Dua puluh delapan
"Aku bantuin pindahan yok, mau?" Ujar Arya semangat ketika kuberitahu aku akan pindah.
"Aku gak pindahan, barang-barang di kostan mau kujual. Sisanya yang gak laku buat penjaga kost. Udah, aku bawa baju doang."
"Yaudah aku bantu ya?"
"Tapi aku bingung, itu rumah kan masih kosong ya? Apa sambil aku nyicil beli isinya aku tetep kost aja ya? Atau nginep di rumah Nathan?"
"Aku punya solusi keren lain."
"Apa?" Tanyaku.
"Apartmenku."
"Ehhh?"
"Kenapa? Kan kalau kamu di apartmenku nih, kita bisa saling kenal lebih jauh. Toh hubungan kita juga mengarah ke sesuatu yang serius kan?"
Aku diam. Dia bener sih, sial. Tapi... belum bisa aja aku tinggal bareng Arya. Gimana ya? Duhh, hatiku nih masih gak sreg. Ya ampun, berdosa banget aku nih.
"Lagian kalau kamu tinggal bareng aku nih, kamu bisa lebih hemat, gak bayar uang sewa, gak keluarin uang buat ongkos ke kantor, ya kan? Cepet deh kebeli perabotan biar lengkap." Ujar Arya.
Bener lagi sih, sial.
"Aku tanya Nathan dulu deh ya?"
"Nathan Abang kamu?"
Aku mengangguk.
"Kakak cowok, mana bolehin adeknya tinggal bareng pacar."
"Emmm, iya juga sih. Tapi Nathan tuh santai, dia gak terlalu suka ngatur hidupku."
"Yaudah terserah kamu, aku sih udah ngasih solusi ya enaknya gimana." Ujar Arya.
Aku mengangguk lagi, kemudian bangkit dari karpet, menuju meja makan buat ambil minum.
"Aku pengin kursus masak lagi deh." Kataku.
"Kursus di tempatnya Josh?" tanya Arya santai.
"Yep, buka batch baru, kan yang kemarin udahan tuh udah lewat tiga bulan, lebih malah gegara chef sok sibuk itu banyak liburnya." Kataku.
"Yaudah, daftar aja, bilang sama Josh biar namanya masuk list yang diterima."
Arya ngomong santai amat ya? Dia gak tahu apa, aku udah 2 minggu diem-dieman sama Josh? Huh!
"Bilangin dong? Kali aja kalau sepupunya yang bilang langsung diprioritaskan."
"Lha, kan Josh juga kenal sama kamu. Dia kan anaknya ramah ke semua orang, kamu tetangganya, pasti dia prioritasin kok."
"Gitu ya?"
Arya hanya mengangguk. Kayaknya, Arya nih beneran ngelupain semua kejadian yang pernah ada ya. Dia gak kepo sama sekali loh soal ada hubungan apa aku sama Josh sampe kita bertiga bisa ada di situasi 'hampir mau threesome'.
"Yaudah, nanti deh. Dia jarang keliatan sekarang."
"Ohh, dia kan lagi sibuk kerjain resto barunya, colab sama chef Australia, bikin resto di Bali. Lagi di sana kali."
"Ohh, pantes."
Asli, aku pengin banyak tahu soal Josh, tapi... masa nanya ke Arya? Arya kan pacar aku.
Tuhan, hubungan ini kenapa ribet banget sih? Lama-lama hamba pacarin ulekan di dapur juga deh.
"Kamu malem ini nginep ya?" Pintaku ke Arya.
"Aku terus yang nginep, kamu gak pernah nginep di tempatku."
"Iya emang ya?"
"Yep, kamu ke apartemenku aja baru 3 kali."
"Iya gitu?"
Arya mengangguk.
"Yaudah deh yuk, malem ini ke apartemen kamu aja."
"Gitu dong, yuk!"
"Bentar lah, aku siapin baju dulu."
Pukul 9 malam, kami keluar dari kostanku. Menuju apartmen Arya, yang jarang sekali ia tempati. Katanya, dia lebih sering pulang ke rumah orang tuanya.
"Kamu sama Josh tuh sepupu dari mana?" Tanyaku.
"Mamaku sama Mamanya adik-kakak, kita berdua cuma beda setahun, waktu kecil kita bedua dititipin di Oma, soalnya orang tua kami sibuk." Jelas Arya. Aku mengangguk.
"Jess, yang waktu itu kamu ketemu, itu adeknya Josh."
"Wah iya?"
"Heem, aku tuh bungsu, jadi gak punya adek, makanya seneng main sama Jess, berasa punya adek."
"Kalau kakak?" Tanyaku.
"Kakakku dua, dua-duanya udah nikah, satu di Jakarta, satu di Atlanta."
Aku mengangguk.
