Bagian 4

Zier berbaring di sofa ruang tengah. Ia tak bisa tidur karena lapar. Sejak tadi siang ia belum sempat makan karena terlalu sibuk, banyak yang harus ia urus.

Sudah mencoba memejamkan matanya namun tetap saja tak dapat tidur. Akhirnya Zier bangun, menuju ruang makan, ia berharap menemukan sedikit makanan untuknya.

"Kosong." Zier bergumam pelan lalu ia menuju lemari pendingin untuk mengecek makanan yang ada tapi harapannya kembali pupus. Tak ada satupun makanan yang langsung bisa ia makan.

Zier mencoba memberanikan diri, ia menuju kamar Delia, ia ingin meminta tolong pada Delia untuk memasakkan sesuatu untuknya.

"Kak...." Zier mengetuk pintu kamar Delia pelan-pelan.

Satu kali, dua kali, tiga kali, tak kunjung ada jawaban. Zier mengetuk pintu lebih keras lagi dan kali ini ia berhasil, pintu kamar Delia terbuka.

"Apa?!"

Delia menatap Zier penuh waspada, ia takut kalau-kalau Zier akan berbuat macam-macam padanya.

"Kak, aku ingin...."

"Tidak, tidak. Aku tidak bisa dan aku tidak mau. Jadi pergilah sekarang! Jangan coba-coba untuk meminta tidur bersama. Aku tidak sudi."

"Hah, apa?" Zier bingung dengan ucapan Delia.

"Kamu dengarkan perkataanku. Aku tidak sudi tidur denganmu."

Delia ingin menutup pintu kamarnya kembali tapi Zier menghentikannya.

"Tunggu." Zier memegangi pintu supaya tidak bisa di tutup oleh Deli.

"Pergi!!" Delia mendorong tubuh Zier supaya pergi.

"Sepertinya ada kesalahpahaman di sini." Zier meraih tangan Delia dan menggenggamnya erat.

"Lepaskan aku!!" Delia meronta-ronta seperti kesetanan.

"Tenang, Kak. Tolong tenangkan dirimu. Aku ke sini bukan ingin tidur bersamamu tapi aku ingin meminta tolong kamu untuk memasak. Aku sangat lapar."

Seketika Delia terdiam. Wajahnya memerah karena malu tapi ia berusaha untuk menyudutkan Zier, supaya ia bisa mengelak untuk menutupi rasa malunya.

"Bohong! Aku tidak percaya. Kamu pasti akan berniat jahat serta kurang ajar padaku."

"Aku belum makan sejak tadi siang. Aku sungguh lapar."

"Ini jaman modern, kamu bisa pesan makanan melalui aplikasi. Jangan mengelak lagi kamu! Aku sudah tahu."

"Aku tidak punya uang. Jika aku punya, aku sudah memesannya sejak tadi."

"Aku tidak mudah untuk kamu bohongi." Delia melipat kedua tangannya di depan dada dan menampilkan ekspresi wajah ketidakpercayaannya.

Zier mengeluarkan ponselnya dari saku celana dan memperlihatkan semuanya pada Delia. Ia juga memberikan dompetnya supaya Delia bisa melihatnya. Bahwa ia benar-benar berkata jujur.

"Aku berkata jujur. Periksalah seluruh barang milikku."

"Dasar menyusahkan."

Delia masuk kamar dan mengambil ponselnya lalu memesan makanan karena ia malas untuk memasak. Apalagi memasak untuk pria yang tidak ia cintai. Andaikan yang meminta Dimas, Delia pasti langsung memasak tanpa bantahan dan tanpa berpikir lama.

"Aku akan mengganti uangmu."

"Bagaimana caramu untuk menggantinya? Minta pada orang tuamu? Memalukan, contoh Dimas. Dia sudah bisa cari uang sendiri sejak dia masih sekolah menengah atas. Tidak sepertimu."

Zier sejak tadi berusaha untuk diam dan bersabar tapi kali ini ucapan Delia menyakiti hatinya sebagai seorang pria.

"Kenapa?" Zier menatap Delia tajam.

"Apa yang kenapa?" Meski gemetar ditatap seperti itu oleh Zier, Delia berusaha untuk tidak mundur. Ia menatap balik seolah menantang.

"Apa yang aku lakukan padamu? Apa salahku dan perlakuan mana yang menyakitimu?"

"Ba_banyak." Delia tergagap. Ia tak menyangka jika Zier memiliki aura yang menakutkan dan dingin.

"Kalau begitu, sebutkan semuanya." Zier mendekat ke arah Delia dan berhenti saat jarak mereka hanya satu langkah lagi. Ia baru menyadari, Delia memiliki badan kecil dan tingginya tak sampai bahunya. "Kita baru bertemu, baru dua malam ini. Seharian aku di luar rumah. Jadi tolong sebutkan."

"Awas minggir. Aku mau tidur." Delia mendorong Zier supaya menjauh. Ia tak bisa terlalu dekat dengannya karena ia menghirup aroma yang sangat maskulin dan hampir saja ia hilang kendali, ingin memeluk tubuh Zier yang terlihat nyaman.

Zier tidak melakukan perlawanan atau mendesak Delia untuk menjawab pertanyaan darinya. Hari sudah larut malam dan ia lapar. Ia tak mau hilang kendali dan memarahi sikap Delia yang menurutnya sangat berlebihan dan tak sopan.

Zier sadar, pernikahan mereka tidaklah diinginkan oleh kedua belah pihak. Dirinya dan Delia sama-sama tidak menginginkan pernikahan ini tapi ia ingin, setidaknya Delia bisa bersikap baik padanya karena mau tak mau mereka akan menghabiskan waktu bersama dalam waktu yang belum dapat ditentukan. Entah satu Minggu, satu bulan atau bahkan seumur hidup.

Semua terasa sesak di dada Zier. Menikah muda, melepaskan mimpi untuk melanjutkan kuliah di luar negri, menerima amarah dan hinaan. Andaikan ia tidak mengingat permintaan ibunya, ia pasti sudah kabur mengikuti jejak Dimas.

🌼🌼🌼
240723

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top