Enam belas

"Apa?"

"Kamu belum tidur?" Tanya suara lembut di kejauhan sana.

"Kamu ganggu!"

"Sorry Ca, tapi aku kangen banget sama kamu!"

"Yaudah, udah kan? Bye~"

"Ca! Please jangan dimatiin dulu."

"Apa lagi sih Nic? Kamu tuh udah nikah loh! Ngapain pake telepon segala?"

"Kangen aku sama kamu, sumpah. Aku nikah sama dia gak pake cinta Ca, kamu tahu itu."

"Gak pake cinta, tapi tetep nikah juga kan? Basi Nic!"

"Di kepala aku dia tuh kamu, yang aku liat kamu Ca, gak pernah dia."

Aku diam mendengar ini. Gosh, apa mungkin masih ada kesempatan untuk aku bersama dengan Nico, bahkan meskipun ia sudah menikah?

Tapi... jika ia kuladeni lebih jauh, itu akan menyakiti hati istrinya. Rasanya jahat sekali menghilangkan rasa sakit yang kurasakan dengan membuat luka baru di hati orang lain.

Yeah, aku tahu, cewek itu yang baru datang di hubungan kami. Tapi... dia lebih punya kuasa sekarang, karena mereka sudah berstatus resmi, tidak seperti aku dulu yang hanya menjadi pacarnya Nico.

"Nic, kamu kira denger itu aku bahagia? Gak! Aku sama sekali gak bahagia jadi orang yang mungkin kamu inginkan tapi gak bisa milikin kamu. Gak! Dan aku juga gak punya rencana untuk ngancurin hubungan kalian, please... udah lah!"

"Tapi itu semua bener Ca, di kepala aku cuma ada kamu."

"Tapi aku gak akan pernah cukup kuat kan jadi alasan untuk kamu usaha sendiri dan gak mengandalkan bisnis keluarga kamu, iya kan? Yaudah... kamu udah milih Nic!" Kumatikan sambungan telepon tersebut. Mematikan ponselku juga, karena aku tak ingin diganggu dan benar-benar butuh istirahat.

Gosh! Sekarang gak cuma fisik, tapi batinku pun terasa lelah. Tuhan....

*******

"Ca, makasi yaa!" Seru Atta, aku baru saja mengirimkan soft-file presentasi yang akan dia bawakan sore nanti bersama para bos-bos, lengkap dengan bahan materinya.

"Anytime, Ta!"

Siang ini aku ngacir sama Atta, gak tahu kesambet angin apa, anak ini tiba-tiba mau traktir aku makan, yaudah lah, aku pamit ke Arya dong, bilang kalau siang ini aku gak bisa sama dia.

"Ta? Lo dapet durian runtuh apa gimana?" Tanyaku ketika Atta mengajakku masuk ke salah satu resto bintang lima yang ada di salah satu mall.

Nah, masuk restonya aja kudu pakaian formal, untung kan bajuku sama Atta tuh tipe orang kantoran banget, jadi lulus hahaha! Dan lagi, aku juga tahu, harga makanan di sini gak murah.

"Outdoor ya Mbak, kalau bisa yang view-nya cakep!" Ujar Atta kepada pramusaji yang menyambut kami, ia bahkan tak menjawab pertanyaanku.

Diantar oleh Mbak bernama Gina, kami masuk ke bagian dalam resto, lalu jalan terus ke bagian luar, tempat outdoor yang menampilkan pemandangan kota dari lantai 20.

"Perfect! Thanks!" Ujar Atta.

Aku melongo, asli sihhh, ini gedung mall nih beneran ada di pusat kota, dan posisi duduk kami, pas banget view-nya tengah kota. Kalah udah pemandangan yang biasa aku lihat dari kafetaria kantor.

"Ta? Lo tiba-tiba ngajak makan gini, terus tempatnya bagus pula, lo gak sok ngide mau ngelamar gue kan?"

