Prolog.
Grace mengapit Rudolf menguatkan dirinya. Bahkan, dia tak mengenal lagi laki-laki yang sedang bersanding itu. Tanpa keraguan, Raihan menolak bersalaman dengannya, menebar senyum tanpa dosa padanya. Grace hanya bisa menahan bibirnya yang bergetar, dengan nyali yang tersisa, dia berbisik lirih pada Via.
"Jangan kecewakan dia, aku menyerahkan dia padamu supaya dia bahagia."
Via tersenyum anggun.
"Saya takkan menyia-nyiakan apa yang menjadi milik saya, Mbak. Jadi mbak tenang saja. Semoga bertemu jodoh yang lebih baik."
Grace merasa ditampar dengan kata- kata itu, saat ini, meski dia sudah berada di mobil bersama Rudolf, perkataan menyakitkan Via masih terngiang-ngiang menyakitkan.
"Tenangkan diri anda, Nona." Rudolf bergitu kasihan dengan wanita itu. Dia melalui banyak hal selama lima tahun ini.
"Ini sangat sakit." Grace meremas gaunnya , dadanya terasa sesak.
"Mungkin dia bukan jodoh anda. Bagaimana pun anda mengusahakannya, pada akhirnya dia tetap takkan menjadi milik anda."
"Lalu? Apa lagi yang harus aku lakukan?" Grace mengusap air matanya. Hanya Rudulf yang menjadi teman bicaranya selama ini.
"Anda hanya perlu menerima kenyataan. Hidup terlalu singkat untuk dihabiskan demi cinta." Rudolf berkata bijak.
Grace terdiam. Beberapa saat dia menanggapi ucapan pengawalnya itu.
"Kalau begitu kau saja yang menikahiku, kita tak perlu cinta untuk menikah, hanya kau satu satunya laki-laki yang paling memahamiku."
"A ... A ... Apa?" Rudulf tercekat. Nonanya berubah aneh. Apa dia salah makan di pesta tadi? Tapi dia tak memakan apa pun.
"Ini perintah, aku tak menunggu persetujuanmu. Kita menikah, satu minggu lagi." Air mata Grace langsung lenyap. Ide gila itu terpikir begitu saja.
"Nona, anda baik-baik saja? Apa anda sedang berakting?" Rudolf merasa tenggorokannya kering.
"Jalankan mobilnya! mulai besok kita akan mengurus persiapan pernikahan."
"Nona, jangan bercanda!" Wajah Rudolf menegang.
"Apa aku pernah bercanda denganmu?"
"Tapi, tapi...," Rudolf kebingungan menyampaikan alasan.
"Kau punya istri?"
"Tidak."
"Kekasih?"
"Tidak."
"Kau gay?"
"Apa?" Rudolf mulai tersinggung. "Tentu saja tidak."
"Kemungkinan terakhir, apa kau impoten?"
"Jangan asal menuduh, Nona! Ucapan anda menyinggung saya."
"Kalau begitu kita akan menikah. Setidaknya kau bisa memberiku anak. Mungkin dengan begitu aku tak lagi kesepian."
"A ...apa?" Rudulf semakin tak habis pikir.
"Jalankan mobilnya! Aku mengantuk."
Rudolf membuang nafas kasar. Dia bergidik ngeri, apa nonanya itu berubah gila karena patah hati?
*****
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top