Yayasan Kasih Ibu
Sengaja Lili dan Al mengumpulkan seluruh keluarga di rumah mereka untuk menyampaikan niat baik. Setelah makan malam bersama, mereka duduk santai di ruang tamu.
"Jadi, ada apa ini, kok kami dikumpulkan di sini? Kalian baik-baik saja, kan?" Ada sedikit kekhawatiran di hati Azizah.
Lili tersenyum tipis, lalu menyahut, "Alhamdulillah, Ma, kami baik-baik saja kok."
Semua serempak mengucap hamdalah.
Al menegakkan duduknya, dia berdeham. "Jadi, beberapa waktu lalu ada bayi yang baru lahir ditinggalkan seseorang di garasi kami. Saat ini bayi itu berada di Yayasan Buah Hati, setelah mendapat perawatan beberapa hari di rumah sakit. Kami berniat ingin mengadopsinya."
Semua yang ada di ruang tamu terperanga. Pandangan hanya tertuju kepada Al.
"Orang tua si bayi bagaimana, Gus?" Kiai Dahlan angkat bicara.
"Tim penyidik tidak menemukan informasi apa pun mengenai orang yang meletakkan bayi itu di sini, Bah. Jadi, sudah diputuskan bahwa bayi itu tidak memiliki wali," papar Lili sangat pelan-pelan agar mudah dipahami semuanya.
"Kalau Papa sih setuju. Kami bisa bantu apa?" tanya Ilham.
"Saat ini cukup doa restu dan dukungan dari Mama, Papa, Abah, Umi, Kak Dila, dan Dokter Rizky. Kemarin kami sudah mulai mengurus persyaratannya. Kami sudah ke Dinas Sosial Jakarta meminta arahan, juga sudah minta surat keterangan bahwa kami tidak bisa memiliki keturunan dari rumah sakit. Tadi pagi, kami sudah ajukan permohonan adopsi bayi itu ke Dinas Sosial. Insyaallah dalam minggu ini orang pemerintahan dan tim Pertimbangan Perizinan Pengangkatan Anak (PIPA) akan datang ke rumah untuk survei kondisi lingkungan, melakukan pemeriksaan psikologi, dan kemungkinan akan mencari tahu tingkat emosional dan kesanggupan kami." Semuanya memperhatikan penjelasan Al.
"Nanti mereka akan mengawasi chemistry bayi itu dengan keluarga kita. Tim PIPA akan mendatangi keluarga besar dan tokoh masyarakat. Sebab itu, Lili mau minta bantuan Umi, Kak Dila, sama Mama ngajarin merawat bayi, ya? Biar Lili bisa merawatnya walaupun bayi itu sekarang di panti asuhan," ujar Lili dengan pandangan memohon.
"Kapan pun Ily membutuhkan bantuan, insyaallah Umi akan siap," sahut Fatimah yang tak dapat menyembunyikan rasa bahagianya setelah mendengar Al dan Lili akan mengadopsi bayi.
Lili memandang mereka satu per satu. "Soalnya ini sangat penting bagi Lili. Supaya Lili sama Mas Al bisa diizinkan menjadi orang tuanya."
"Jangan khawatir, Neng. Insyaallah, semua akan dilancarkan," tukas Azizah dengan seulas senyum yang menenangkan perasaan Lili.
"Aamiin," ucap semua serentak.
***
Saking semangatnya, Lili berbelanja banyak kebutuhan untuk bayi itu, tak lupa juga untuk anak-anak panti asuhan yang lain. Ditemani Azizah, Lili datang ke panti asuhan. Setiap dia datang, anak-anak panti sudah antre di lobi, menunggunya membagikan hadiah kecil maupun makanan.
"Asalamualaikum," sapa Lili ceria dan dengan senyuman lebar.
"Wa 'alaikumus-salam, Neng Lili," jawab anak-anak serempak.
Dua kantung plastik putih besar berisi berbagai macam camilan dan susu Lili letakkan di meja kayu. Azizah mengeluarkan nasi kotak dari bagasi mobil, dibantu pengurus panti asuhan.
"Ayo anak-anak, antre yang tertib, ya?" Azizah berdiri di samping Lili, bersiap membagi nasi kotak kepada anak-anak. Sedangkan Lili membagi camilan dan susu kotaknya.
Setelah semua mendapat bagiannya, termasuk pengurus panti asuhan, Lili dan Azizah pergi ke kamar khusus bayi. Banyak boks bayi berjejer di ruangan yang cukup luas itu. Di satu ruangan, terdapat sekitar sepuluh boks bayi. Yayasan Kasih Ibu khusus menampung anak-anak dan bayi yang tidak memiliki orang tua.
"Neng Lili, dari semalam dedek nangis terus," kata Kasmi saat mereka sampai di depan boks bayi yang akan Lili adopsi.
Kasmi adalah penanggung jawab ruang bayi. Wanita paruh baya itu sudah lama bekerja di panti asuhan Kasih Ibu. Ada sekitar enam orang yang membantunya setiap hari, mereka bergantian menjaga bayi-bayi di sana.
"Kenapa, Bu Kasmi? Apakah dia sakit?" tanya Lili dengan raut wajah khawatir.
"Tidak, Neng."
"Apa susunya habis?" sambung Azizah yang juga mengkhawatirkan calon cucunya.
"Tidak juga, Bu. Susunya masih banyak."
Saat mereka sedang mengobrol, bayi tersebut tiba-tiba terbangun dan menangis cukup kencang. Lili dengan sigap langsung mengangkatnya dan memeluk serta sedikit mengayunkan dia agar tangisannya berhenti.
