✿ 00.18 ✿
Kelebihan pagi dan kekurangan senja
Terlalu banyak gairah dan sedikit merenungkan
•••••
Rakha mengotak-atik laptopnya di kamar. Sibuk berselancar di dunia dengan satu tujuan, yaitu mengetahui apa hubungan Azim dengan wanita itu dan siapa balita itu. Ia sampai menelpon temannya yang bekerja sebagai agen rahasia. Temannya yang jago melacak juga ia kerahkan. Dari lepas maghrib hingga sekarang jarum jam menunjukkan angka sebelas, Rakha masih selonjoran sambil menatap layar laptop. Matanya sejak tadi sudah merasa panas, memang. Namun, ia manggut-manggut membaca deretan kalimat yang tertera di monitornya.
Perusahan Bumi Hijau Malaysia? Perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan sekaligus menjadi perusahaan yang ingin menjadi bagian dari pelestari hutan Malaysia. Mengelola hasil kebun dari negara Malaysia diperkirakan sekitar 40 %. Waw! Dengan mengelola hasil kebun menjadi berbagai minuman, selai dan sebagainya. Beberapa usaha rumahan juga banyak yang memborong buah-buahan dari perkebunan Bumi Hijau Malaysia. Dipimpin oleh seorang wanita yang bermana Nyonya Yumna Nafeha setelah abahnya memutuskan untuk berhenti bekerja.
"Bumi Hijau? Berarti wanita itu kaya raya dong. Tapi—"
Rakha membuka matanya lebar-lebar saat membaca berita berikutnya.
Yumna Nafeha, pemilik Perusahaan Bumi Hijau Malaysia akhirnya menikah juga dengan seorang pria berkebangsaan Indonesia. Mereka baru kenal tiga bulan. Pria tersebut yang bernama Azim Mumtazid adalah karyawannya.
"Maret, 2014."
Rakha semakin cepat menggerakkan layar ke atas dengan mouse-nya.
"April, 2015, Yumna melahirkan warisan keluarga Nafeha."
Rakha mendehem. Tiba-tiba telponnya berdering.
"Ya, hallo?"
"Udah aku kirim semua informasi yang kudapat, Kha. Seperti biasa, uangnya transfer aja, ya?"
"Kampret, lu!"
Pria itu tertawa dan memutuskan telpon.
Rakha membuka email dari temannya itu. Ia mengangguk sambil membaca isinya. Benar. Isinya persis seperti yang dia baca dari beberapa berita tadi. Rakha lebih dulu mengubah lokasi HP-nya menjadi negara Malaysia. Dengan begitu lebih mudah mengakses berita di Malaysia.
Ya, ya, ya. Hanya itu yang keluar dari lisannya setelah membaca semua berita dari internet. Ia juga melihat akun instagramo Yumna. Tertera di sana beberapa foto pernikahannya dengan Azim, balita itu, dan kegiatan-kegiatan hariannya yang lain.
Yumna memang cantik, modis, dan kelihatannya manja. Raut wajahnya agak runcing dan berkulit putih bersih. Keturunan Malaysianya tampak jelas dari wajahnya. Badannya kurus. Balita yang kemarin ditolong oleh Insani juga mirip dengannya secara keseluruhan. Namun, kulitnya seperti Azim, kuning cerah.
Rakha mematikan laptop dan berbalik badan. Telentang menatap sorot lampu yang seperti kekurangan nyawa saja. Rakha membayangi bagaimana perasaan Insani besok jika tahu seperti apa hubungan Azim, kekasih pengkhianatan itu dengan Yumna. Semoga ini tidak akan berat untuknya. Sakit memang. Pasti tersiksa menjadi Insani. Sudah menunggu tiga tahun, tetapi nyatanya kesetiaannya dibalas dengan pengkhianatan. Itu sebuah penghinaan.
Dasar pria itu! Pengkhianatan! Apa yang kurang dari Insani? Insani itu cantik, baik, setia lagi. Hanya orang bodoh yang nyia-nyiain dia. Azim itu bodoh. Bodoh sekali.
"Tunggu! Apa jangan-jangan pria itu hanya ingin hidup mewah, jadi orang kaya?"
Hati manusia siapa yang tahu. Dan itu mungkin saja. Rakha harus terus berada di samping Insani. Wanita malang itu butuh teman yang membantunya lepas dari jeratan masa lalu.
*****
Pagi menyapa dan Rakha sudah terduduk di kursi di dalam ruangan Insani. Bahkan sebelum Insani datang.
"Hei, sudah di sini aja. Mau apa? Gajian masih dua hari lagi. Ingat, ha-ri jum-at dan ini masih rabu."
