Prolog
Stop Plagiarisme!!
"Manusia dibekali akal dan pikiran. Gunakanlah itu untuk membuat karyamu sendiri."
🍀🍀🍀
"Menor mau kemana kamu?"
Jubaedah melihat penampilan gadis bernama asli Noora namun lebih sering dipanggil Menor. Ia melihat dari atas sampai bawah seolah tengah menilai.
"Kerja, memangnya mau kemana lagi," balas Noora.
"Jualan ya?"
"Iya." Noora menjawabnya sambil berlalu pergi.
"Tuh, dengar sendiri, kan? Si Menor kerjaannya jualan," ucap Jubaedah pada teman satu gengnya yang sering nongkrong di teras rumahnya saat pagi sambil menunggu penjual sayur keliling datang.
"Dih amit-amit, harusnya kita usir Menor dari kampung kita," ujar Iyem sambil bergidik ngeri.
"Memang kenapa harus di usir?" tanya Markonah tak mengerti.
"Kamu gimana sih, Mar. Masa begitu saja tidak paham kamu," sahut Jubaedah.
"Iya, aku memang tidak tahu. Kenapa Noora harus di usir karena dia berjualan?"
"Kamu ini kelewat polos apa bagaimana? Menor itu kerja jualan tubuh dia," jelas Jubaedah.
"Astaghfirullah, Noora punya tubuh berapa kok bisa di jual?" ucap Markonah sambil menutup mulutnya tak percaya.
"Terserah kamu deh, Mar." Jubaedah memijit pelipisnya karena pening mendadak.
***
Noora berjalan agak kesusahan karena semalam baru turun hujan dan high' heels miliknya berkali-kali menancap di tanah.
"Merepotkan sekali," gerutu Noora kesal padahal ia harus cepat-cepat sampai tempat kerjanya.
"Lihat sikon dong, tinggal di kampung pakai sandal seperti itu," ucap Tiara yang tengah menyapu halaman.
"Suka-suka aku dong, kenapa kamu yang repot," balas Noora.
"Dasar sok ngartis," cibir Tiara.
Tiara memang tidak menyukai Noora sejak jaman sekolah dulu. Bukan karena Noora jahat padanya tapi penampilan Noora lah yang membuat ia ilfeel. Ia berpikir jika Noora terlalu banyak gaya padahal tinggal di desa.
Pakaian serba glamor, perhiasan seperti toko mas berjalan, rambut di cat pirang ala bule dan paling utama adalah make up Noora yang tebal membuat orang makin gemas ingin mengatainya.
"Sirik bilang saja," timpal Noora sambil melepaskan high heelsnya karena ia tak bisa berjalan.
"Amit-amit tujuh turunan. Gak sudi aku iri sama kamu."
"Nyatanya kamu dan warga lain selalu mengomentari penampilanku. Itu tandanya kalian mengamatiku karena tidak bisa meniru gayaku jadilah kalian usil."
"Pergi sana kamu!" kesal Tiara sambil membanting sapu lidi yang ia pegang.
"Iri bilang Bos." Noora tertawa sembari melambaikan tangannya.
Begitulah Noora, ia tidak pernah peduli dengan apa kata orang yang terpenting baginya adalah ia tidak pernah mengusik kehidupan orang lain.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top