Sebelas
Hari ini jadwal aku kursus masak, semangat banget aku ya ampun. Bahkan aku sengaja pulang kantor lebih cepet, biar biasa mampir kostan dulu, mandi dulu.
Sengaja aku, pengin dandan kece ke resto itu, karena aku tahu, gak sembarang orang yang masuk situ, jadi yaa... aku harus menyesuaikan.
Memakai baju yang bagus, dandan sedikit biar makin cantik, aku pun memesan taksi, yap, ojek online minggir dulu. Aku malu kalau ke resto itu datengnya naik motor. Heheheh!
Begitu sampai, aku langsung disambut ramah, saat kubilang kalau aku salah satu peserta yang kursus masak, seorang pegawai mengantarku ke bagian agak belakang, dekat dapur.
"Ditunggu sebentar ya, Chef-nya sedang memimpin dinner service, setelah itu baru ke sini, mungkin sekitar 15 menit lagi." Ujar pegawai ini, agak sedikit keras, mungkin biar yang lain juga ikut denger, karena di sini gak cuma aku, ada 5 orang lain yang menunggu.
15 menit menunggu, kami semua diminta beralih ke ruangan sebelah. Dan di sana, ada 3 bench top khusus masak gitu, setiap bench ada 2 tempat masak, yang mungkin diperuntukan untuk dua orang.
Buset, berasa lagi ikut masterchef ini sih aku.
"Silahkan pilih mejanya masing-masing, lalu apron-nya dipakai yaa."
Kami mengangguk, aku sendiri memilih bench paling belakang, bersama dengan satu cowok yang terlihat pendiam. Memakai apron sesuai arahan, asli sih ini aku berasa lagi ikutan masterchef ya ampun. Seumur-umur, masak kaga pernah tuh aku pakai apron.
Tak lama, seseorang masuk ke dalam ruangan ini, dengan chef jacket yang membuatnya terlihat gagah. Sialnya, aku kenal dengan orang ini.
"Hallo selamat malam, saya Josh Hendarso, headchef di sini, dan saya juga yang akan mengajari kalian segala hal tentang masak selama tiga bulan ke depan."
Aku melongo, sejak kapan Josh jadi chef? Dan suaranya... kenapa mendadak berwibawa gitu sih?
Kami masing-masing diminta memperkenalkan diri, lalu menyebutkan minat kami dalam memasak. Gilak sih, yang lain minatnya cakep-cakep, lha aku? Kan cuma iseng doang, hiks!
Les malam ini masih standar, mulai dari cara pegang pisau yang bener, motong wortel, kentang dan timun bentuk korek api yang ukurannya harus sama persis semuanya, juga bentuk-bentuk lainnya. Pokoknya malam ini diajarin skill, bikin aku berasa bego karena peserta lain udah jago semua.
Pukul 10 malam, les pun selesai. Langsung kulepas apron ini, kemudian keluar seperti peserta yang lain.
"Aca!" Kudengar namaku dipanggil saat aku baru saja akan melangkahkan kaki ke parkiran. Menoleh, aku tersenyum pada Josh yang mendekat, ia masih mengenakan chef jacket-nya.
"Kok lo gak bilang lo headchef di sini?"
"Buat apa? Lagian lo cuma pernah tanya gue kerja di mana, gue jawab di resto!"
"Tapi lo gak bilang ya lo kerja di resto yang punya Michelin Star!"
"Kenapa lo jadi emosi?"
Aku menenangkan diri, iya ya?! Kenapa aku emosi?
"Udah malem, balik bareng ayok!" Ajak Josh, aku langsung mengangguk.
Josh berjalan duluan, menuju mobil mewahnya yang terparkir persis di depan lobby.
"Lo gak bilang Ca, lo kursus masak. Gue tahunya lo les akting doang." Ujar Josh saat kami di jalan.
"Gimana bilangnya? Masa gue tiba-tiba curhat gitu sama lo?"
Kulihat Josh sedikit mengangguk.
"Tapi kalau lo emang mau curhat, ya curhat aja, ketuk aja pintu kamar gue."
"Gampang lah itu."