"Apa aku kelihatan memang sedang krisis uang?"
"Nggak! Lebih kayak siput sawah, dieeeem aja di kursi. Ada apaan sih?"
"Sudah baikan? Gimana hatinya, aman, 'kan?"
Insani beringsut. Napasnya berhembus kasar. Raut wajahnya sedikit berubah.
"Sayangnya, Azim mungkin sudah lupa tentang cinta kami di masa lalu. Dia—"
"Dia dan wanita itu sudah menikah," potong Rakha, "Sudah setahun lebih, dan anak cewek yang kamu tolongin kemarin di depan bandara itu adalah anak mereka, namanya Kesha," jelas Rakha dalam satu tarikan napas.
Rakha sebenarnya khawatir Insani akan menangis lagi. Manik hitam pekat itu berbinar-binar. Dengan suara yang mulai serak, ia merespon penuturan Rakha.
"Lalu?"
"Wanita itu namanya Yumna, kebangsaan Malaysia dan seorang pemimpin perusahaan besar di Malaysia, tapi sekarang aku lihat di berita-berita yang beredar, Azim lah yang menggantikan posisi Yumna."
"Azim? Dia cuma sarjana jurusan teknik informatika. Dia tidak mungkin bisa ngu—"
"Insani, awalnya Azim hanya karyawan biasa, tapi nggak jelas beritanya dan akhirnya justru mereka menikah. Menikahnya tahun 2014."
"Cuma setahun kesetiaannya padaku?"
"Dan berita terakhir yang aku baca, dia ke Indonesia karena ingin berkunjung saja. Tapi, Sani, perusahaan-perusahaan akan mengambil kesempatan ini dengan mungkin ... menjalin kerjasama dengan perusahaannya. Menanam saham."
"Apa maksudmu?"
"Maksudku, tidak bisa diduga kalau akhirnya dia justru menetap di sini dengan waktu yang cukup lama."
Insani mengembuskan napas dan beranjak. Ia berlari mendekati jendela tempatnya dulu sering membayangkan Azim.
"Inilah yang aku takutkan bahkan sebelum dulu Azim pergi."
"Lalu kenapa kamu masih aja setia sama lelaki pengkhianatan itu?"
"Entahlah, Kha, tapi aku tidak terlalu merasa sedih seperti saat-saat pertama kali ditinggal olehnya. Mungkin karena kamu selalu ada menemaniku. Memberikan banyak sekali gambaran untuk mengikhlaskan. Tapi walaupun tidak terlalu sakit, masih ada cinta untuknya, Rakha."
"Kamu hanya perlu mengikhlaskan dan perasaan itu akan hilang dengan sendirinya, Insani."
"Maybe ...."
Insani menangis. Mungkin dia bisa membohongi Rakha, tetapi ia tidak bisa membohongi perasaannya sendiri. Cintanya masih ada, benar. Dia mencoba untuk ikhlas, benar. Sakit tak sesakit yang dulu, benar. Namun, harapan itu masih ingin ia gapai. Dia hanya ingin Azim kembali kepadanya. Hanya itu.
"Kamu nangis, Sani?" Rakha mendekat. "Sudahlah jangan menangis lagi."
"Tidak, Rakha, aku hanya ingin sendiri."
"Baiklah. Ini surat kontrak kerjaku, ya?"
Rakha keluar. Wanita itu hanya ingin menyendiri. Melepas semua beban yang memberatkan hatinya. Semoga lekas membaik.
Setengah jam-an Insani berdiri. Kakinya mulai pegal. Ia kemudian terduduk. Setengah melamun ia mulai membuka dokumen yang ditinggalkan oleh Rakha di meja tadi. Seperti yang dia katakan, surat perjanjian kontrak kerja. Namun, Insani tidak tahu kalau sebenarnya surat itu ada ajuan surat perpanjangan masa kontrak. Surat itu sudah berstempel perusahaan yang dicap oleh Hera tadi pagi. Stempel itu tandanya Pak Hanafi setuju.
Insani membulatkan mata. Tak percaya. Benarkah ini keputusan anak terong itu?
Dia mau nambah masa kontrak, kenapa?
"Apa dia mulai suka bekerja di sini? Atau mulai nyaman tinggal di Pekanbaru?"
Tidak, Insani. Rakha mencintaimu. Hanya saja dia belum menyadarinya. Namun, ia sering mengakui sayang kepada Insani jauh dari telinga Insani. Dia terlihat main-main, memang.
________
Quotesable-nya dari kutipan orang lain, no ORI 🤪
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top