✿ 00.16 ✿
Adakah maaf untuk sebuah pengkhianatan?
••••
Rakha terkapar di sofa dekat mesin cetak. Kelelahan sisa berkeliling kota dengan Insani kemarin membuatnya tidak semangat untuk bekerja. Rakha menyuruh jurnalis asuhannya untuk menggantikan semua tugasnya hingga siang. Rakha butuh jam tambahan untuk tidur. Ia selonjoran sambil berdengkur halus. Teh susu yang sempat ia buat tadi pagi bahkan belum sempat ai minum. Lalat terlanjur berenang di atasnya.
Sinar matahari masuk dari jendela, mengenai wajah Rakha sudah semerawut tak menentu. Handphone-nya dari tadi berdering. Proses percetakan bahkan sudah selesai satu jam yang lalu. Rakha masih tertidur pulas. Pasalnya ia harus mengantarkan Insani hingga ke depan rumah. Mereka naik ojek online karena TMP berhenti beroperasi pukul tujuh malam. Sedangkan mereka saat itu masih ketawa-ketiwi nonton film Hang Out, film serem yang diaduk dengan komedi. Sisanya, mereka sampai lupa waktu. Keluar bioskop sambil tertawa nggak jelas. Untungnya Insani bersikukuh membayar tiket dan makannya. Tidak sampai di situ keberuntungan Rakha, sayangnya ia harus menggadaikan KTP-nya kepada supir ojek mobil online yang mereka sewa hingga empat hari ke depan sampai ia terima gaji.
Insani mengetuk pintu ruangan cetak. Hasilnya nihil, tak ada yang menjawab dari dalam. Insani membuka pintu. Ia melihat Rakha dengan kancing kemejanya beberapa ada yang terbuka. Ia menggeleng-geleng. Kasihan juga dia. Insani mendekat, tetapi tiba-tiba saja mata Rakha terbuka. Insani kaget bukan main. Ini anak kayak hantu di The Conjuring, tiba-tiba melek. Eh ....
"Ngapain kamu tidur di sini? Harusnya izin aja kalau memang nggak kuat buat masuk kerja. Kalau gini namanya kamu makan gaji buta."
Rakha mengusap sekujur wajah kasar. Ia merapikan kemeja dan mengancingkannya. "Kamu ngapain buka-buka kancing kemejaku?"
Insani mendeliknya, "APA?"
"Serius amat. Emang kalau diseriusi, mau?"
"Maksudnya? Kamu udah sadar 'kan, Kha?" tanyanya ragu. Rakha menggapai gelasnya di atas meja bundar, "Et, tunggu! Itu ada lalatnya, masih mau minum? Ntar saudara sama lalat lagi."
Rakha mengurungkan niatnya. Ia beranjak seraya bertanya, "Ada apa?"
"Begini, setengah jam lagi waktu makan siang. Kita makan di luar aja, ya? Sekalian aku mau ke bandara, kamu temani, ya?"
"Buat apa sih ke bandara?" keluhnya. Rakha setengah menyeret tubuhnya hendak keluar. Insani mengikuti. "Sia-sia aja nungguin dia."
"Iya aku tahu, tapi 'kan mungkin aja dia balik. Ya aku nggak berharap, tapi ya kali aja gitu. Mau ya, Kha?" Sejak kapan Insani manggil Rakha dengan sebutan nama. Asyik, berarti Rakha bukan orang asing lagi untuk Insani.
Rakha menaikkan alis, "Aku banyak kerjaan. Dari pagi sampai siang ini .... yang gantiin semua pekerjaanku. Kasihan dia kalau aku izin lagi." Ia membasuh wajah dengan air yang keluar dari kran yang ia buka.
Insani memetik pinggiran wastafel. "Ya itu sudah tugas dia. Lagian itu juga secara tidak langsung menjadi tes percobaan dia, 'kan? Masa percobaan dia 'kan satu tahun dan belum genap."
