Bagian 11

"Kembalikan ponselku, aku mau berangkat bekerja."

Delia menengadahkan tangannya. Ia sebenarnya kesal karena Zier belum juga mengembalikan ponsel miliknya sejak tadi pagi saat ada telpon dari Dimas. Namun, ia berusaha untuk bersikap manis, berharap Zier luluh.

"Gunakan saja ponselku. Aku sudah menyalin nomor temanmu ke ponselku." Zier memberikan ponsel miliknya pada Delia.

"Tidak bisa begitu dong! Bagaimana jika ada sesuatu yang penting."

"Gampang, tinggal forward."

"Jangan keterlaluan, Zier!"

Sepertinya niat Delia untuk bermanis-manis dengan Zier tidak bisa dilanjutkan. Kesabaran Delia begitu tipis untuk menghadapi pria itu.

"Ayo, aku antar kamu berangkat bekerja. Sekalian kita sarapan bersama di luar."

"Tidak perlu." Delia bersedekap sambil menatap Zier tajam. "Aku ingatkan padamu, kita tidak benar-benar menikah dan hubungan kita semalam, tidak berarti apa-apa. Jadi aku harap kamu sadar diri. Hubungan itu tidak mengubah apa pun diantara kita."

"Aku tidak peduli. Ayo kita berangkat."

Zier menarik tangan Delia untuk ikut berangkat bersamanya. Ia tak peduli dengan semuanya. Ia akan mempertahankan Delia meski harus melawan Dimas nantinya.

"Zier....!!"

Delia terus menggerutu sepanjang perjalanan tapi sepertinya pria yang ada di sampingnya tak terganggu sama sekali, membuat ia semakin kesal.

"Telepon aku saat jam pulang, aku akan menjemputmu." Zier menepikan mobilnya lalu membukakan pintu untuk Delia. "Jangan lupa, telepon aku."

"Bodo amat." Delia pergi begitu saja setelah mengucapkan itu. Ia berharap, Zier sadar kalau ia tengah kesal dengannya.

"Zier."

Delia menghentikan langkahnya mendengar suara Greta, ia langsung berbalik badan untuk memastikan. Ternyata benar, Greta sedang mendekati Zier.

Delia tak rela, ia berjalan cepat kembali ke Zier. "Sayang, nanti jangan lupa jemput setengah empat." Ia berjinjit dan mencium sekilas bibir Zier dengan sengaja.

Greta yang melihat tingkah laku Delia merasa aneh. Tidak hanya Greta, Zier pun merasa aneh tapi ia hanya mengangguk saja.

Deli menatap Greta, "kamu tidak ingin masuk?"

"Aku akan masuk."

Greta sebal dengan Delia. Kemarin Delia bilang akan menceraikan Zier lalu sekarang tingkah Delia sangat gatal.

Begitu Greta pergi, Delia langsung melotot ke arah Zier. "Kamu jangan senang dulu. Semua itu aku lakukan hanya pura-pura. Kamu tidak perlu menjemputku. Aku bisa pulang sendiri."

"Terserah kamu saja."

Zier malas berdebat, ia memilih untuk masuk ke mobil lalu pergi.

"Dasar pria menyebalkan." Delia gemas serta kesal dengan tingkah laku Zier yang menurutnya semua salah.

Pertemuannya dengan Zier juga sebuah kesalahan. Pernikahan, hubungan mereka bahkan kontak fisik yang mereka lakukan adalah salah. Selamanya Delia akan terus menjadikan Zier pihak yang bersalah atas kekacauan hidupnya.

"Delia!" Greta berdiri di dekat meja kerja Delia. Ia ingin memprotes tingkah laku Delia.

"Apa?"

"Kamu yang apa-apaan?!"

"Memangnya aku kenapa?"

"Kamu mencium Zier dan bersikap gatal padanya. Maksudmu apa?"

Delia tertawa, "sabar-sabar, Greta. Apa yang salah denganku? Aku mencium suamiku. Apa itu sebuah kesalahan?"

"Sekarang kamu menyebutnya Suami, lalu bagaimana dengan kemarin. Kamu bilang, kamu akan menceraikan dia."

"Greta, dalam sebuah rumah tangga, pastinya sudah menjadi hal biasa jika bertengkar."

"Tidak. Aku tidak percaya. Kamu jahat Delia!"

Greta hendak mendorong Delia. Namun, aksinya di lerai oleh Maya yang sejak tadi melihat mereka dengan bingung.

"Kalian berdua kenapa?"

"May, Delia sudah gila. Dia wanita jahat. Dia memanfaatkan Zier."

"Jangan sembarang bicara kamu. Apa buktinya?" Delia melotot tak terima.

"Dimas meneleponku tadi___"

"Dimas?" Delia langsung memotong ucapan Greta. "Dimas meneleponmu. Lalu apa yang dia katakan?" Delia mendekati Greta.

"Dia bilang, kalian akan makan malam bersama dan aku diminta untuk mendandanimu dengan cantik."

"Dimana?" Delia sangat antusias karena akhirnya ia akan bertemu dengan Dimas.

"Mana aku tahu, aku pikir kamu sudah berbicara dengannya."

"Zier mengambil ponselku. Tolong, aku pinjam ponselmu. Aku ingin bicara langsung dengan Dimas."

"Kalau Zier melarangmu. Harusnya kamu jangan hubungi Dimas."

"Betul, lebih baik kamu jangan membuat masalah, Delia. Kamu sudah menikah dengan Zier." Maya ikut menasehati Delia.

"Kalian berdua sahabatku. Kalian berdua juga pasti tahu, aku sangat mencintai Dimas."

"Kalau begitu, lepaskan Zier."

Delia menatap Greta. Ia ingin menolak untuk melepaskan Zier tapi ia juga tidak mungkin memiliki dua pria itu sekaligus. Salah satu dari mereka harus ia korbankan. Namun, ia bingung. Mana yang harus menjadi korban Dimas atau Zier.

"Aku sarankan padamu, pertahankan Zier. Dia pria yang rela berkorban demi kamu dan demi keluarga." Maya meraih tangan Delia dan menggenggamnya.

"Tapi aku tidak mencintainya."

"Jika kamu tidak mencintainya, kamu tidak mungkin melarangku mendekatinya. Jangan jadi wanita serakah!"

Greta memang memiliki ucapan yang pedas tapi ucapan Greta menyadarkan Delia. Ia mungkin memang sudah memiliki rasa untuk Zier.

"Aku pusing."

Delia memilih untuk duduk di kursinya dan memijit-mijit kepalanya yang terasa hampir pecah.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top