Delapan belas
Aku menghembuskan napas panjang ketika menginjakan kaki di resort ini. Tuhan, pemandangannya bagus banget ya ampun, mau nangis.
Udah berapa lama nih aku gak liat pantai bening begini? Dan, kami datang saat golden hour, membuat langit dan laut terlihat makin cantik, membuatku terpana.
"Ca?" Aku menoleh, mengalihkan pandanganku dari laut ke arah Josh yang berada di belakangku.
"Emm? Kenapa?"
"Yok! Udah dapet kamar nih, lo sama gue!"
"Ehhh? Gue gak dapet kamar sindiri?"
"Gilak kali lu! Gue sama tim dapet 2 kamar, ya bebas kalau lu mau sama Edo atau Ijul." Ujarnya santai.
Aku diam, cemberut tapi yaudah... pasrah!
Mengikuti Josh ke kamar, aku kagum ketika masuk... Tuhan, belom pernah aku nginep di tempat sebagus ini. Liburan ke Bali pun dapet villa yang standar. Ini sih levelnya udah dewa.
Kulihat kasur yang mendominasi ruangan ini, dihiasi kelambu. Anjir lah, ini sih cocok buat yang mau bulan madu. Lha aku sama Josh apa?
"Josh, lo tahu gak rate kamar di sini berapa? Gue pesen kamar aja dehhh!" Ucapku, mencoba menghindari hal-hal yang tidak kuinginkan.
Aku takut aku terbawa suasana.
"Emm kayaknya mulai dari 1800 dollar deh permalem."
Aku menelan ludah, anjir... Gedean itu daripada sebulan gajiku.
"Tapi semua kamar udah full, di-book sama si artis!" Lanjut Josh.
"Jadi gue kudu sekamar sama lo banget nih?"
Josh tersenyum licik.
"Lu mah ngejebak gue yaa? Biar entar bisa macem-macem!" Seruku.
"What? Gue beneran mau ajak lo liburan Ca, I'm a man with a word! Lo bilang engga, yaudah engga! Dah, gue mau siap-siap dinner service, lo... terserah lo mau ngapain, enjoy the vacation!" Serunya, kemudian kulihat Josh membuka kopernya, menarik selembar baju dan gulungan pisau yang ia miliki,
"Bye!" Serunya ketika ia keluar dari kamar.
Aku diam di kamar, entah kenapa tergerak untuk merapikan koper Josh yang sedikit berantakan karena ia mencabut asal bajunya begitu saja.
Setelah itu, aku diam, bingung mau ngapain.
Menarik napas panjang, aku memberanikan diri keluar dari kamar, menikmati sisa-sisa matahari yang tinggal sedikit.
"Hay mbak! Ayok gabung!"
Aku menoleh, yang menyapaku adalah artis yang dimaksud Josh, dan dia ramah sekali.
"Pacarnya Chef Josh kan? Udah biarin aja dia masak, Mbaknya ikut sama kita!"
"Aduh, Kak, gak enak saya." Kataku.
"Panggil Milly aja, gak usah kakak-kakakan." Ujar Milly, lalu dengan santainya menarik tanganku, kami berjalan menuju pinggir pantai tempat di mana keluarganya sedang menikmati sunset.
"Kamu namanya siapa?" Tanya Milly ketika kami duduk bersebelahan di beanbag.
"Aca, panggil aja Aca." Kataku.
"Okay! Enjoy ya Ca! Santai aja!"
Aku tersenyum, mengangguk dan benar-benar menikmati pemandangan di depanku ini.
"Makan malem hari ini temanya white yaa, kamu kalau bisa pakai baju putih." Ujar Milly tiba-tiba.
"Ohh, okay Mil,"
Lalu beberapa orang dari kerumunan ini perlahan membubarkan diri ketika langit sudah mulai gelap, Milly juga sudah pamit bersama keluarganya yang lain hingga menyisakan aku sendiri.
Bangkit, kudekati bibir pantai, ada kepuasan tersendiri saat kakiku yang telanjang ini tersentuh oleh ombak. Aku menarik napas panjang, mencoba menikmati momen ini, menenangkan pikiran. Sampai akhirnya, aku merasa cukup untuk saat ini, aku berbalik, berjalan kembali ke arah kamar.
Di kamar, tentu saja aku mandi dan agak sedikit takut juga karena kamar mandinya semi outdoor, aku tahu sih, tempat kaya ginian privasi pasti terjaga. Tapi coy, ngeri gak sih mandi ada pohon pisan di deket kita? Kaya... waktuku kecil, pohon pisang tuh katanya tempat pocong ngumpet.
Ya lord!
Aku mempercepat mandi ku ketika mengingat hal itu, langsung lari meninggalkan kamar mandi. Gosh!
"Permisi!" Terdengar seruan dan ketukan pintu dari luar ketika aku sedang berdandan.
"Yaa, sebentar," Sahutku, lalu membukakan pintu.