"Idihhh! PeDe banget lo?" Serunya dengan suara kesal.

"Ya abissss~" Aku sengaja tak melanjutkan kalimatku.

"Gue mau berterimakasih aja, lo udah baik sama gue, selalu mau gue repotin dan hasil kerja lo selalu diluar ekspektasi gue."

"Oh gitu...." Hanya itu yang keluar dari mulutku.

Lalu, seorang pelayan menghampiri kami dengan buku menu, karena aku lumayan paham nih sama makanan beginian... berkat les masak sama Josh, jadi aku yang memesan makanan untuk kami berdua.

Hahaha tahu rasa aja Atta, yang aku pesen mahal semua.

"Nanti sore, lo ikut gue meeting ya?" Ajaknya.

"Lha? Bukannya sore ini khusus ya? Yang dateng cuma kepala departemen aja, sama manager sama Bu Rika, ya kan?"

"Iya sih, tapi bisa lah gue ajak lo."

"Ihh gak mau, nanti kalau gue diusir kan malu-maluin, Ta!"

"Kaga, busetdah lo rewel amat!"

Perdebatan kami tertunda, makanan yang ku pesan sudah terhidang di meja. Dari bentukannya aja, aku tahu ini makanan ena ena pol!

Aku dan Atta makan tanpa suara, benar-benar menikmati setiap potongan daging yang tersedia di piring masing-masing, dan ya Tuhan, ini sih rasa makanannya gak ada lawan, sumpah!

"Gilak sih gilak! Pinter lu milih makanan!" Seru Atta ketika makanannya sudah ludes, ia sekarang sedang menyesap wine yang kupesan.

"Hahaha iya lah gue pinter! Gue kan les masak Ta!"

"Gak sia-sia berarti!"

Tak bisa berlama-lama karena harus kembali ke kantor, aku dan Atta pun segera meninggalkan tempat ini. Atta rada ngomel sih, bilang kalau kemahalan makanannya, tapi mengingat rasanya yang luar biasa, dia tak melanjutkan omelannya.

Kembali ke kantor, aku langsung menuju meja kerjaku, melihat ada post-it yang tertempel di layar komputerku. Kerjaan baru dari Mbak Hilda. Yaudah lah yuk, kerjain, meskipun aku tahu... dari Atta, pasti tugasnya bukan buat aku. Karena aku sudah menyelesaikan tugasku minggu ini.

Pukul 3 sore, Atta memanggilku, menyuruhku ikut dengannya ke ruang rapat, karena tadi siang sudah diberitahu, jadi aku langsung sigap, membawa catatan ku dan ponsel tentu saja.

Hampir semua staf sudah menempati kursinya masing-masing, untung juga ada kursi lebih untukku, kami tinggal menunggu Bu Rika untuk membuka rapat kali ini.

Sekitar lima menit, Bu Rika datang bersama dengan asistennya. Rapat dimulai dan hanya sesaat setelah pembukaan, giliran Atta yang presentasi.

"Untuk hari ini, maaf sekali saya tidak bisa melakukan presentasi di depan bapak dan ibu seperti biasanya!" Aku syok denger Atta bilang gitu.

Lha? Kok gak bisa? Kenapa? Kan udah aku bikinin. Semua sudah lengkap, sesuai arahannya dan sesuai dengan apa yang diminta Bu Rika.

"Tapi tenang, dari department saya, akan dipresentasikan oleh Natasha, dia yang membuat presentasi ini jadi saya rasa, harus dia yang menyampaikannya." Makin syok aku denger kalimat lanjutan dari Atta.

Kulihat orang-orang sekitar dan mereka semua tersenyum, menungguku untuk maju dan menjelaskan.

"Yok!" Bisik Atta pelan. Aku menelan ludah, kemudian berjalan pelan ke depan.

Meskipun sangat menguasai materi, tapi tetap saja aku sedikit tegang. Menarik napas panjang, aku pun menguasai diri, menerapkan apa yang sudah kupelajari dari les akting selama ini.

