Dua puluh sembilan
Les masak lagi, dan setelah sekian lama, akhirnya aku ketemu Josh lagi. Asli sih, kangen ngobrol sama dia, karena sejatinya, dia tuh tetangga yang baik. Tapi sayang, kita udah gak tetanggaan sekarang.
Ternyata, materi lesnya tuh sama aja. Jadi aku ulangi lagi tuh, belajar motong, belajar pegang pisau yang bener, gitu-gitu.
"Gini mbak Aca, tangannya gini." Josh menghampiriku, membantuku memegang pisau tapi ini posisinya dia kaya meluk gitu. Anjir! Terus... kampret banget, berasa anunya nempel di belakangku.
"Ini apaan sih?" Aku menoleh dan, anjirrrr, mukanya kenapa deket banget elah!
"Bisa?" Tanyanya, hembusan nafasnya langsung terasa di wajahku. Nafasnya wangi mint.
"Bisa Chef!" Kataku, kemudian Josh melepaskan pelukan modusnya ini.
Les kali ini gak kondusif, sumpah. Josh apa banget sih? Berkali-kali dia datengin bench aku, bilang ke orang-orang kalau aku nih contoh yang salah. Lalu sok mau ajarin, peragain gitu tapi sambil meluk. Kesel banget sumpah!
Selesai les, aku menunggu Arya yang belum datang menjemput. Jadi ya aku duduk-duduk di semen gitu, deket tanaman hias, abis gak ada bangku.
"Gak balik lo?" Tanya Josh santai, ia lalu duduk di sampingku.
"Nungguin Arya!"
"Lo sama Arya?"
Aku mengangguk, kemudian kami bedua hening. Aku pengin ngajak ngobrol, tapi bingung bilang apaan. Dan Josh juga gak buka topik, jadi ya aku memilih diam.
Aku tahu sih, aku salah, terakhir ketemu, aku pergi gitu aja setelah aku bilang suka sama dia. Tapi menurutku, gak perlu juga sih, Josh kan emang bukan tipe orang yang ada di hubungan serius kan? Jadi buat apa aku menegaskan kalau aku nih ditolak. Biarin aja ngambang kaya gitu. Sekarang udah jelas juga kan, aku udah sama Arya.
"It's feels weird you know? Not having you in the next door!" Ujar Josh dengan suara pelan yang terdengar dalam. Dan walaupun pelan tapi sanggup memecah keheningan yang ada.
Aku menelan ludah, kemudian ketika akan buka suara, mobilnya Arya masuk ke parkiran, membuatku lega karena gak harus menyahuti omongan Josh barusan.
"Sorry ya lama,"
"Lu kacau lu! Cewek dibiarin nunggu malem-malem! Untung gue temenin!" Seru Josh dengan nada suara yang super santai. Gak kaya suaranya sebelum ini
"Mama ribet, Jelena kan besok ulang tahun!" Ujar Arya. Jelena itu nama keponakannya Arya.
"Oh iya, ke berapa sih? Gilak gue belum beli kado, tahu gak lu dia doyan apaan?" Tanya Josh.
"Baru yang ke-7."
"Lo beliin dia apa?"
"Sepatu roda." Jawab Arya.
"Gue beliin apa ya? Saran dong!"
Asli, liat Josh sama Arya ngobrol begini, mereka jadi kelihatan kakak-adek.
Dan aku? Kenapa aku harus ada di tengah-tengah mereka sih?
"Rumah barbie aja, tapi yang 3 tingkat, yang dua dia udah punya." Saran Arya.
"Yaudah oke, beli di mana tuh?"
"Masuk mall makanya Josh! Kapan terakhir lo masuk mall?"
"Males gue ke mall! Nyuruh orang aja besok pagi."
"Yailah, masih aja trauma. Kaga bakalan lagi lo mergokin Rara selingkuh, kan udah bukan istri lo juga!"
Ohhh, jadi mantan istrinya Josh tuh namanya Rara.
"Apa sih lu! Dah gue balik ah! Gak bener ngobrol sama lo! Besok sore kan? Gue dateng, sisain makanan!"
"Okay! Thanks udah temenin Aca!"
"Yoo!" Josh berjalan menuju mobilnya, lalu aku dan Arya pun masuk ke mobil Arya. Segera melaju, pulang.
"Gimana tadi masak?" Tanya Arya.
"Masih ngulang, awal-awal belajar skill dulu."
"Bagus dong, biar makin terlatih kan?"
Iya sih bagus, kalau si Josh kaga nempelin itunya ke badanku. Huh!
"Iyap, biar makin jago aku, heheheh!"
"Good!"
"Kamu gimana di rumah? Selesai?" Tanyaku.
"Ada beberapa yang belum, ya gimana lagi coba, Mama minta ganti tema dadakan gitu, stress party-plannernya."
"Terus besok gimana?"
"Lanjut besok paling, pagi kita berangkat ya? Bantuin!"
"Siap!" Kataku.