"Malam Nona, saya Lutfi yang jadi guide-nya pengunjung kamar ini dan kamar di sebelah." Aku menoleh ke samping, kamar sebelah yang dimaksud ya jaraknya 15 meter dari sini. Kamarnya Edo dan Ijul.
"Iya, malam Pak Lutfi, saya Aca. Kalau yang sebelah sama temen saya mereka lagi masak, jadi gak di kamar."
"Oh iya baik, Nona Aca mau keluar sekarang? Makan malam sudah siap,"
"Makan malamnya di mana ya Pak? Nanti saya ke sana deh, saya masih dandan."
"Oh baik, kalau 10 menit lagi saya ke sini bagaimana? Biar saya antar."
"Boleh Pak, 5 menit lagi aja," Kataku.
"Kalau begitu, saya menunggu di situ boleh?" Pak Lutfi menunjuk bangku semen yang ada di depan kamar ini, berjarak sekitar 5 meter dari pintu.
"Boleh Pak, maaf yaa harus nunggu dulu."
"Ndak apa Nona, silahkan!" Ucapnya ramah.
Begitu Pak Lutfi berbalik, aku menutup pintu kemudian melanjutkan diri berdandan, bukan dandan sih, keringin rambut sebenernya karena rambutku basah, dan jangan lupakan nyatok! Bisa kaya singa nanti rambutku kalau gak dicatok.
Pak Lutfi mengantarku, berjalan mengikuti jalan batu setapak menuju aula tempat makan malam, di tangannya, pak Lutfi memegang lentera untuk menerangi jalan kami.
"Makasi banyak pak Lutfi!" Ucapku.
"Sama-sama Nona, selamat makan!"
Aku tersenyum kaku, beneran agak canggung juga sih ini gabung sama keluarganya artis. Mana pada gak kenal juga kan ya? Tuhan!
"Hay Ca! Ayok makan! Pacar kamu nih beneran best sih kalau masak!" Milly tiba-tiba menyapaku, masih belum kubantah nih dia dari tadi bilang Josh pacar aku. Pacar apaan?
"Iya, dia emang masaknya jago banget!" Kataku jujur,
Menikmati makan malam, ternyata Milly juga mendatangkan Dj dari ibu kota untuk menghibur kami. Gilak ya, udah chef-nya bawa sendiri, hiburan bawa sendiri. Ini budget artis kalau liburan seberapa ya? Masih dalam negeri pula itungannya.
Aku? Kalau liburan ya paket hemat, yang penting tidur nyenyak, mata sedep dimanjain pemandangan. Makan? Yang mureh aja, kecuali emang ada makanan yang diincer mau dicoba. Dah gitu doang.
Selesai makan yang dihibur oleh hentakan musik, makin malam jadi makin slow, Dj tadi pun sudah bergabung dengan kami, bedanya... dia berbaur banget ke Milly ataupun keluarganya, gak kaya aku.
Pukul 10 malam, kudekati pak Lutfi, minta diantar kembali ke kamar.
"Non, padahal abis ini ada acara bakar-bakar di pinggir pantai, ndak mau ikut?"
"Saya ngantuk, pak." Kataku beralasan.
"Ohh, yaudah, yuk, saya antar!"
Kembali, pak Lutfi dengan lenteranya membawaku menyusuri jalanan yang gelap yang hanya berhiaskan lampu-lampu kecil. Asli sih, kalau dilihat ini jalanan emang bagus banget, penataan tanaman di kiri-kanan pun pas, jalanannya juga seperti mengantarkan kita ke dunia magical gitu karena penerangannya memang dibuat agak redup. Tapi ya... aku sih takut lewatin jalan gelap begini.
"Terima kasih pak Lutfi!"
"Sama-sama Nona, selamat beristirahat." Ujarnya lembut kemudian pamit kembali.
Aku langsung menuju meja rias, mengusap wajah dengan kapas yang sudah dibasahi air khusus. Dah laah istirahat.
Selesai berganti baju, aku naik ke kasur. Merebahkankan diri, kupandangi tempat yang kosong ini, kemudian menarik satu bantal, meletakkannya di tengah untuk pembatas nanti.
Well, aku pengalaman sih tidur sama Josh kaya gini, yang untungnya emang gak ada kejadian apa-apa. Josh beneran cuma numpang tidur di kamarku waktu kamarnya bocor. Jadi malam ini harusnya aman. Harusnya... kalau aku gak kebawa suasana.
Ah gilak! Otakku nih udah teracuni tahu gak sih. Oleh pengalaman waktu itu dan juga oleh suara-suara desahan dari kamar Josh kalau fwb-annya dia dateng. Bikin pusing!
Aku menoleh ketika pintu kamar terbuka,
"Josh?" Panggilku,
"Present!" Sahutnya, berasa anak sekolah lagi diabsen.
Gilak, panjang umur juga ni anak, baru dipikirin udah muncul aja.
"Lo kelar masaknya?" Aku turun dari kasur," Nah, kamar ini tuh luas banget, asli, jadi pintu masuk sama kasur tuh gak langsung keliatan gitu deh.
"Iya lah, kalau gak kelar ya masa gue di sini." Sahutnya, kulihat Josh sedang membuka kancing chef jacket-nya.
"Gue makan udah kelar dari jam setengah 9, lo kenapa baru beres sekarang?"
"Ya siap-siap dulu dong buat besok gimana. Terus makan juga, masa iya gue gak makan?"
Aku mengangguk paham.
"Gak di pantai lo?" Tanyanya.
"Capek, mau tidur."
"Terus kenapa gak tidur?"
"Belum bisa."
"Ohh, yaudah gue mandi ya! Lo tidur sana!"
Aku mengangguk, Josh berjalan menuju ke kamar mandi, aku sendiri kembali ke kasur, masuk ke dalam naungan kelambu yang mengelilingi kasur ini.
Kutarik selimut untuk menutupi tubuhku, aku baru sadar astaga... aku udah lepas bra. Begok banget! Gak ngeh kalau tidurnya kan sama Josh! Duuh, tadi dia liat gak? Semoga sih engga ya!
Kuatur posisi sedemikian rupa, biar aku aman dan nyaman meskipun bakal tidur sama Josh.
Tubuhku menegang ketika mendengar langkah kaki mendekat, dan tak berapa lama Josh masuk dalam naungan kelambu juga, duduk di kasur.
"Gak tidur lo?"
Aku hanya menggelengkan kepala sebagai jawaban.
"Gak capek?"
"Yahh, lumayan lah." Kataku.
Josh mengangguk, ia kemudian menarik satu bantal kemudian tiduran dengan posisi telungkup.
"Lo capek?" Tanyaku.
"Ya gue kan ke sini kerja Ca, capek ya capek." Sahutnya.
"Makasi ya udah ajak gue ke sini, tempatnya bagus, orang-orangnya ramah pula."
"Lo baru sekali ya ke sini?" Tanya Josh.
"Iya, emang lo udah berapa?"
"Sama ini empat."
"Masak semua?"
"Tiga masak, satu liburan."
"Sama cewek?" Tanyaku penasaran.
"Ya lo pikir aja masa gue ke tempat begini kaga bawa cewek?"
"Pacar?"
"Bukan, udah setahun lebih Ca gue single."
"Tapi fwb banyak?"
"Banyak apa... cuma dua!"
"Dua tuh lebih dari satu, jadi ya banyak!"
"Banyak tuh kalo lebih dari tiga!"
"Hadeeehhhh! Lo ke sini sama salah satu fwb-an lo?"
"Kepo ah lo! Yang ini rahasia negara!" Serunya.
"Siapa?" Tanyaku penasaran, syukur juga Josh tuh anaknya gampang cerita.
"Rahasia," Tumben dia gak mau cerita.
"Josh?"
"Siapa aja yang pernah jadi fwb-an lo?"
"Hemm? Kenapa? Tertarik jadi fwb gue?" Tanyanya iseng. Aku tak menyahut.
"Gue pengin pipis!" Kataku tiba-tiba setelah diam cukup lama.
"Ya sono ke kamar mandi, kenapa laporan gue?"
"Anterin dong, gue takut, kamar mandinya ada pohon pisangnya."
"Emang pohon pisang kenapa? Itu mah hiasan kali Neng!" Josh sekarang sudah gak telungkup lagi, ia berbaring menyamping menghadapku.
"Takut gue sama pohon pisang, yuk!"
"Orang tuh takut sama hantu, lha elu takut sama pohon pisang, aneh lu!"
"Ayok ihh, nanti gue ngompol loh!" Aku sudah berdiri di pinggir kasur, di luar kelambu, menunggu Josh.
Kudengar Josh mendecak, tapi ia beranjak juga dari kasur, aku langsung berjalan ke kamar mandi, sesekali menoleh ke belakang.
"Udeh tenang, kaga gue tinggal lu!" Serunya, berhenti di depan pintu kamar mandi.
Aku buru-buru menyelesaikan urusan kamar mandi secepat kilat, begitu menekan tombol flush, aku langsung berlari ke luar.
"Kenapa sih luh? Rusuh banget!" Seru Josh.
"Takut gue, udah yuk! Makasi ya!" Kataku sembari berjalan kembali ke kasur.
"Dah yaa Ca, gak ngobrol lagi, gue udah ngantuk parah, mau tidur." Ucap Josh ketika naik ke kasur, ia langsung menyusun posisi bantal lalu merebahkan diri.
"Okee okeee, night Josh!" Seruku, kemudian ikut merebah juga, berbaring menyamping memunggungi Josh.
"Yeah, night Ca!"
Aku tersenyum mendengar itu. Gosh! Lama yaa gak dapet ucapan selamat malam, selamat tidur dan paketan lengkapnya.
Gosh! Kayaknya aku butuh pacar deh.
******
TBC
Thank you for reading
Don't forget to leave a comment and vote this chapter xoxoxo
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top