"Ada saja alasan kamu," imbuh Rakha sambil menarik tisu dan mengeringkan air di wajahnya.
"Eh Bu Insani kok di toilet cowok?" Seseorang keluar dari kamar mandi.
Insani terperanjat. Ia menaikkan alis dan langsung menolak pandangan ke arah Rakha yang menahan tawa. Tega benar dia membiarkan Insani tak sadarkan diri mengikutinya sampai ke toilet. Insani memukul lengan Rakha sudah melepaskan tawa yang begitu mengejek. Insani keluar dengan mimik wajah entah yang bagaimana.
Ih, awas aja Rakha. Benaran aku potong gajinya.
Eh tunggu Insani! Apa hubungannya dengan potong gaji?
Beberapa menit Rakha mendatangi Insani di ruangannya. Pria itu melihat wajah Insani dengan tawa yang tertahan. Berlahan dan pasti ia akhirnya beringsut. Mengembuskan napas kasar.
"Jadi ke bandara?"
"Jadi dong! Kamu harus temanin kalau nggak aku potong gaji."
"Hei, kenapa potong gaji?"
"Kenapa kamu biarin aku sampai masuk ke toilet cowok, kenapa?" Pertegas.
"Lagian bawel sih," ujarnya sambil tertawa kecil.
Insani dongkol, "Ya sudah sepuluh menit lagi aku tunggu di bawah kita langsung ke bandara. Naik mobil aku aja."
"Lho? Kok? Kerjaan aku gimana?"
"Ikut kalau nggak aku po-tong ga-ji. Saya harap anda mengerti, Pak Rakha." Insani sudah hilang di balik pintu. Rakha menepuk jidat.
"Astagaaaaa! Kalau nggak sayang udah kutinggal."
*****
"Dah, Yah, Insani keluar dulu."
"Miko tak makan doh, Sani?"
"Tak," imbuhnya sambil berjalan lenggak-lenggok. Sementara Rakha sudah berdiri di bawah terik matahari melihatnya tajam. Ia gemeletuk. Ia harus seperti orang bodoh di depan .... untuk minta tolong menggantikannya satu hari ini. Wanita ini tidak bisa ditolak kemauannya dan Rakha juga tidak ingin karena nyatanya Rakha mulai memperkuat perasaan untuknya.
"Enak banget udah makan siang di kantin."
"Aku nggak makan. Nih." Insani melempar kunci mobil kepada Rakha. "Bisa nyetir, 'kan?"
Rakha mendehem saja. Mereka melesat ke bandara. Akhirnya sampai juga setelah lima belas menitan terjebak macet di lampu merah depan SKA. Diam. Hening di antara mereka beberapa saat. Insani menunggu Rakha yang sedang memarkirkan mobil. Sambil menggelitik layar HP-nya, Insani menangkap seorang balita sedang berjalan dari dalam bandara dengan ekor mata, keluar. Buru-buru Insani mengejarnya. Langkahnya masih tergopoh-gopoh. Sepertinya baru bisa berjalan.
Tangan Insani mendekap balita wanita itu. Kalau saja terlambat sedetik saja pasti dia sudah tersungkur.
"Orang tuanya kemana sih? Kok anaknya dibiarin begini. Ceroboh nih," gerutunya kepada angin. Rakha menyusul.
"Hei, anak siapa? Lucu bangeeeett," imbuhnya gemas.
"Nggak tahu nih, hampir saja jatuh tadi."
"Oh anak lepas dari pengawasan ibunya? Ya udah lapor ke resepsionis aja, yuk."
Insani mengangguk. Mereka masuk menuju meja resepsionis.
Di satu sisi, orang tua dari balita yang ada di gendongan Insani tengah risau dan panik. Masalahnya ia bukan orang Pekanbaru ataupun orang Indonesia. Dia orang Malaysia yang baru sepuluh menit yang lalu mendarat di sini. Anaknya ia tinggal sebentar di depan toilet karena dia sedang buang air. Sementara suaminya sibuk mengambil barang-barang mereka.