Arya tuh ternyata beneran pas bilang kalau hubungan ini mau dibawa serius. Aku bahkan udah dikenalin ke keluarga besarnya. Dan asli, kenal keluarganya, aku jadi ngerasa kecil, sumpah. Siapa sih aku disandingin keluarganya yang sukses-sukses itu? Jauh deh!
Untungnya, Mama-papanya Arya orangnya ramah banget. Mereka sudah tua tapi yang masih sehat, masih enerjik, dan mereka menerimaku dengan sangat baik. Gak ada tuh interogasi nanya ini itu. Bikin aku sedikit lega juga.
Mantap lah pokoknya!
******
***
"Happy birthday, sayang!" Ucap Arya pelan kemudian ia mengecup keningku. Aku yang baru bangun cuma bisa senyum, ini nyawa belum kekumpul loh, buset dah.
"Thank you!"
"Make a wish!" Arya mengulurkan kue kecil berwarna biru, ada sebatang lilin menyala di atasnya.
Memejamkan mata sebentar, aku mengucap doa sebelum meniup api di lilin tersebut.
"Yeay!"
"Thank you!" Seruku lagi.
"Mau makan kue, apa buka kado?" Tanyanya.
Aku memperbaiki posisiku dulu, tadi tuh setengah tidur gitu, bertempu di siku. Sekarang, aku duduk di kasur, udah mantep.
"Masih terlalu pagi buat kue, kado aja mana?" Kataku.
"Maaf ya gak dibungkus!"
Arya juga terduduk, ia menarik laci dari nakas kecil di samping kasur lalu mengeluarkan satu box kecil, box perhiasan.
Anjir! Jangan bilang isinya cincin. Bisa gila nih aku!
"Happy birthday!" Seru Arya sambil memberikan box itu.
Aku tersenyum, menarik napas panjang dulu. Agak gak siap yaa....
"Makasi Arr!" Kataku, kemudian kubuka kotak tersebut, agak sedikit lega ketika melihat bandul dengan inisial huruf A ada di dalamnya. Ini lebih baik, mending dapet kalung dah daripada dapet cincin. Pusing boss!
"Kamu mau pakein?" Tanyaku.
"Mau kamu pake?" Ia balik bertanya, suaranya terdengar semangat.
"Iya lah, pakein ayok!"
Kuberikan kotak itu padanya, lalu sedikit berbalik dan mengangkat rambutku biar gak menghalangi. Kemudian Arya mengalungkan kalung tersebut. Aku langsung menunduk untuk melihat bandul A kecil itu tertempel di tengah-tengah tulang selakaku. Cantik!
"Bagus ya!" Kataku! Begitu terkait aku segera berbalik, biar Arya bisa liat.
"Bagus, bagus banget! Kamunya juga cantik!"
Aku tersenyum, kemudian memeluk Arya erat. Menghirup aromanya dalam-dalam.
Gosh! Kenapa perasaan ganjel itu masih ada ya?
"Nanti pulang kerja mampir ke rumah Mama ya, aku bilang kamu ulang tahun, jadi Mama ngajak makan bareng,"
"Hah?"
"Kok hah?"
"Aku gak ada baju!"
"Baju kamu banyak banget kali Ca!"
"Gak ada, kayaknya jam makan siang aku harus beli baju!"
"Yaudah iya aku temenin."
"Makasi Arr!" Aku memeluknya kembali, mencoba menarik napas panjang agar hatiku lega. Tapi ya tetep.... kejangalan itu masih terasa.
Menarik diri, kutempelkan bibirku ke bibirnya Arya, ia langsung menyambut dan membalas ciumanku. Menarik pinggang ku agar aku mendekat.
Dah lah yuk, kita morning sex dulu sebelum mandi dan berangkat kerja. Cuss!
*********
"Dikadoin apa lu sama si Arya?" Tanya Josh, dia hadir dalam makan malam perayaan ulang tahunku.
"Kepo lo!"
"Gue tebak ya?"
"Apa?"
"Kalung yang lo pake!" Tunjuknya.
Aku memanyunkan bibirku, bete dia bisa nebak. Ini posisinya kami ada di halaman belakang rumah mamanya Arya. Lagi bakar-bakaran gitu. Arya lagi asik main billiard di dalem, sama Jeremy, kakaknya Josh.
"Mana, lo gak kasih gue kado?" Tanyaku.
"Ada di dalem, nanti kalau balik angkut aja tuh."
"Gak bisa gue buka sekarang?"
"Ya lu buka aja sana kalo mau."
"Gak deh!" Kataku, kemudian tiba-tiba menarik Deasy yang sedang berlarian, membawanya kepelukan, Deasy nih salah satu keponakan Arya dan Josh. Lupa anaknya siapa.
"Kenapa belum tidur? Hemmm?" Tanyaku pada anak manis berumur 4 tahun ini.
"Ndak! Gak mau tidur!" Ia merentangkan tangannya, berupaya keluar dari pelukanku, tapi aku tetap memeluknya, menggigit kecil bahunya.
"Kenapa gak mau tidur? Nanti digigit vampire loh!" Aku memperagakan gigitan ke tangannya, gak gigit beneran tentu saja.