"Oke!" Sahut Josh datar. Membuat suasana dalam mobil jadi hening karena kami berdua diam.
"Gue les ini itu tuh buat nyari kesibukan tahu," Kataku akhirnya, memecah kebisuan.
"Emang lo gak disibukin sama kerjaan lo?"
"Yaa itu sibuk, cuma waktu luang gue pengin gue pakai buat hal-hal bermanfaat gitu loh, karena sebelumnya, waktu gue kan pasti buat Nico."
"Nico?"
"Mantan gue,"
"Yang waktu itu malem ke kostan lo?"
Aku mengangguk.
"Kenapa lo putus?" Tanya Josh, terdengar sangat santai.
"Dia dijodohin sama keluarganya,"
"Kok bisa? Emang keluarganya gak tahu dia punya pacar?"
"Tahu, mungkin keluarganya anggep gue gak cukup baik kali ya, buat jadi pasangan dia. Lagi, katanya itu wasiat bapaknya yang udah meninggal."
Josh hanya mengangguk.
"Berapa lama kalian pacaran?"
"Tiga tahun,"
"Tiga tahuuun?"
Kali ini aku yang mengangguk.
"Wajar sih lo bersikap kaya gini."
"Gini gimana?" Tanyaku, bingung dengan ucapan Josh barusan.
"Yeah, rada galak, rada tertutup, kadang mukanya murem, beda sama tetangga lain."
Aku diam, kayaknya Josh emang akrab deh sama tetangga-tetangga kostan. Aku aja yang udah 2 tahun, cuma kenal selewat doang sama mereka.
Kami sampai, aku langsung turun ketika mobil berhenti dan mesinnya sudah mati. Ketika berjalan, kurasakan Josh berlari kemudian menyeimbangkan langkahnya di sampingku.
"Sabar yaa, buat semua hal yang harus lo alami, turut berduka juga. Tapi percaya deh, Lama-lama semua akan terasa membaik."
"Yap, gue tahu, buktinya sekarang gue akrab sama Kakak gue, padahal sebelumnya, dooh!"
"Nah kan, selalu ada sisi positif!' ucap Josh semangat.
Aku mengangguk, selanjutnya kami tak banyak bicara, dan ketika kami sampai di lantai tiga, aku kaget dong, dikira hantu, taunya ada cewek nunggu di depan pintu kamarku. Gak tahu siapa.
"Hay Bil, lama?" Tanya Josh, aku langsung menoleh, ini ceweknya?
"Banget! Ngapain dulu sih?" Ujar si cewek asing ini.
"Biasa,"
"Kamu sama siapa?" Cewek ini menatapku sinis,
"Tetangga kostan, itu kamarnya btw, kamarku yang sebelah!" Josh menunjuk kamarnya yang ada persis di samping kamarku.
"Ohh, okay! Yuk!"
"Bye, Ca!" Seru Josh, ia berjalan ke arah pintu kamarnya, dan perempuan ini mengekor.
"Yeah, bye Josh!" Ucapku pelan kemudian masuk ke kamarku.
Kuputuskan untuk mandi lagi, yeah, sepertinya energi yang ku keluarkan untuk les masak tadi sama besar dengan les akting. Capek boss!
Begitu selesai mandi dan keluar, aku langsung menarik napas panjang, putus asa, belom apa-apa udah denger suara-suara desahan dari kamar sebelah.
God! Josh gak bisa nunggu aku tidur dulu apa??
********
***
Ngantor lagi, kerjaan lagi, tapi gak kaya-kaya, heran!
"Ca, besok temenin gue rapat di luar ya?" Ujar Atta, tumben banget kali ini dia nyamperin ke meja, biasanya kan aku yang dipanggil ke ruangannya.
"Iyaa siap, Ta." Aku sih selalu mau kalau Atta ngajak rapat di luar. Lumayan, variasi makan siang, dapet uang ongkos juga kan, enak.
"Besok langsung berangkat aja, gue jemput ya lo?"
"Siap Ta!"
"Lo masih kost di tempat yang lama kan?"
"Iyaa, belom pindah gue," Kataku.
"Mantap, kuat juga lo!"