Lega.

Semua mengangguk setuju dengan apa yang sudah ku jelaskan, jadi aku pamit kembali ke tempatku agar bisa berdiskusi dengan nyaman.

"Gimana Bu Rika?" Tanya Atta.

"Saya setuju kalau gitu. Yang lain?" Tanya Bu Rika. Aku kurang paham, apaan nih yang setuju? Tadi kan aku jelasin banyak hal.

Semua kepala departemen terlihat mengangguk setuju, beberapa dari mereka bahkan tersenyum melihatku.

"Natasha, kamu gak tahu ya? Kalau rapat kali ini tuh bohong, kami cuma mau melihat bagaimana kamu berbicara di depan umum, dalam situasi yang serba mendadak." Ujar Bu Rika tiba-tiba.

Hah? Maksudnya gimana sih?

"Minggu ini sebenarnya minggu terakhir Atta ada di kantor ini, dan Senin kemarin, ia mengusulkan kamu sebagai pengganti posisinya, dan tadi... kamu baru saja menunjukan kalau Atta benar, kamu cocok mengisi posisinya."

Aku menoleh ke Atta, ia tersenyum manis sekali.

Ini maksudnya aku naik jabatan nih?

"Setelah ini, kamu bisa ke bagian HRD ya, untuk tanda tangan kontrak yang baru. Selamat bergabung bersama kami, Natasha!" Ujar Bu Rika. Aku syok tentu saja, tapi bahagia.

Karena ini hanya rapat pura-pura, hampir semua staf sudah meninggalkan ruang rapat ini, menyisakan aku dan Atta.

"Lu gila Ta? Kenapa lu gak kasih tahu gue?"

"Gak surprise dong? Dan gak natural juga nanti."

"Terus lo pindah? Atau gimana?"

"Gue dapet kesempatan lanjutin kuliah, ambil PhD di Australia,"

"Serius?"

"Iya serius!"

"Keren banget lo Ta! Gue mau S2 aja gak kesampean!"

"Nah, mumpung udah di posisi ini, kasih dikit kerjaan ke bawahan, biar lo agak santai. Kaya gue... bisa kan gue S2 dengan hasil nyuruh lo ini itu?"

Aku tersenyum.

"Lo ke HRD, jangan mau ya dikibulin pak Handika."

"Hah? Kenapa?"

"Gaji lo sekarang berapa?" Tanya Atta.

"Maksudnya?"

"Jawab!"

"Gue? Sebulan 12 juta, Ta."

"Good, gue di posisi ini dapet 23 juta sebulan, lo harus sama! Pak Dika tuh kalau ke cewek suka diturun-turunin. Sekarang aja nih, lo 12 juta, itu si Fadlan yang posisinya sama kaya lo aja 15 Ca!"

"Serius?"

"Iya, pokoknya jangan mau kalau lo tanda tangan kontrak nominal gaji lo dibawah 20, oke? Jangan mau iming-iming tunjangan, uang makan dan lain-lain, gaji pokok ya gaji aja, bonus yang lain ya harus ikut. Sampe pak Dika bilang gaji lo nanti gede kalau tambah ini itu anu, jangan deal dulu, nego terus! Pokoknya gaji pokok kudu jelas, di atas 20 ya Ca!"

"Gilak sih Ta, lo emang bos terbaik!"

"Hahah, ini kan bukan kantor gue, jadi gue gak perlu mikirin pengeluaran kantor. Gue cuma mau lo dapet yang layak aja Ca!"

Aku mengangguk, kemudian mengucap syukur dan rasa terima kasih yang dalam untuk Atta. Gosh! Beneran deh, Atta tuh. Dan... pasti bakal kangen nih aku sama dia.

*******

TBC

Thank you for reading
Don't forget to leave a comment and vote this chapter xoxoxo

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top