16. Takluk oleh Dion
Ready PDF
Menjadi wanita kedua 40k
Menjemput cinta 40k
Minat wa 089668046446
Happy reading
***
350 vote dulu baru bisa lanjut
😊😊
Anjani resah memikirkan tentang lamaran dari Rudi karena sampai saat ini pun ia belum bisa mencintai Rudi. Terlebih lagi kini cinta masa lalunya datang kembali mengusik hidupnya.
"Halo, Wik," sapa Anjani saat sambungan telpon nya mulai tersambung.
"Iya An, ada apa? Tumben telpon," sahut Wika lewat sambungan telpon.
"Aku mau curhat," sahut Anjani
"Curhat?! Kenapa ... galon lagi?!"
"Mas Rudi nglamar aku, Wik," lirih Anjani.
"Bagus dong, laku juga akhirnya," kata Wika.
"Ck, suka ngasal sih kalau ngemeng!" seru Anjani yang malah dibalas dengan tawa lepas dari Wika.
"Kalau si Rudi mau nglamar kamu bagus dong, kalau bisa langsung nikah aja sekalian."
"Ck, masalahnya aku belum bisa cinta sama dia, Wik."
"Soal cinta-cintaan itu masalah gampang," sahut Wika.
"Gampang ... gampang ... enak aja kalau ngomong!" seru Anjani.
"An, lebih baik hidup dengan orang yang mencintai kita dari pada hidup dengan orang yang kita cinta tapi dianya nggak cinta. Bisa makan hati terus kamu! Contohnya liat tuh si Dion yang bisanya cuma jadiin kamu pelampiasan doang."
"Wik ...."
"Heemmm ...."
"Mas Dion ada di Jogya."
"Apa?!!" Wika terlonjak kaget mendengar ucapan dari temannya itu.
"Ngapain dia di sana?"
"Ternyata dia ada kerja sama di tempat kerjaku sekarang, Wik."
"Heran deh, dunia kok sempit bener."
"Terus gimana, kamu mau balikan lagi sama dia. An, jangan masuk di kubangan yang sama, itu hanya akan membuat kamu menderita. Pertimbangkan lamaran Rudi, hilangkan bayang-bayang Dion di hidupmu."
"Begitukah?"
"Hemm."
"Ya sudah aku tutup dulu ya telponnya."
Anjani berbaring di atas ranjang, matanya ia pejamkan berharap Dion enyah dari pikiran dan hatinya.
***
Anjani kembali berangkat ke kantor dengan di antar oleh Rudi.
Anjani masuk ke kantor disambut dengan muka masam Dion.
"Diantar siapa kamu?" tanya Dion yang mengikuti langkah Anjani.
"Suamiku." Jawab Anjani sambil terus melangkahkan kakinya menuju ruangannya.
"Ohh ...," sahut Dion.
Anjani yakin tadi Dion tak melihat Rudi, maka dari itu dengan peraya dirinya Anjani mengatakan seperti itu.
Mungkin jika tadi Dion melihat wajah Rudi, Anjani tak bisa membual dengan mengatakan bahwa dia diantar oleh suaminya sebab tak mungkin juga wajah suami Anjani bisa berubah drastis hanya dalam hitungan minggu.
"Ayo antarkan saya ke area produksi lagi," kata Dion.
"Tidak mau!" seru Anjani.
"Oke kalau begitu, aku akan menelpon Jogi dan mengatakan bahwa kamu tidak mau mengantar saya ke area produksi," acam Dion pada Anjani.
Mendadak Anjani menghentikan langkahnya, "Bapak mengancam saya?" seru Anjani.
"Yaa mau bagaimana lagi, karyawan seperti kamu ini memang harusnya dipecat dari dulu," sahut Dion.
Anjani mengepalkan kedua tangannya, rasanya ingin sekali ia menonjok wajah tampan yang dari dulu sudah membuatnya terpesona itu.
"Hhh baik, saya taruh ini dulu di ruangan saya, Pak." Sahut Anjani sambil melirik ke arah tas yang ia jinjing di tangan.
"Tidak perlu, kita langsung saja ke sana. Jangan buang-buang waktu," kata Dion yang semakin membuat Anjani geram.
Dengan terpaksa Anjani mengikuti langkah Dion. Sampai di parkiran Dion membukakan pintu mobil untuk Anjani.
Anjani menyerngitkan dahinya, "kenapa malah ke sini? Area produksi di sebelah sana, Pak. Jalan kaki juga bisa, bukankah kita kemarin sudah ke sana. Tidak mungkin Bapak mendadak amnesia," ketus Anjani.
"Kamu tidak perlu bawel, masuk saja. Saya capek kalau harus jalan kaki," sahut Dion sekenanya.
Anjani memutar bola matanya malas namun ia tetap melakukan titah Dion.
"Lho kok ... eh mau ke mana ini?!" Seru Anjani saat Dion membawa laju mobilnya keluar dari area kantor.
Dion tak menjawab, ia hanya terus menampilkan senyum memikatnya.
Sudah tiga puluh menit berlalu, kini Anjani mengikuti langkah Dion memasuki sebuah gedung.
"Mau apa kita ke sini?" tanya Anjani saat mereka berada di dalam lift.
