Dua belas
Aku duduk di sofa milik Josh yang menghadap ke arah TV yang layarnya agak cekung ini. Sementara Josh sudah sibuk di dapurnya yang waw itu.
Sekarang, saat tahu kalau Josh adalah profesional chef, aku gak heran kenapa dapurnya lebih mendominasi tempat ini. Mantep banget sih dia dapurnya, dan tempat tidurnya cuma begitu doang.
Padahal kalau dipikir, ngapa juga yaa dapur dibikin bagus? Toh di resto dia udah punya dapur komplit yang serba ada, lalu, ini kan kostan bukan rumah pribadinya. Ngapain amat?
"Nihhh!" Josh meletakkan beberapa botol minuman di meja, membuatku sedikit terkejut juga karena ada bermacam-macam. Dari bir, wiski, juga ada vodka, sampai wine.
"Wadaw!" Hanya itu sahutanku.
Josh tersenyum, ia kemudian duduk di sofa juga, di sebelahku sambil mengulurkan gelas kecil kepadaku. Kuambil gelas itu, lalu membuka botol wine, karena letaknya paling dekat denganku.
Menuangkannya sampai setengah gelas, ku ulurkan botol ini pada Josh, dan ia menyodorkan gelasnya, jadi kutuangkan juga setengah.
Meletakkan kembali botol ke meja, aku mendekatkan gelasku ke gelasnya Josh,
"Cheers!" Seruku, Josh pun tersenyum sambil mengucap kata yang sama.
Aku memejamkan mata ketika menelan cairan manis pahit ini. Ughhhh, my throat!
"Kenapa lu? Tiba-tiba friendly dan ngajak minum?" Tanya Josh.
"Mantan gue nikah minggu depan," Yeah, kalimat itu keluar begitu saja.
"Kan lo udah tahu dia dijodohin, ya pasti nikah lah. Kenapa lo jadi sedih begini?"
"Gue agak kaget aja, secepet ini dia nikah, cuma 2 bulan sejak kita pisah."
"Hemm, yaudah, mungkin itu cara Tuhan ngasih petunjuk kalau dia emang bukan buat lo. Dan petunjuk juga supaya lo ikhlas."
"Iya kali ya? Tapi Josh... tiga tahun gue sama dia. Dia ada di masa-masa terburuk gue." Kataku, berkat minuman ini, lancar jaya banget aku curhat. Ember emang aku tuh kalau mabuk.
"Then appreciate it. Lo harus bersyukur lo gak sendiri di masa-masa sulit lo. Dan bilang makasih sama dia karena udah nemenin."
"Enteng banget," Ucapku, kemudian menyesap lagi minuman ini.
"Ya terus apa lagi? Gue tahu, berat emang ikhlasin kenangan, apalagi kenangan bahagia. Tapi kalau cowok lo sekarang bahagia dengan pilihannya, kenapa lo harus kaya sekarang?"
"Mereka bahagia di atas kesakitan gue,"
"Bisa dibilang gitu, tapi cowok lo gak ghosting kan? Dia bilang dia dijodohin, ya lo harusnya udah lewat lah masa-masa sakitnya. Sekarang mereka bahagia, itu pilihannya. Nah lo pilihan lo apa? Mau sakit mulu?"
"Lo mabok gak sih Josh?" Tanyaku, sambil menuang minuman entah yang keberapa kali, yang jelas botol pertama sudah habis diminum.
"Apaan, baru segini masa udah naek aja."
Aku mengusap-usap wajahku, kemudian sengaja duduk sedikit melorot biar bisa nyender. Pusing ya Tuhan.
"Lo bener, sibukin diri sama hal-hal bermanfaat, tapi ya percuma kalau lu masih mikirin dia di setiap kesempatan."
"Gue gak selalu mikirin dia ya, gue cuma mendadak nyes aja hatinya pas denger dia seminggu lagi nikah."
"Lo mau dateng nanti?" Tanya Josh.
"Kaga diundang, diundang juga ogah, ngapain? Sok tegar? Gue gak sekuat itu. Sok tersakiti? Gue gak sealay itu."
"Good girl!" Josh menepuk-nepuk puncak kepalaku yang sekarang sudah sejajar dengan pinggangnya. Ini aku makin merosot bentar lagi rebahan nih aku di karpet.
Membuka botol baru, aku menuangkan minuman ini banyak-banyak ke gelasku, kemudian menyesapnya hampir setengah gelas. Membuat tenggorokan dan paru-paruku terasa panas.
"Hoh, Josh! Kamar lo gerah banget dah!"
"Ah masa? Engga kok, ini AC-nya 19!"
Aku mengusap kembali wajahku, lalu melepas dua kancing teratas kemeja yang kukenakan, kemudian mengipas-ngipasi wajahku dengan tangan.
"Gue kayak gak rela Nico nikah sama cewek lain, gue udah ngarep banget tahu sama dia!"
"Yeah, namanya juga manusia Ca, ngarep mulu bisanya. Yang diarepin juga manusia, bikin kecewa mulu bisanya." Sahut Josh.