Bersuara lirih dan merdu, Lili berselawat untuk bayi yang belum memiliki nama tersebut. Setiap bayi itu berada di gendongan Lili, tenang dan selalu tertidur pulas. Seperti mendapatkan kenyamanan dan kehangatan seorang ibu.
Sekitar sepuluh menit Lili menggendongnya, Al yang pulang kerja langsung ke panti asuhan menyusul istri dan Azizah, tersenyum lebar mendapati Lili sedang berselawat untuk calon anak mereka.
"Oh, iya, Bu Kasmi, bayi itu dikasih nama siapa?" tanya Azizah menatap bayi yang berada di gendongan Lili.
Al dan Lili pun langsung memandang Kasmi.
"Kami masih mencarikan nama yang cocok untuknya, Bu," jawab Kasmi dengan senyum simetris.
"Kalau diizinkan, apakah boleh saya memberikan nama untuknya?"
Sekarang semua menoleh kepada Al.
"Boleh, Gus Al. Silakan," sahut Kasmi dengan tangan terbuka.
"Salsa Khairun Nisa," ujar Al sambil mengelus kepala bayi itu, sembari tersenyum sangat manis.
"Apa artinya, Habibi?" tanya Lili menengadahkan wajahnya, menuntut jawaban dari Al.
"Perempuan yang baik hati dan murah hati. Insyaallah, kelak dia akan sepertimu, Habibti," ujar Al terselip pujian untuk Lili.
Mendapat pujian itu, Lili mesam-mesem, pipinya merona, dia tersipu.
"Ah, kamu bisa aja, Al!" Azizah memukul kecil lengan Al.
Kasmi hanya tersenyum dan dia juga dapat merasakan kehangatan keluarga kecil itu.
***
Setelah melalui proses panjang, sekitar tujuh bulan, akhirnya putusan tim PIPA jatuh ke tangan Al dan Lili. Mereka diizinkan mengadopsi bayi perempuan tersebut. Namun, enam bulan ke depan Dinas Sosial akan melakukan pemantauan berkala, hingga anak itu berusia 18 tahun, Dinas Sosial tetap mengawasinya.
"Alhamdulillah," ucap Al saat menjatuhkan diri di tempat tidur.
Rasa letih seharian bekerja, seperti lenyap saat menyentuh kasur yang empuk dan nyaman.
"Habibi, bayi usia berapa sih boleh dikasih nasi?" Lili sedang memberi bayi berusia delapan bulan itu susu.
Di gendongan Lili, dia tidur damai sambil mengulum karet elastis yang perlahan mengeluarkan susu formula.
"Setiap bayi itu beda-beda, Habibti. Ada yang usia empat bulan sudah kuat diberi makanan padat, tapi ada juga yang harus menunggu usia enam bulan lebih. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) merekomendasikan pemberian makanan padat pada bayi dimulai sejak usia enam bulan ke atas," jelas Al yang berbaring di tempat tidur sambil memperhatikan Lili sedang perlahan mendaratkan pantatnya di sofa, dekat boks bayi.
Senyum mengembang di bibir Al. Sifat keibuan Lili semakin kuat setelah kehadiran Salsa. Dia terlihat sangat menyayanginya. Setelah Salsa tertidur pulas, Lili menurunkannya di boks bayi. Dia memberikan tempat ternyaman untuk bayi yang memenuhi kehampaan hatinya setelah mengalami keguguran itu.
"Bagaimana pekerjaanmu hari ini?" tanya Lili setelah berbaring di sebelah Al.
"Alhamdulillah, lancar." Al memeluk Lili. "Kamu bagaimana seharian ini jagain Salsa?"
"Salsa anak pintar. Nangis kalau pas minta susu atau enggak popoknya udah enggak nyaman." Dari sorot mata, Lili tampak bahagia, meski ada raut lelah di wajah teduhnya.
"Sekarang kita bobo, nanti malam kalau Salsa terbangun, kita bisa gantian menjaganya," ujar Al menarik selimut, menutupi tubuh mereka sebatas perut.
Pelukan Al semakin erat, Lili membalasnya. Dekapan yang selalu bisa membuat Lili nyaman hingga lelahnya terhapus.
Tengah malam sekitar pukul 02.00 WIB, Salsa menangis. Al bangun dan langsung menghampirinya. Dia menoleh Lili, tidurnya sangat nyenyak, Al tak tega membangunkan. Walhasil dia sendiri yang menjaga Salsa.
Al mengecek popok Salsa, ternyata sudah penuh. Akhirnya dia mengganti popok dan membuatkan susu. Sambil duduk di sofa, Al memangku Salsa sambil memberinya susu.
Ya Allah, jadikan dia anak yang berbakti dan salehah. Takut pada larangan-Mu. Al mencium pipi Salsa, dia tak kalah bahagianya dengan Lili.
Walau Salsa anak angkat, tetapi mereka menyayanginya seperti anak sendiri. Di tengah kerinduan mereka terhadap tangisan bayi dalam rumah, Allah memberi jawaban atas doa-doa mereka dengan mengirimkan Salsa, walau dia hadir dengan cara yang memilukan. Namun, itu semua tak berarti saat ini, yang terpenting, Salsa sekarang berada di tangan orang tua yang tepat.
Hai, teman-teman, berhubung IG lamaku kena hack dan enggak bisa dipulihkan lagi, aku mau ngasih tahu kalau sekarang aku aktif di IG (rexdelmora_official). Yuk follow! Karena aku setelah ini bakalan bikin cerita baru tentang penerbangan.
Aku juga bakalan sering bikin GA (giveaway) di WP maupun di IG. Nanti kasih tahu teman-teman yang lain, ya?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top