"Josh juga kakaknya dua. Jeremy sama Jonathan. Jonathan peneliti burung di Brazil. Jeremy di Jakarta, bareng aku, jadi Vice President di kantor tempat kukerja sekarang." Jelas Arya tanpa kuminta.
"Josh pernah cerita kalau kakaknya ngurus bisnis Papanya, berarti kamu kerja di kantor papanya Josh?"
"Yup, as a director!"
Mampus, jadi ini tuh aku pacaran sama direktur? Anjrittt!
Kami sampai di parkiran basement apartment, kemudian dengan lift khusus naik ke unit milik Arya.
Aku sudah pernah ke sini, apartment Arya tuh tipe penthouse gitu. Gede banget asli, udah gitu pemandangannya super cakep. Best lah!
"Hay Mbak!" Begitu masuk, ternyata ada Mbak yang kerja, lagi ngelapin sepatu-sepatunya Arya.
"Eh pak Arya udah pulang ke sini!"
"Udah malem masih aja kerja, istirahat Mbak."
"Ih apaan, sinetron yang biasa masa gak tayang Pak, yaudah daripada bosen lap sepatu aja."
Aku dan Arya nyengir. Jadi di apartemen Arya ini ada 2 mbak yang kerja bantuin dia.
"Ya cari tontonan lain dong, permisi ya mbak!" Ujar Arya ketika kami berjalan melewati Mbak yang terduduk dekat pintu lift, dekat rak sepatu.
"Misi Mbak."
"Iya Non, silahkan."
Arya mengajakku ke ruang utama tempat ini, sofa besar berwarna hitam yang nyaman banget.
"Bapak mau pacaran ya? Yaudah deh saya lanjut lap sepatunya besok aja." Ujar Mbak bikin aku dan Arya tertawa.
Mbak bernama Lina ini kemudian bangkit, membawa kain lap, sikat dan semir sepatu lalu berjalan ke arah belakang. Gak belakang sih, sisi kiri dari tempat ini aja, agak ke belakang emang, soalnya gak keliatan dari rumah utama ini.
"Mbak kamu tuh lucu,"
"Mbak Rini lebih absurd sumpah, pernah nih, aku kebangun tengah malem buat minum, eh dia lagi bersihin akuarium masa?"
"Sumpah?"
"Asli, mana ikannya diajak ngobrol, kan ngeri ya?" Aku tertawa. Emang, di tempatnya Arya nih ada akuarium lumayan besar, bikin suasana jadi tambah adem.
"Kalo sambil ngajak ngomong sih emang ngeri ya!"
Lalu, Luna, kucingnya Arya tiba-tiba berlari, loncat ke pangkuan Arya.
"Pengin beli kucing lagi, jantan, apa ya?"
"Ini Luna jenisnya apaan emang?"
"American Curls,"
"Yaudah sama lagi aja."
"Jangan, biar kalau beranak hasilnya lucu gitu."
"Ohh, yaudah nanti deh aku kasih rekomendasi." Kataku.
Menghabiskan waktu dengan ngobrol ringan, aku senang melihat Arya bermain bersama kucingnya ini. Gemes sumpah!
Sesekali, Arya nyamber soal tinggal bareng di sini. Dan tentu saja, aku jadi goyah. Kalau ada di sini, liat tempat yang nyaman, pemandangan keren, ada kucing juga. Ya gak mungkin nolak aku.
Tapi....
Aku gak tahu sih tapi apaan.
"Kalau aku di sini juga, kamu jarang pulang dong berarti ke rumah orang tua kamu?"
"Yaah, di rumah juga ngapain? Sama aja kaya di sini, gak ada siapa-siapa. Mama sama Papa sibuk, aku sih formalitas aja tinggal di sana, pindah ke sini pun gak bakal diomelin, udah gede juga."
Aku diam, pengin ngasih Arya jawaban sekarang, cuma kok kesannya aku nih cepet banget ambil keputusan. Kalau dilama-lamain, buat apa juga ya?
"Yaudah Arr, okay! Aku pindah ke sini aja!"
"Thank you!" Arya memelukku, membuat Luna mengeong karena terjepit di antara kami.
"Tapi cuma sampe rumahku keisi ya, gak full, minimal udah ada kasur, sofa ruang tamu, perabotan masak, aku pindah lagi."
"Okay, tapi kamu gak kejauhan berangkat kerjanya?"
"Kan ada bus yang eksekutif itu loh, cepet naik itu," Kataku.
"Kamu tuh anaknya simpel ya, seneng aku."
Aku tersenyum. Well, ternyata kalau dijalanin gini, sama Arya pun oke-oke aja. Emang sih, awalnya aku kurang sreg, tapi... rasanya juga biasa aja. Gak ada sakit hati, gak ada apa-apa gitu. Santai.
Huh, semoga kali ini aku ada di jalan yang benar ya. Semoga! Aminnn!
******
TBC
Thank you for reading
Don't forget to leave a comment and vote this chapter xoxoxoxo
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top