"Hemm, ia juga yaa, lo turun sini lah, biar gue ngomongnya enak." Yaak, aku udah duduk asal di karpet sementara Josh masih di atas sofa. Ia pun turun, duduk di sampingku.
Aku langsung bergeser, menghadap ke arahnya.
"Lo pernah ditinggal nikah gak?" Tanyaku.
"Kaga,"
"Lo gak tahu berarti rasanya jadi gue." Kataku.
Josh mengangguk, kemudian kulihat ia mengambil botol, menuangkannya ke gelas yang ia pegang. Kuulurkan gelasku, minta tambah juga.
"Kayaknya lo udah terlalu banyak deh, Ca."
"Gue masih mau lagi, lo yang baik dong jadi tetangga, jangan pelit!"
"Okay!" Josh lalu menuangkan minuman ke gelasku yang langsung kuhabiskan semua.
Bisa kurasakan tubuhku makin enteng, jadi kuletakkan gelasku di meja. Menekan dada, aku memukulnya sedikit, ketika kurasakan paru-paruku makin panas, membuatku membuka kancing kemejaku lagi.
"Are you trying to take off your shirt?"
"Hoh? Panas banget Josh!" Seruku, kemudian mengipaskan kemejaku yang sudah tidak terkancing ini.
"Gosh! I think it's time for you to back to your room, Ca."
"Katanya lo mau jadi tetangga yang baik, kok ngusir? Dih gitu banget lo Josh!" Seruku.
"Yaudah, lo mau apa lagi emang?"
Aku menggeleng, kembali mengambil gelas dan menuangkan semua sisa-sisa minuman yang tersisa di botol, kemudian menghabiskannya.
Melirik ke arah Josh, aku sengaja menjatuhkan kepalaku di dadanya dan terasa ia menahanku sebelum aku ambruk.
"Gosh, mau tidur lo?" Tanyanya.
"Lo mau temenin?"
Kulihat Josh mengangguk, lalu aku tersenyum, dan tanpa berpikir panjang, aku langsung menempelkan bibirku ke bibirnya, menciumnya sedalam yang kubisa.
"Gosh, Ca, lo apaan sih?" Ia menahan wajahku dengan kedua tangannya.
"Katanya lo mau temenin gue tidur?" Aku kembali menciumnya, kali ini menggunakan tenaga, hingga Josh jatuh dan merebah di atas karpet.
Josh tidak menolak ketika aku menciumnya lagi, jadi lenganku mengusap rahang dan sesekali memainkan rambutnya. Duh, bibirnya Josh enak banget, rasanya pahit manis gitu.
Naik ke atasnya, aku sengaja mencium Josh berlama-lama, lalu sedikit tersenyum ketika ia mulai membalas ciumanku.
Tanganku turun, merengkuh wajah Josh sambil menciumnya, dan kudengar ia sedikit mendesah.
Tangan Josh terulur, ia melepas kemeja yang sudah menggantung di tubuhku, dan aku pun membantunya agar lebih cepat. Setelah itu, aku menarik lepas kaus yang Josh kenakan.
Menarik diri sebentar, kuikat rambutku dengan karet yang melingkar di pergelangan tanganku, tapi Josh menahannya.
"Jangan Ca, berantakan aja." Katanya, tapi aku tetap mengikat rambutku sebelum membalasnya.
"Entar buka lagi, gue mau ngemut, dah lama banget kaga." Kataku, kemudian terlihat matanya Josh berbinar, jadi langsung saja aku mengarah ke bagian bawah.
Josh yang sudah mengerti, langsung melepas celana pendek yang ia kenakan malam ini. Begitu terlepas, tanganku langsung menggenggam miliknya, membuatnya sedikit mengaduh.
"Ughhh,"
"Kenapa? Kekencengan?"
"Kaga, sensitif aja lagi bediri gitu." Jawabnya, membuatku nyengir, lalu tanpa berkata banyak, aku langsung memasukan miliknya ke mulutku.
Menaik-turunkan kepalaku, Tiba-tiba aku dijambak, lalu tangan Josh yang menarik rambutku ini menggerakan kepalaku naik-turun, mengatur ritme pergerakan mulutku.
"Jangan gitu lah, pegel rahang gue!" Aku menarik diri sebentar.
"Ohh, okay, tapi begitu ya?"
Aku mengangguk, kemudian lanjut lagi. Kali ini tangannya Josh gak ikutan jadi aku lebih leluasa dan mulai bereksplorasi dengan lidahku, tanganku juga tak tinggal diam, sesekali aku meremas bolanya, membuatnya melenguh dengan suara yang dalam.
"Shit!" Maki Josh ketika aku menggunakan lidahku menyusuri miliknya sampai ke bawah.
"Lo mau ngapain?" Tanyanya, sedikit menarikku.
"Rimming,"
"Gak, gak, gak!" Josh menarik diri, ia lalu menarikku untuk berdiri, lalu kami pun pindah dari karpet ke kasur.
