(4.)
Grace meregangkan seluruh ototnya. Tidur yang cukup nyenyak, setidaknya dia bisa menikmati liburan singkat setelah ini tanpa memikirkan pekerjaan. Pagi ini Grace merasa lebih baik, setidaknya dalam semalam saja namanya memenuhi berbagai media masa dan media cetak. Bahkan banyak televisi lokal atau pun internasional yang menghubunginya untuk menjadi bintang tamu karena penasaran dengan kisah cinta Grace yang jatuh ke pelukan bodyguardnya sendiri. Bukankah itu kisah cinta yang unik?
Grace mengamati punggung kokoh yang tak peduli dengan krasak krusuknya, laki-laki yang sudah menyandang status sebagai suami itu tengah asik dengan pemikirannya sendiri, tangan besarnya tengah memegang cangkir kopi dengan asap yang masih mengepul.
Grace tak peduli, dia berjalan santai melewati punggung itu begitu saja. Dia pergi ke kamar mandi untuk membasuh muka dan menggosok giginya. Demi apa pun, dia tak peduli dengan pengawalnya itu.
Grace kembali ke ranjangnya yang kusut. Menyisir rambut panjangnya dengan jarinya. Diam begini ternyata cukup membosankan.
"Hei!"sapa Grace sinis. Rudolf menoleh kemudian kembali memandang kopinya tak peduli, ada pemikiran yang berat yang mengganggunya saat ini.
"Setelah masa liburku habis, kita akan disibukkan dengan jadwal di beberapa televisi."
Rudolf mengerutkan keningnya.
"Lalu, apa hubungannya denganku?"
"Tentu saja ada hubungannya. Semua orang pasti penasaran, bagaimana model sepertiku bisa berakhir menikahimu."
Rudolf mengerti kemana arah pembicaraan Grace. Dia hanya diam menunggu reaksi wanita itu selanjutnya.
"Aku harap kau bisa bekerja sama dengan baik, sedikit saja kau salah bicara, maka reputasiku akan hancur dalam sekejap."
"Lalu apa yang harus saya lakukan?"
"Bersikaplah selayaknya kekasih yang sangat mencintai kekasihnya. Tunjukkan bahwa kita saling mencintai dan jangan sedikit pun beri tahu tentang tujuan pernikahan kita ini."
"Nona menyuruh saya untuk berbohong?" Rudolf tidak terima dengan ide wanita itu.
"Kau lupa kesepakatannya? Selama aku membayarmu, kau wajib bekerja profesional denganku." Grace berucap dengan enteng.
Rudolf terdiam. Wanita itu memang begitu semena-mena kepadanya.
"Ada syaratnya." Rudolf berkata tegas sambil mengeratkan rahangnya.
"Kau mulai bertingkah rupanya."
"Saya bisa saja mengakhiri kontrak ini jika anda terus menekan saya."
"Apa?" Grace menyipitkan matanya. Lalu dia bangkit dari ranjang mendekati Rudolf sambil tersenyum meremehkan. "Kau mulai mengancamku?"
"Saya hanya mengajukan kesepakatan."
Grace mengangkat dagunya tinggi- tinggi.
"Apa syaratmu?"
Rudolf diam sejenak lalu berkata dengan tenang.
"Masalah mendapatkan bayi, saya ingin prosesnya berjalan dengan normal."
Grace serasa disambar petir. Wanita itu tersenyum masam dan tak percaya dengan pendengarannya.
"Kau ingin mengambil kesempatan dariku?"
"Anda terlalu berburuk sangka, Nona. Saya hanya ingin membuat harga diri saya kembali utuh."
"Kau sadar dengan apa yang kau ucapkan?"
"Sadar. Semuanya tergantung nona, jika tidak sepakat, saya akan buka suara ke publik tentang pernikahan palsu ini."
Tanpa menunggu reaksi Grace, laki- laki itu pergi meninggalkan wanita yang masih melongo itu.
"Sial...." Grace meninju udara.
*****
Rudolf tak kembali ke hotel sampai sore harinya. Padahal malam ini adalah jadwal bulan madu rekayasa ke luar negri. Hal itu membuat Grace semakin kesal dengan laki-laki dingin itu. Syarat yang diajukan Rudolf sangat mustahil dilakukannya. Dia memang merancang pernikahan ini untuk mendapatkan anak, tapi tidak pernah berpikir akan melakukan hubungan tempat tidur dengan pria itu.
Masih terbayang di pikirannya bagaimana sakitnya siksaan yang diterimanya dulu. Hubungan seksual menghadirkan trauma tersendiri baginya. Tapi bagaimana jika laki-laki dingin itu gigih dengan kesepakatannya. Tentu saja Grace akan rugi dua kali, tidak mendapatkan anak dan kehilangan karirnya. Grace semakin kesal, laki- laki itu mulai berani bertingkah saat ini.
*****
Rudolf menatap jam tangan di pergelangan tangannya. Selama beberapa jam ini dia sengaja menyendiri menghindari teror Grace yang membuatnya pusing.
Bukannya dia menyukai wanita itu, atau memanfaatkan demi kepentingan nafsu. Sedikit pun dia tidak tertarik, padahal hubungan itu harus dilandasi dengan kenyamanan.
Lama dia merenung, dia hanya ingin membuat harga dirinya yang sudah tergadai tidak semakin menyedihkan. Bayi tabung? Hanya akan dilakukan oleh orang-orang yang tak mampu melakukannya secara alami, atau memiliki masalah kesuburan. Dia yakin, dia sangat sehat, dan dia tak ingin anaknya tercipta dengan cara yang kurang tepat.
Setelah jarum jam menunjukan pukul enam, dia memutuskan untuk kembali ke hotel.
*****
Grace menatap kesal laki-laki itu.
"Dari mana saja kau?" Wanita itu sudah bersiap-siap dengan kopernya dan pakaian santai tapi tetap menunjukkan sisi glamournya.
"Saya perlu sendiri." Rudolf menata isi kopernya sendiri. Dia tak berniat melayani amarah nonanya itu, yang perlu dilakukannya hanyalah menurut, kecuali urusan yang satu itu.
"Malam ini kita akan ke Swiss."
"Saya tau."
"Aku belum menyetujui usulanmu. Dan jangan coba berbuat macam- macam kepada media."
Rudolf hanya memandang Grace lelah. Dia takkan bertindak secepat itu.
"Cepat! Kita sudah terlambat beberapa menit. Ingat! saat di luar nanti bersikaplah semesra mungkin. Jangan merusak rencanaku." Grace masih berada di ambang pintu. Satu langkah kemudian, dia mengapit tangan Rudolf yang agak kaget, tapi saat dia melihat tatapan perintah Grace yang di lapisi senyum palsu, baru dia memahami, bahwa wanita itu sedang berakting.
"Ada wartawan," bisiknya dengan senyum dibuat-buat. Seolah-olah dia tengah berbisik mesra.
Belum sempat Rudolf menanggapi, segerombolan wartawan sudah datang menyerbu mereka, dengan memberikan pertanyaan bertubi-tubi.
Grace merapat ke sisi Rudolf, memamerkan mesranya penganten baru. Rudolf hanya tersenyum sekilas, sambil melambai kecil ke arah wartawan.
"Bagaimana malam pertamamu, Grace?" Tiba-tiba saja seorang wanita gemuk memakai kaca mata minus berhasil menerobos dan menyodorkan Microphone serta kamera yang sudah siap sedia untuk meliput.
Grace menampilkan senyum palsu, sambil tersenyum malu. Rudolf takjub, akting wanita ini patut di acungi jempol. Lihatlah! Dia terlihat seperti perawan yang baru saja kehilangan kegadisannya.
"Aduh, yang jelas suamiku sangat luar biasa." Grace mengerling nakal pada Rudolf. Rasanya Rudolf ingin tertawa, bahkan mereka menghabiskan waktu dengan berdebat dan bertengkar.
"Bisakah anda ceritakan bagaimana kalian saling jatuh cinta?" tanya wartawan lainnya.
"Ya Tuhan, siapa yang akan tahan dengan pesona milik suamiku." Grace sengaja bersandar manja pada Rudolf dan membuat laki-laki itu sedikit kaget. Tiba-tiba saja dia merasa cubitan kecil di pinggangnya serentak dengan bisikan Grace, "bekerja samalah!"
"Rudolf, bisa anda bagi sedikit kepada kami bagaimana istri anda?"
Rudolf tergagap, bagiamana Grace? Tentu saja menjengkelkan dan menyebalkan.
"Ah, oh ya. Dia sangat baik." Rudolf menggaruk kepalanya, tingkah malu- malu itu membuat sebagian wartawan tertawa.
"Anda pasti sangat mencintainya, bukan?"
"Tentu saja." Rudolf mencoba berakting.
"Maaf, kami akan ketinggalan pesawat." Grace menarik siku Rudolf sebelum laki-laki itu semakin bertingkah mencurigakan.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top