Mencari Tahu Tentangnya

"Dokter Rizky!" panggil Al berlari kecil saat melihat Rizky berjalan di koridor rumah sakit sendiri.

Rizky berhenti berjalan, lalu menoleh, menunggu Al.

"Ada apa, calon adik ipar?" tanya Rizky setengah menggoda dan langsung merangkul Al saat pria berkacamata itu sampai di sampingnya.

Mendengar itu, Al jadi malu. Dia tersenyum tipis dan menunduk.

"Mmm ... hari ini Dokter puasa tidak?"

Biasanya Rizky rutin puasa Senin dan Kamis. Begitu juga Al, sudah menjadi kebiasaan mereka.

"Alhamdulillah, Senin ini saya puasa. Ada apa? Kok kayaknya bingung begitu?" Rizky membaca gelagat Al yang seperti ingin menyampaikan sesuatu.

Niatnya jika Rizky tidak puasa, Al ingin mengajaknya ke kantin. Sekadar menemaninya makan atau minum, meski dia saat ini sedang puasa. Ternyata Rizky juga sedang puasa, sama seperti dirinya.

"Kita ngobrol di sana saja, gimana, Dok?" Al menunjuk kursi kayu bercat putih di bawah pohon mangga.

Mereka pun ke sana, setelah duduk santai, Al memberanikan diri bertanya tentang Lili.

"Dok, maaf kalau saya lancang. Kalau boleh, saya ingin mengenal adik Dokter lebih jauh."

"Oooh, harus itu! Dokter Al mau tahu soal apa dulu nih? Kebiasaannya? Agamanya? Atau keburukannya?"

Al tersenyum manis, dia malah bingung mau bertanya mengenai yang mana dulu.

"Terserah Dokter Rizky mau memberi tahu yang mana dulu."

"Kalau kebiasaan baik sudah pasti Dokter Al bisa menerimanya. Biar tidak kaget setelah menikah nanti, saya akan beri tahu keburukan adik saya."

"Boleh, Dok. Insyaallah saya bisa menerimanya." Al bersiap mendengarkan.

"Ily itu tidak bisa berdandan, kalau sudah di kamar ada dua hal yang dia lakukan, membaca buku atau membaca Al-Qur'an, tidak bisa diganggu. Kalau dengan orang yang sudah dikenal akrab, biasanya manja. Sifat kekanak-kanakannya muncul. Maunya selalu diperhatikan, paling tidak suka dicueki."

"Manjanya seperti apa, Dok?"

Sambil tersenyum, Rizky menjelaskan, "Majanya sih masih wajar. Biasanya kalau menginginkan sesuatu dan kami tidak menuruti, dia merajuk."

"Merajuk?"

"Iya, tapi merajuknya berdiam di kamar seharian, tidak mau membantu Umi." Rizky tersenyum tipis, heran dengan tingkah adiknya itu.

"Biasanya apa yang dia minta? Kenapa sampai merajuk?"

"Kamu tenang saja, dia tidak minta yang neko-neko kok. Bukan tas mahal atau perhiasan. Kadang yang dimintanya justru sesuatu yang kadang tidak kita pikirkan sebelumnya."

Al mengerutkan dahi dalam. "Apa itu, Dok?"

"Contohnya saat dia meminta kuliah di Kairo. Kami tidak pernah menyangka sebelumnya. Soalnya kamu tahu, dia tidak pernah keluar dari pesantren, bahkan ke luar kota saja kalau bukan urusan sangat penting dan bersama keluarga, Ily enggan ikut. Keluar dari kota Jakarta saja kalau tidak ditemani, dia tidak berani."

"Oh, iya?" Al tampak terkejut.

"Iya, Dokter Al. Anehnya, sekali minta keluar dari lingkungan pesantren, langsung jauh. Awalnya Abah sama Umi tidak mengizinkan, banyak hal yang dikhawatirkan. Tapi, alhamdulillah, Ily bisa membuktikan kepada Abah dan Umi, selama kuliah di Kairo, dia tetap bisa menjaga diri dan memegang teguh tujuannya."

"Masyaallah. Dia nekat, ya?"