"Kenapa gak mau? Gue lagi pengen tahu,"
"Gak, engga!" Josh mendorong tubuhku agar rebah, lalu ia menarik rok yang kupakai ini sampai terlepas, begitupun dengan cd yang kukenakan.
Aku tersenyum, kemudian menariknya sebentar untuk dapat mencium bibirnya. Sambil berciuman, tangan Josh menyusup ke belakang, membuka kaitan bra hingga akhirnya aku sama sepertinya, tak tertutup sehelai benang pun.
Kutarik ikatan rambutku hingga rambutku pun terurai berantakan, yang entah kenapa malah membuat Josh tersenyum.
"Good girl!" Serunya pelan, lalu ia pun mengarahkan mulutnya ke bagian bawah, membuatku mulai mendesah tak karuan.
"Ugh, god!" Desisku ketika Josh memainkan lidahnya di bawah sana, membuatku sedikit mengangkat pinggulku karena sentuhan yang ia berikan.
Lalu, ketika Josh memainkan jarinya, kata-kata makian dan desahan silih berganti keluar dari mulutku begitu saja.
Kutarik lengan Josh, membuat wajahnya kini sejajar denganku, lalu menciumnya dalam-dalam. Dan, meskipun kami kini sedang berciuman, tangannya yang masih ada di bawah terus bergerak dan membuatku menggeliat ketika merasakan sengatan klimaks pertama.
"Ohh, shit!" Kataku sambil mengatur napas.
Lalu, Josh menarik diri dari atasku. Ia berguling ke samping, kemudian kulihat ia menarik laci yang ada di meja kecil di samping kasur.
"Ngapain?" Tanyaku.
"Protection," Jawabnya singkat, aku mengangguk, lalu terduduk di kasur, mengambil alih bungkus kondom yang dipegang Josh.
Membukanya dengan gigi, kupasangkan karet pengaman itu di miliknya, pas! Agak kurang ketutup malah.
Ku dorong Josh agar ia merebahkan diri, ia mengerti lalu menarik dua bantal untuk alas kepalanya. Setelah Josh merebah, aku naik ke atasnya, mengatur posisi agar miliknya bisa masuk dengan sempurna.
Pelan-pelan, kuturunkan pinggulku dan kami berdua pun mendesah bersamaan.
"Ugh, shit!"
Mendiamkannya beberapa saat, barulah aku mulai menggerakan pinggulku naik turun dengan teratur sementara Josh tangannya sibuk memainkan payudaraku yang juga ikut bergerak.
"Shit, Ca! Tuker ya?" Pinta Josh.
"Sebentar," Ucapku, Josh malah menarik tubuhku mendekat, ia langsung menyerang bibirku dengan ganas dan ia pun menggerakan pinggulnya meski posisinya ia berada di bawah.
"Ughh, ughh, ughh, goddd!" Desahku seiring dengan pergerakan pinggul Josh yang cepat namun teratur.
Ketika kurasakan lagi sengatan klimaks menyerangku, aku menghisap leher Josh, bahkan sedikit menggigitnya.
Lalu, dengan mudahnya Josh memutar tubuhku, kini ia di belakangku dengan posisi menyamping. Sebelah kakiku disangga oleh tangannya. Dan ia pun bergerak lagi.
"Uhmm, Josh, shit! Keep doing that!" Seruku sambil terengah-engah, di belakangku Josh terus bergerak dan kurasakan ia menggigit bahuku.
Gelombang klimaks kembali kurasakan, dan Josh yang sepertinya tahu sengaja mempercepat gerakannya, membuatku menggelinjang tak karuan.
"Gosh, lo belum mau keluar Josh?" Tanyaku.
"Lo mau posisi apa lagi?" Ia balik bertanya.
"Bebas deh, apa aja." Ucapku karena sudah merasa puas.
Josh menarik diri sebentar, kemudian ia memintaku untuk telentang, setelahnya ia membuka tungkai kakiku lebar-lebar sambil ia mengatur posisi.
Ku pandangi Josh yang tubuhnya basah oleh keringat, ia terlihat berkilauan di mataku sekarang. Lalu, ketika Josh memasukan miliknya, aku kembali mengerang.
"Ohhh Godddd!"
Josh bergerak teratur, ia mendekatkan diri agar aku bisa menciumi bibirnya, tapi tak lama karena mulutnya sendiri sudah pindah ke payudaraku.
"Gue keluar boleh ya?" Tanyanya, aku mengangguk tentu saja, udah pegel juga ini.
Josh kemudian mempercepat gerakannya, membuatku ikut merasakan rangsangan hebat yang memicu serangan klimaks itu datang lagi.
Dan ketika Josh menekan miliknya dalam-dalam, aku hanya mampu menarik rambutnya sambil terengah-engah.
Gosh! Capek banget! Lebih-lebih dari les akting ataupun masak ini sih.
Melepaskan diri, Josh berguling ke sampingku kemudian menarik selimut untuk menutupi tubuh kami.
Huh, udah deh, aku mau tidur. Capek!
********
TBC
Thank you for reading
Don't forget to leave a comment and vote this chapter xoxoxo
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top