karena memiliki pemikiran takut ia akan dipandang sebelah mata alias dianggap gila padahal depresi atau masalah mental adalah sebuah penyakit juga.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top