"Mamiiiiiiiii~ Aunty Aca bilang ada Vampirrrrr!" Anak kecil ini teriak, membuat semua yang di halaman menoleh dan tersenyum.
"Iya, Aunty bener! Kamu gak mau tidur nanti diculik vampir, gak dikasih susu lagi, dikasih darah!" Ujar kak Virnie, mamanya.
"Aaaaakkkkkk!" Deasy kabur dari pelukanku, masuk ke dalam rumah membuat kami semua tertawa.
"Lo seneng maen sama anak kecil Ca?" Tanya Josh.
"Gue punya ponakan satu, happy gitu main sama anak kecil. Main doang... kalau bantuin ngurus Ivanka tuh yaaa... emosi jiwa." Kataku.
"Kenapa?"
"Gimana ya? Kadang sama anak kecil tuh komunikasinya susah, karena pilihan kata dia masih terbatas, dia gak tahu harus ngomongin gimana apa yang lagi dia rasain, dan bisanya jadi nangis. Kita yang gak ngerti jadi stress. Belum lagi kalau nolak makan, astaga, ampe kasian gue sama Aini udah masak capek-capek eh anaknya mingkem, gak mau buka mulut sama sekali." Jelasku.
"Gitu ya? Terus lo mau entar punya anak?"
"Ya mau lah! Biarpun stress anak orang aja gue urusin, apalagi anak gue kan?"
"Sip deeh mantap!"
"Ngobrolin apa nih?" Arya bergabung dengan kami, duduk di belakangku, langsung memelukku.
"Anak kecil, kadang lucu kadang nyebelin." Jawabku.
"Anak lo kenapa gak pernah diajak gabung Josh? Ajak lah biar dia kenal sepupu-sepupunya. Kaya kita-kita gini, kan rame."
"Duhh, lu kaya gak tahu gimana susahnya bawa Jo keluar. Ketemu aja kan cuma bisa di sana."
"Takut diculik keluarga kita? Hahahaha!"
"Si Rara bentar lagi nikah sama Sam, gue bingung Jo gimana nantinya, Rara diajak ngobrol nolak mulu lagi." Josh tiba-tiba curhat.
"Lo ke sana bareng Jerry deh, dia kan pinter ngomong. Kali aja dia bisa bikin hak asuh Jo jadi buat lo. Happy kan lo, bisa sama anak lo terus!" Ujar Arya.
"Jeremy?" Josh menoleh ke belakang, melihat Kakaknya yang sedang tertawa-tawa dengan yang lain.
"Iya, sana gih, lo tuh kalau mau minta bantuan apa-apa jangan sungkan Josh, kita keluarga lo ada buat lo. Jangan nyari cuma pas mau lo ajak bandel aja!"
"Sial!"
"Ca balik yuk?" Ajak Arya.
"Apaan balik? Baru juga jam 11!" Cegah Josh.
"Heh, besok masih hari kerja!"
"Ya sama, gue juga kerja, lebih pagi dari kalian pula!"
"Itu sih elu, kerajinan, resto punya sendiri tapi nyortir barang masih dilakuin sendiri! Huh!"
Nah kan, apa aku bilang, gak mungkin restoran michelin star tapi bukan punya si Chef-nya. Josh nih bohong.
"Punya sendiri apaan! Itu modalnya dari bapak gue, kampret!" Josh melempar Arya dengan bungkus permen.
"Yailah, lo ya.. Ke bapak sendiri masih aja kaya ke orang lain. Itu om Jupiter ngasih lo duit kali buat modal, bukan investasi!"
"Ah gue gak mikir gitu sejak dia nyuruh gue bayar semua kerugian dia gara-gara gue bolos les bahasa."
"Baperan lo! Itu kan punishment hari itu doang, biar lo kapok. Dah ah, gue mau balik, yuk Ca?!" Ajak Arya.
"Iya, pamit mama-papa kamu dulu lah, sama yang lain." Kataku.
Kami berdua bangkit dari beanbag yang kami duduki, lalu pamit ke orang yang paling dekat, Josh. Ia mengulurkan kepalan tangannya dan aku pun melakukan hal yang sama.
"Duluan Josh!" Kataku.
"Jangan bilang gitu, nanti dia nyusul!" Seru Arya. Lha, masih aja basa-basi begitu ditanggepin. Jadi inget kali pertama ketemu Arya, hehehe!
Setelah pamit dengan semuanya, Arya membantuku mengangkut kado-kado ke mobil. Di perjalanan pulang, aku merasa sedikit lega. Gak tahu, ngobrol santai sama Josh berdua kaya tadi bikin perasaan lega aja.
Aneh.
*******
TBC
Thank you for reading
Don't forget to leave a comment and vote this chapter xoxoxoxo
***
Jangan bosen sama iklan ini yaaw
Cuss yuk ke Google Play Books buat baca cerita2 ini
***
Ada beberapa judul juga yang ku pindahkan ke Aplikasi Membaca Dreame yaak, cusss geratis bep~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top