Dion tak menjawab pertanyaan Anjani dan melangkahkan kakinya saat pintu lift sudah terbuka.
"Masuk." Titah Dion pada Anjani saat Dion sudah membuka pintu sebuah ruangan.
Anjani melangkahkan kakinya dan mencermati setiap sudut ruangan, "apartemen siapa ini?" tanya Anjani.
"Ini milik Rasita Anjani," sahut Dion.
"Ck, tidak lucu!"
"Siapa yang melucu?"
"Hhhh ... jika tidak ada kepentingan lagi lebih baik saya kembali ke kantor saja." Kata Anjani yang sudah berbalik.
Namun langkahnya terhenti ketika sepasang lengan kokoh merengkuh tubuh rampingnya.
"Sayang, jangan terus-terusan menghukum mas dengan cara seperti ini." Lirih Dion lalu mengecup pelipis Anjani berulang kali.
Anjani meronta dalam dekapan Dion, "hentikan, Mas! Tidak sepatutnya kita seperti ini," lirih Anjani. Kini air matanya tak mampu lagi ia bendung.
Dion tak menggubris ucapan Anjani, ia malah membalikan tubuh wanita di depannya dan dengan secepat kilat Dion menyambar bibir ranum Anjani, mencecap manisnya bibir yang sudah dari dulu ia damba, melumat dan menjilat. Anjani tak kuasa menolak godaan bibir dari pria yang sudah sejak lama mengisi hatinya. Mereka begitu menikmati ciuman yang penuh kerinduan ini hingga tanpa Anjani sadari ia sudah mulai melingkarkan tangannya ke leher Dion untuk memperdalam ciumannya.
Anjani meremas rambut hitam Dion menahan gejolak panas yang tengah membakar gairahnya.
Mereka saling tatap saat melepas tautan bibir mereka.
Anjani menunduk malu saat Dion terus menatapnya. Melihat semburat merah di pipi Anjani membuat Dion tersenyum.
"I love you," lirih Dion.
Anjani terkejut, ia mendongak menatap kedua mata Dion. Mendengar ungkapan cinta dari Dion, jantung Anjani kembali berdegup kencang dan rasa bahagia membuncah dalam hatinya.
Tiba-tiba sekelebat bayangan Rudi menghampiri pikirannya. Anjani merasa bersalah kepada Rudi, pasalnya dengan membiarkan Dion menciumnya betarti ia sudah menghianati kepercayaan dan cinta dari Rudi.
Anjani mundur beberapa langkah menghindari kontak fisik dengan Dion. Ia terduduk lemas di sofa, kedua tangannya ia tangkupkan untuk menutupi wajahnya yang sudah basah oleh air mata.
"Sayang ... ada apa?" tanya Dion heran melihat tingkah Anjani.
"Ini salah Mas, kita tak sepantasnya seperti ini."
"Tidak. Ini benar, Sayang .... Kita sama-sama masih saling mencintai."
"Tidak Mas, kita sudah mempunyai kehidupan kita masing-masing. Mas bahkan tahu aku sudah bersuami."
"Suami?!" selidik Dion.
"Iy-iyaa," sahut Anjani terbata.
"Hahaa ...." Dion tertawa. "Tidak ada yang boleh menjadi suamimu selain mas, Yank."
"Tapi ini kenyataannya Mas, aku sudah bersuami!" seru Anjani.
"Bukankah waktu itu Mas sudah berkenalan dengannya?! Kita bahkan sudah memiliki bayi. Aku baru saja melahirkan," bohong Anjani.
"Oh ya?!" tanya Dion sambil tersenyum simpul.
"Aarrhh ...!" Seru Anjani saat tiba-tiba Dion meremas payudaranya.
"Tidak seperti wanita yang sedang memproduksi ASI," lirih Dion.
"Mas!" Seru Anjani menepis tangan Dion yang mulai nakal.
Dion kembali melahap bibir manis Anjani, dan Anjani pun kembali terbuai oleh pesona Dion. Dion membawa Anjani duduk mengangkang di pangkuannya. Puas dengan bibir Anjani Dion mulai liar menggoda Anjani. Lidahnya ia sapukan di sepanjang leher Anjani, mengecup kecil sesekali menggigit hingga meninggalkan bercak merah. Tangannya juga mulai beraksi meremas gunung kembar milik Anjani, kemudian ia susupkan melewati bawah blus yang Anjani kenakan hingga menemukan bagian favoritnya yang sudah lama tak ia rasakan. Tanpa meminta persetujuan Anjani, Dion menaikan blus yang menutupi bagian indah yang Dion cari. Kemudian Dion menaikan bra yang menyangga gunungan kesukaannya itu hingga mencuatlah gunung kembar yang sedari tadi ia cari.
"Uugghh, Mas ...." Anjani melenguh saat Dion mulai menghisap puting susunya.
Dion begitu menikmati 'menyusu di pagi hari' dan untuk kesekian kalinya Anjani takluk oleh sentuhan Dion.
"Kau mencoba membohongiku, eh?!" Kata Dion sambil menyipitkan matanya menatap sepasang manik mata milik wanita yang kini sudah ia koyak pakaiannya.
***
..........bersambung...
Semarang, 2 Februari 2019
Salam manis
- Silvia Dhaka -
Repost 15-02-2021
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top