"Iya, begutulah adik saya, Dok. Nanti kalau dia meminta sesuatu yang tidak terduga, Dokter harus bisa tegas memutuskan."

"Insyaallah, Dok."

Mendengar sedikit cerita kebiasaan buruk Lili, entah mengapa Al malah semakin ingin tahu lebih jauh tentang wanita itu.

"Terus selama di pesantren, kegiatannya apa saja, Dok?"

"Biasanya habis salat Subuh berjamaah, dia menyempatkan diri membaca Al-Qur'an. Terus bantu masak di dapur umum. Nanti agak siang, dia mengajar. Dia suka anak-anak," imbuh Rizky senang berbagi cerita tentang Lili kepada Al.

"Dok, bolehkah saya titip sesuatu untuk Neng Ily?"

"Boleh. Insyaallah nanti pulang dinas, saya mampir ke pesantren. Kebetulan istri dan anak saya sekarang sedang di sana, sekalian saya mau jemput mereka."

"Alhamdulillah," ucap Al lega karena Rizky tak keberatan mau direpotkannya.

Al mengeluarkan sesuatu dari kantong jas putihnya. Dia ulurkan kepada Rizky. "Dok, saya ingin memberikan ini kepada Neng Ily. Saya tidak tahu warna kesukaannya, semoga dia menyukai sedikit hadiah dari saya."

Rizky menerimanya. "Insyaallah, dia akan senang menerimanya, Dok."

Al tersenyum lebar. "Saya harap begitu."

***

Ini kali pertama Lili mendapat kado dari seseorang. Saat tadi menerima kado itu dari Rizky dan tahu dari Al, senyum di bibirnya tak pernah pudar. Begitu Rizky pulang, dia langsung masuk ke kamar dan duduk di kursi depan jendela.

Bergegas Lili membuka kotak hitam itu, dadanya seperti bertaburan bunga-bunga. Memang bukan barang mahal, tetapi Lili bisa memakaianya setiap saat. Benda itu bertaburan mote ungu, kebetulan warna kesukaan Lili, bisa dipasang di jarinya. Alat moderen pengganti butiran tasbih. Di kotak itu juga terselip kertas yang terlipat persegi. Lili mengambilnya, lalu membaca tulisan tangan Al.

Asalamualaikum, Neng Ily

Maafkan jika saya lancang mengirimkan secarik kertas tak berarti ini. Namun, dengan beginilah cara saya bisa mengutarakan isi hati. Semoga hadiah kecil yang saya berikan bisa bermanfaat dan Neng Ily menyukainya.

Neng, pasti kamu pernah mendengar cerita Fatimah Az-zahra yang pandai menyembunyikan sejuta rasa dalam hatinya. Terima kasih, Neng Ily sudah meneladani beliau. Dokter Rizky sudah bercerita banyak hal tentang Neng Ily kepada saya. Sungguh, jujur, saya merasa selama ini seperti mengejar surga. Neng Ily nyata adanya, tetapi sangat sulit diraih. Masyaallah, takdir Allah menuntun saya menemukan sosok gadis yang selama ini saya cari, yaitu kamu. Saya berharap taaruf ini berujung dengan indah, yaitu pernikahan.

Saya tidak sabar kita bisa bertemu dan bertatap muka secara langsung. Bercerita banyak hal dan bertukar pikiran denganmu, Neng. Jika diizinkan, saya ingin melamar kamu bulan depan. Neng Ily bisa memberikan jawaban melalui mama saya nanti setelah memikirkan dan mempertimbangkannya.

Terima kasih telah sudi membaca tulisan saya. Wasalamualakum.

Salam hangat,

Aldevaro Iqbal

Kedua sudut bibir Lili tertarik, menciptakan seulas senyum manis, lalu memeluk kertas tersebut. Dia melihat tasbih digital pemberian Al.

"Terima kasih, Dokter Al," ucap Lili lirih.

Tak perlu berpikir panjang, dia langsung melingkarkan tasbis digital itu di telunjuk kirinya. Memang harganya tak semahal berlian atau permata, tetapi hal sekecil apa pun yang diberikan orang yang kita cintai akan terasa istimewa.


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top