Keputusan
Pulang dari rumah sakit, Rizky menyempatkan mampir ke pesantren. Sekadar membelikan martabak manis untuk keluarganya.
Tadi begitu sampai rumah, Rizky baru sebentar duduk di ruang tamu, Lili langsung memberondonginya berbagai pertanyaan.
"Mau tanya apa lagi?" ujar Rizky setelah menjawab pertanyaan Lili yang kesekian.
"Kak, kira-kira dia mau enggak, ya, menerimaku yang begini?"
"Insyaallah, mau. Dia pria apa adanya. Walaupun dari keluarga berada, alhamdulillah, keluarganya semua ramah, baik, dan sederhana. Dengan siapa pun beliau mau berteman."
"Bukankah kemarin Kakak bilang kalau mamanya disainer? Pasti selalu berpenampilan modis dan moderen, ya? Apakah beliau mau memiliki menantu sepertiku?"
Rizky tersenyum dan mengelus kepala Lili. "Insyaallah, mereka tidak masalah kalau soal penampilan. Setahu Kakak, keluarganya mengutamakan agama dan attitude."
Fatimah dan Kiai Dahlan yang mendengar percakapan itu hanya tersenyum.
"Li," seru Kiai Dahlan sangat lembut.
"Iya, Abah?" sahut Lili menoleh ke arah Kiai Dahlan yang duduk bersebelahan dengan istrinya.
"Sebenarnya apa yang kamu khawatirkan? Kenapa kamu memusingkan penampilan? Apa ini salah satu alasan kamu untuk bersiap menolak lagi?" tanya Kiai Dahlan diiringi candaan kecil.
Lili hanya menunduk. "Bukan begitu, Abah. Lili cuma takut tidak bisa mengimbangi keluarganya. Beliau dari keluarga terpandang, seorang dokter, pasti banyak perhatian dari orang sekelilingnya. Abah tahu, Lili tidak pandai merias wajah dan penampilan Lili hanya bisa seperti ini."
"Fadhilatusy Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah pernah berkata, 'Sepantasnya pakaian dan penampilan seseorang--muslim--terlihat indah sesuai dengan kemampuannya.' Apalagi yang kamu masalahkan?" papar Kiai Dahlan. "Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah menyampaikan dalam hadits kepada para sahabat tentang sifat sombong, lalu para sahabat bertanya, 'Wahai Rasulullah, sungguh ada orang yang senang memakai sandal yang bagus dan pakaian yang bagus. Apakah hal tesebut termasuk sifat sombong?.' Kamu tahu jawaban Rasulullah?"
Lili menggeleng. "Apa, Abah?"
"Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Sungguh, Allah itu Maha Indah dan mencintai keindahan.' Maksudnya, Allah subhanahu wa ta'ala memang menyukai tajammul--berhias/berpenampilan--indah. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak mengingkari kesenangan mereka mengenakan pakaian dan sandal yang bagus. Asalkan seseorang tidak memberat-beratkan diri dalam segala sesuatu. Semuanya apa adanya. Jika memang kita mampunya seperti ini, setidaknya harus bersih dan rapi. Paham?"
"Iya, Abah. Lili paham."
"Sekarang, jangan lagi mempermasalahkan penampilan. Yang harusnya kamu pikirkan adalah apakah calon kali ini bisa memenuhi syarat yang kamu ajukan kepadanya nanti?"
"Baik, Bah," jawab Lili sedikit tenang karena sudah mendapat pencerahan dari abahnya. "Oh, iya, Kak. Apa dia pernah pacaran?"
"Sejak Kakak kenal dia, saat SMA dulu, sepertinya dia tidak pernah dekat apalagi punya hubungan spesial dengan wanita. Dia sangat konsisten menjaga diri dan pandangannya dari lawan jenis."
"Kalau kesehariannya bagaimana?"
"Dia orang yang sedikit tertutup. Tidak pernah neko-neko. Pekerja keras, ibadahnya bagus, bahkan kalau ada kesempatan dan waktu, dia sering ikut pengajian yang diadakan pengurus rumah sakit. Kebetulan juga mamanya salah satu pengurus kegiatan pengajian itu."
"Masyaallah. Mendengar ceritamu saja, hati Umi seperti sudah cocok dengannya, Riz," sahut Fatimah tersenyum simpul sambil melirik Lili.
"Itu sebabnya, Umi, aku pengin mengenalkannya kepada Lili. Mereka punya satu kebiasaan yang sama."
"Apa itu?" sahut Lili tampak penasaran.
"Tidak suka keluar rumah kalau tidak penting dan lebih suka menghabiskan waktu luang dengan membaca buku atau Al-Qur'an."
"Masyaallah," ucap Fatimah semakin kagum dengan sosok yang ingin Rizky kenalkan kepada Lili. "Umi jadi tidak sabar ingin melihatnya."
"Loh, kok Umi bicara seperti itu?" sahut Kiai Dahlan.
"Maaf, Abah. Umi hanya penasaran, seperti apa pria yang ingin Rizky kenalkan kepada Lili."
"Sebagai kakak, pastinya Rizky akan lebih selektif memilihkan calon untuk adiknya, Umi. Bukan begitu, Rizky?" tanya Kiai Dahlan meminta persetujuan Rizky.
"Betul, Bah. Apalagi dia lulusan Al-azar di Kairo. Soal pendidikan Lili tidak kalah dengannya."
"Kairo?" sahut Lili cepat, menatap Rizky sedikit terkejut.
"Iya. Benar. Kenapa?"
"Oh, tidak apa-apa," jawab Lili menutupi sesuatu yang mulai mengusik hatinya kembali.
Tiba-tiba Lili teringat orang itu. Sosok yang diam-diam dia nantikan kedatangannya selama ini. Pria yang dia tak tahu namanya, tetapi selalu terselip di setiap doanya.
Kedua ujung bibir Lili tiba-tiba tertarik, seulas senyum tercipta. Hatinya seperti mendapatkan oasis, sejuk. Apakah penantiannya selama ini akan berujung dengan indah? Semoga.
***
Jatuh tempo, dua hari sudah Lili memikirkan dan menimbang keputusannya. Salat Istikharah sudah, meminta pertimbangan dari kedua orang tuanya juga sudah. Kini di ruang tamu, ada Rizky, Kiai Dahlan, Fatimah, dan Lili melakukan musyawarah.
"Bagaimana, Li? Sudah waktunya memutuskan," ujar Kiai Dahlan mengingatkan.
"Abah, boleh Lili tanya sesuatu sebelum menjawab?"
"Tentu, silakan."
Rizky dan Fatimah diam, mereka menyimak pembicaraan Lili dan Kiai Dahlan.
"Jika Lili menerima taaruf ini, tapi setelah mengenal dia, Lili tidak cocok, bagaimana, Bah? Selama ini memang banyak yang berniat taaruf dengan Lili, belum ada satu pun yang sempat Lili terima. Kali ini Lili mau menerima karena dari cerita Kak Rizky, sepertinya dia pemuda yang baik. Insyaallah, semoga sesuai kriteria Lili."
Sebelum menjawab, Kyai Dahlan tersenyum tipis dan menegakkan posisi duduknya.
"Sesuai dengan surah Al-Hujurat ayat 13 yang memiliki arti, 'Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.' