Mencoba menata hati
Minggu pagi di Bandung udara terasa dingin, keluarga Riswan sedang menikmati sarapan. Ibu Riswan dibantu Bik Momo dan Lasmi membuat nasi goreng dan siomay.
Ros banyak diam, tidak bersemangat sambil menggendong bayi Melati. Ros memilih duduk di pinggir kolam ikan koi, melamun sendu. Tak sanggup rasanya membayangkan Melati mempunyai ibu baru dan dia pasti tidak dibutuhkan lagi.
"Hhhhhmmm..." Ros menghela nafasnya kasar.
"Melati, meskipun nanti punya mama baru, Melati ga boleh lupa sama Bude mama ya? janji ya? Sini bude mama peluuuk." Ros berucap lirih kepada Melati sambil memeluknya dengan sangat erat, tak terasa air mata kembali membasahi pipi Ros.
Ros tak sadar di belakang ada Riswan yang sedari tadi berdiri di sana mendengar apa yang diucapkan oleh Ros.
Riswan menatap sayu pundak Ros, dia sangat paham bahwa wanita sewaannya ini dengan sepenuh hati menyayangi dan mengurus putrinya. Bagaimana dia bisa mengartikan sendiri perasaanya saat Ros memeluknya hangat malam dimana saat dirinya sakit? Rasanya begitu nyaman. Tak mungkin ia jatuh cinta pada Ros, tak mungkin!
Riswan menggeleng-gelengkan kepala, mencoba mengusir pikiran yang seharusnya tidak boleh ada di kepalanya. Namun bagaimana ia bisa mengusirnya, sedang kehadiran Ros membuat ia terhibur dan bisa sedikit mengobati kesedihan karena ditinggal Annisa.
"Eehhhmm..." Riswan berdehem.
Ros terjengkit kaget, dengan cepat menyeka air matanya dan berbalik menatap Riswan.
"Ya, Pak." Ros tersenyum lalu dengan cepat menunduk malu. Duh, semoga saja Pak Riswan tidak mendengar ocehanku, batin Ros.
"Tamunya ibu sudah datang Ros, sini saya bawa Melati ke dalam." Riswan mengambil Melati dari tangan Ros, Ros memberikan Melati pada ayahnya dan menatap lemas kepergian Riswan dan Melati.
Air matanya menggenang kembali, hatinya bagai tertusuk duri, perih. Seperti inikah rasanya kehilangan keluarga. Ros berlari kecil masuk ke dalam kamar tamu yang semalam dia tiduri bersama Melati dan Bik Momo.
"Wah...wah...lucu sekali cucunya Teh Haji." puji Mama Sella saat melihat Melati di gendongan Riswan.
"Hai, Sella. " sapa Riswan ramah kepada Sella teman putih birunya dulu.
"Hallo, Ris" sambut Sella sambil tersenyum manis dan berjabat tangan.
"Mau gendong boleh ga, Ris?" tanya Sella kepada Riswan.
"Ohh boleh." sahut Riswan lalu memberikan Melati.
Melati rewel dan merasa tak nyaman dia merengek dalam gendongan Sella.
"Ceepp..ceepp sayang ini Tante Sella, jangan nangis yaa, kitakan berteman." ucap Sella gemes sambil mencium Melati. Namun Melati masih saja merengek.
"Ros...Ros...!" Panggil Bu Nurmi dari ruang tamu.
Ros kaget dari lamunannya langsung berlari keluar kamar.
"Ya, Nyonya." jawab Ros menghampiri ibu Riswan.
"Ini Melati rewel, mungkin lapar." ucap ibu Riswan sambil matanya mengarahkan Ros kepada Sella agar segera membawa masuk Melati.
"Yah, Melati lapar ya?" ucap Sella sambil masih menggendong Melati yang rewel.
"Tante masih pengen gendong nih." rengek kecewa Sella.
"Ayo Ros bawa ke dalam, susui dulu." ucap Bu Nurmi keceplosan.
"Susui maksud Teh Haji, netein ?" Mama Sella kaget mendengar kalimat ibu Riswan barusan.
"Eehh, bukan seperti itu, Tante. Maksudnya biar Ros buatkan susu Melati lalu ngelonin biar tidur gitu." ucap Riswan membantu menjelaskan keteledoran ibunya.
Ros berjalan menjauh sambil menggendong Melati, yang sudah berhenti menangis.
"Ros itu siapa, Ris?" tanya Mama Sella
"Ohh itu...mmhh." belum sempat Riswan melanjutkan mama memotong kalimat Riswan.
"Dia babysitternya Melati." jawab Bu Nurmi dengan menampilkan ekspresi biasa saja, padahal jujur ia juga deg-degan karena sudaj keceplosan barusan.
"Ohh babysitter, cantik." puji Sella sambil melirik pintu yang tertutup, pintu yang di baliknya ada Ros dan Melati.
"Awas kamu kepincut, Ris." goda Sella sambil memukul ringan lengan Riswan.
Riswan tertawa ringan, jauh di lubuk hatinya dia memang sudah kepincut Rosmala sejak Rosmala mampu merawat dan menjaga Melati dengan sangat baik.
Minggu sore, Riswan memutuskan kembali ke Jakarta, karena besok sudah harus masuk kantor.
"Bu... Pah, saya balik dulu ya bulan depan insya allah datang lagi." ucap Riswan sambil mencium pipi kedua orangtuanya.
"Jangan lama- lama berpikirnya, kamu sudah tua, ibu dan papa mau punya banyak cucu, kalau bisa kembar malah. Jadi kamu harus segera putuskan." ucap suara berat milik Papa Riswan.
Ros terdiam, begitu juga Bik Momo memelas kasihan saat menatap sekilas wajah syok Rosmala mendengar perkataan papanya Riswan.
Mobil pun melaju menuju tol cuaca sedikit panas, tak seperti perjalanan saat datang, perjalanan pulang ke Jakarta lebih berat karena kena macet di tol. Ros sedikit mual dan pusing. Sehingga Bik Momo yang menggendong Melati.
"Ros kalau kamu pusing sini pindah ke depan, mumpung macet gini." ucap Riswan menawarkan pindah duduk bersampingan dengannya.
"Ga papa, Pak. Saya biasa gini pak, emang ga bisa jadi orang kaya, dikit-dikit mabok perjalanan." ucap Ros polos, sambil mengoleskan minyak kayu putih di permukaan lubang hidungnya.
Riswan tersenyum mendengar ucapan polos Ros.
"Uueekk... " Ros enneg lagi.
"Rooooss..." Riswan memanggil dengan intonasi dalam.
"Kalau sampai mobil saya kena muntahan kamu, bayarannya bersihinnya mahal lho." ucap Riswan pura-pura serius. Padahal dia sedikit khawatir dengan kondisi Ros.
Dengan malas Ros pindah ke depan duduk di samping Riswan saat macet di pintu tol Jagorawi.
Ooeekk...ooeekk...
Ros menoleh ke belakang "Aduh-aduh, anak Bude , ga bisa jauh dari ketek Bude yaa." ucap Ros sambil terkekeh pelan.
Riswan pun mengulum senyum mendengar selorohan Ros.
"Sini pindah ke depan sama Bude." Ros mengambil Melati dari Bik Momo.
Tanpa mereka sadari Bik Momo mengambil potret dan merekam video Ros yang menggendong Melati sambil sesekali Melati diajak bicara oleh Riswan.
"Seperti sebuah keluarga." gumam Bik Momo dalam hati sambil tersenyum senang.
"Ooeekk..oeekk..." Melati menangis kembali karena haus. Bayi montok itu, terus saja mencoba memasukkan punggung tangannya ke dalam mulut.
"Lapar ya, sayang?" tanya Ros kepada Melati.
"Nen, yuk!" ujar Ros reflek membuka kancing bajunya.
"Rooooss..." panggil Riswan dengan nada tercekat. Bulir keringat sebesar biji ketumbar mulai muncul di dahinya.
"Ehhh, Iya. Lupa kalau ada Bapak." ujar Ros tersadar sambil mengancing kembali bajunya.
Tapi Melati masih rewel mau menyusu. Bayi empat bulan itu terus saja gelisah.
"Bik ada selendang di tas tolong ambilkan, Bik. Biar nutupin ini mau netein Melati." ucap Ros meminta bantuan Bik Momo mengambil selendang di dalam tas.
Riswan sudah keringat dingin, bagaimana bisa Melati ingin menyusu, membuat ayahnya ini jadi salah tingkah dengan momen Ros menyusui Melati di sampingnya.
"Paaaakk...fokus ke depan ya, ga boleh menoleh ke kiri ya, apalagi diplototin. hahahaha..." goda Ros sambil terbahak.
"Siapa juga yang mau lihat." gumam Riswan kesel sekaligus deg degan.
Akhirnya Melati tertidur, begitu juga Bik Momo dan Ros. Tinggal sedikit lagi mereka sampai rumah, tiba- tiba selendang penutup saat menyusui tadi tersingkap oleh tangan Melati.
Riswan refleks menoleh dan, rezeki tak boleh ditolak. Itulah bisikan di kepala Riswan. Riswan membuang pandangannya cepat. Pemandangan di sampingnya ini, kalau terlalu lama diperhatikan, bisa membuat bangun sesuatu yang sudah terlelap cukup lama.
Bayang-bayang kulit bukit kembar Ros terpampang nyata dan Riswan merasa kelimpungan sendiri, keringatnya sudah mengucur deras. Sambil menyipitkan mata Riswan mencoba menarik selendang menutup kembali pemandangan yang baru saja dia lihat.
"Baguskan, Pak." ngigo Ros.
Riswan kaget sambil mengelap keringat dinginnya tanpa berani melihat Ros, malu ketahuan melihat payudara Ros.
"Bajunya Melati." lanjut Ros lagi masih dengan mata tertutup.
"Whaatt!?" pekik Riswan kaget. Kemudian ia terkekeh.
"Ternyata dia mengigau." gumam Riswan sambil geleng-geleng kepala, ia merasa geli sendiri dengan kelakuan Ros.
Mereka tiba di rumah tepat pukul sembilan malam, karena memang tadi sangat macet. Ros menaruh Melati yang pulas di kasurnya. Kemudian Ros bergegas mandi dan bersiap tidur. Dia memakai baju tidur berwarna ungu tua sangat cocok di kulitnya. Ros baru ingat, kalau ia belum minum susu menyusui dari kemaren. Sehingga ia berjalan ke dapur, untuk membuat segelas susu.
Ting...ting...
Ponsel Ros berbunyi.
Ros bergegas masuk kamar karena buru-buru takut Melati bangun dengan suara terlalu keras yang berasal dari ponselnya. Karena terlalu tergesa, ia lupa menutup pintu kamar.
Kojek
Nama yang tertulis di ponselnya.
"Hallo my bro." ucap Ros gembira karena temannya itu menelepon.
"Betah amat yaak?" ucap kojek menggoda Ros.
"Bayarannya gede, Bos." sahut Ros antusias.
"Kapan mau balik?" tanya Kojek.
"Ga tau dah, gue masih dibutuhkan di sini, tapiii...nanti deh gue hubungi lagi lu ya."
"Kelamaan di sana, bisa-bisa lu jadi bininya ntar." ledek Kojek, sambil terkekeh di seberang sana.
"Hehehe..."Ros tertawa kecil.
"Siapa sih, Jek yang mau jadiin gue bini?Cewe murahan mana ada yang sudi." sahut Ros sendu. Ia memang sudah mengubur lama cita-citanya untuk menjadi seorang istri, sejak ia terjun bebas di dunia malam.
"Gue mau."
"Apaaa?luu??"
Ros tertawa geli.
Di balik pintu sana, ada Riswan yang mendengar percakapan Ros dan Kojek, hatinya mendadak panas.
"Rooss..." panggil Riswan dengan suara keras.
"Ya, Pak." jawab Ros.
"Udah dulu yaa, Jek. Bapaknya anak-anak manggil."
Ros menutup teleponnya cepat, lalu bergegas menghampiri Riswan yang sudah menunggunya dengan wajah bete.
"Tolong buatkan saya teh." titah Riswan sambil berjalan ke ruang televisi dengan wajah masam.
"Siap, Bos." ujar Ros tersenyum.
Ros kembali dengan teh di tangannya.
"Rooos...itu tadi siapa yang nelpon kamu?" tanya Riswan
"Ohh itu Kojek, Pak. Teman saya yang punya Ferrari." jawab Ros.
"Mau apa dia menelepon kamu malam-malam gini?" tanya Riswan dengan nada tidak sukanya.
Ros tiba-tiba ingin menggoda Riswan.
"Mmhh..mau ngelamar saya." jawab Ros dengan membuat mimik wajah tersipu malu.
Byyuurrr...
Riswan menyemburkan teh yang baru menyentuh bibirnya.
*****
Plis colek dikitlah tanda bintangnya,,biar makin seru nih nulisnya kisah Ros dan Ris😘😘
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top