"Hah? Kuat? Kuat apaan?"
"Ah udah lah gitu," Hanya itu balasan Atta, membuatku bingung karena ia langsung pergi, kembali ke ruangannya.
Aku yang sedikit bengong mencoba mengalihkan pikiran dari obrolan tadi, kembali ke pekerjaanku.
Keesokan harinya, pukul setengah sembilan pagi Atta sudah mengetuk pintu kamarku, untung lah aku sudah siap, tapi ya masih sarapan.
"Mau roti gak lo?" Tawarku saat membukakan pintu.
"Bawa buat bekel aja Ca, makan di jalan."
"Oke!" Aku mengangguk, kemudian berjalan ke arah meja, memasukan roti-roti ini ke dalam kotak makan. Setelah itu, aku menyambar tas kerjaku, lalu keluar kamar.
"Lo yang nyetir mau ya? Capek gue." Ujar Atta sambil menyerahkan kuncinya, aku mengangguk seraya menerima kunci tersebut.
Dah lah, gak apa, kali-kali setirin dia. Kami langsung menuju hotel tempat kami akan rapat hari ini. Aku selalu berada di samping Atta, mencatat materi yang dibahas dalam rapat, lalu semua pertanyaan-pertanyaan. Pokoknya segala hal yang harusnya dikerjakan oleh asistennya Atta, seandainya dia punya.
Lelah, rapat berakhir pukul 8 malam. Bener-bener seharian, dan tahu apa? Atta gak bolehin aku pulang.
"Udah lama banget gue gak liat lo di club, yuk ah! Kita joget-joget, lemesin dikit badan lo, Ca! Syukur-syukur kalau nemu cowok malem ini!" Ujarnya ngawur.
Tentu, aku gak bisa menolak ajakannya itu, karena jujur saja, aku memang rindu berdansa, walaupun aku gak ngarep yaa bakal dapet cowok, karena... entah lah, hatiku masih belum siap.
Badanku terasa ringan, sudah dua gelas minuman dan satu botol bir yang kuhabiskan.
"Pulang yuk? Bangsat gue kebelet berak!" Maki Atta,
"Jihh? Tapi lo anter gue balik kan?" Tanyaku,
"Atta!" Seru seseorang, dan ternyata yang mendekat adalah Tiara, teman nongkrong kami dulu, dan ia pun rekan kerjanya Nico.
"Oyy, kemana aja lu?" Sahut Atta,
"Oh iya, mumpung ada lo, dan mumpung masih ada di tas gue, nih undangan buat lo!"
"Hah? Undangan siapa?"
"Nico nikah minggu depan, lo jangan bilang Aca ya? Gue gak enak sama dia!"
Aku diam, masa Tiara gak lihat aku sih? Aku berdiri persis di belakang Atta loh.
"Tapi..." Atta menoleh ke belakang, ke arahku, lalu Tiara mengikuti arah pandangnya, ia langsung tersenyum kaku.
Aku berusaha senyum sesantai mungkin, kemudian berbalik, menjauh dari tempat ini. Hatiku mendadak terasa perih. Tahu kalau Nico benar-benar sudah bulat dengan keputusannya. Dan apa tadi? Minggu depan? Nico akan menikah minggu depan?
Apakah benar-benar sudah tidak ada harapan untuk kami?
Aku mencegat taxi yang lampu atasnya menyala, kemudian minta diantarkan pulang ke kostan.
Sekitar empat puluh lima menit di jalan, aku sampai, bukannya masuk ke kamarku, aku malah beralih ke pintu sebelah, menggedornya kuat sekali sebelum pintu itu di buka.
"Santai aja, gue denger, pasti gue bukain!" Ujar Josh ketika ia membukakan pintu.
"Lo punya minuman?" Tanyaku, yeah, aku mau mabuk-mabukan malam ini, minuman tadi yang ku minum belum cukup sepertinya.
Josh terlihat tersenyum, ia pun membukakan pintunya lebih lebar, mempersilahkan aku masuk.
Oke, Ca! Yok mabuk, yok!
******
*****
TBC
Thanks for reading
Don't forget to leave a comment and vote this chapter xoxoxo
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top