Ia menarik kain kemeja suaminya, merengek. Wanita manja. Ia terisak dan berkutat di dalam pelukan suaminya itu. Suaminya menenangkan dengan mengatakan 'kita akan mencari Kesha'. Barang bawaan sudah diangkut ke dalam mobil sewa yang suaminya dapati dari depan bandara.
"Kita ke resepsionis saja dulu," ujar suaminya mencari jalan keluar.
"Bagaimana jika kesha telah diambil oleh orang asing? kami adalah pendatang di sini, tak boleh dapatkan Kesha dengan pantas. I already said, it's better not to go to Indonesian, but you did not hear."
"Tenang dulu, Yumna, kita akan cari Kesha kat manepun, jangan terus tuduh nih semua kesalahanku."
"Memang! Tak ade lagi yang paling bersalah melainkan Abah Kesha."
Selamat siang para pengunjung dan penumpang bandara internasional Sultan Mahmud, Riau. Ada yang menemukan seorang balita wanita yang lepas dari pengawasan orang tuanya. Diperkirakan umurnya baru satu tahunan. Bagi pengunjung atau penumpang yang kehilangan anak, adik, atau saudaranya seperti yang disebut tadi harap mendatangi sumber suara.
Good afternoon to visitors and passengers of Sultan Mahmud international airport, Riau. Someone found a female toddler who was free from the supervision of her parents. Estimated age only one year. For visitors or passengers who have lost their children, or siblings, please go to the source of the sound. Thank you.
"Sayang, boleh kita lihat siapa balita tuh?" imbuhnya dengan logat Malaysia.
"Ayolah." Suaminya merangkul istrinya menuju meja resepsionis.
Sudah sampai.
"Kesha, bagaimana korang boleh kat sini?" Wanita itu mendekap erat putrinya yang sempat hilang.
Insani menoleh. Ia terperanjat bukan karena ibunya anak itu atau bahasa asing yang wanita itu gunakan. Namun, sosok pria tinggi semampai yang berlahan mendekat. Pria itu juga terkejut, terlihat dari raut wajahnya yang tegang. Napas Insani terhenti sejenak. Tak percaya. Insani merasa sedang mimpi di siang bolong. Pria itu semakin mendekat. Jemari Insani menjulur, bergetaran.
"A-"
"Sayang, Kesha dah ketemu," ujar wanita itu dengan isak tangis yang masih kentara. "Thanks you, Nona sudah jaga anak saya."
"Tapi-"
Sayang?
Insani tak kuasa berujur. Ia seperti ditusuk-tusuk tepat di jantung. Rasanya ingin berlari sejauh-jauhnya, teriak sekuat-kuatnya. Semoga saja dia salah menduga. Atau ....
Wanita itu menggoyangkan tubuh suaminya mengisyaratkan untuk mengucapkan terima kasih juga kepada Insani.
"Thanks, Nona."
Melihat Insani terbujur bisu, Rakha menjawab, "Sama-sama, semoga jadi keluarga kecil yang bahagia, ya? Salam kenal saya Rakha, jurnalis di perusahaan Bu Insani."
Dug dug dug ....
Jantung Insani berdeburan. Napas tak terkontrol. Ia mulai merasa pandangannya berbayang. Suami-istri dan anaknya itu berbalik dan sudah menjauh.
Brag!
Insani tersungkur setengah tak sadarkan diri. Untung saja Rakha siap siaga karena merasa ganjal dengan tingkah laku Insani yang berubah drastis saat bertemu dengan orang tua balita itu. Rakha menepuk-nepuk pelan pipi Insani. Menopang tubuhnya beringsut di kursi terdekat.
"Kamu kenapa, sih? Kenal sama mereka? Kok langsung gini?"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top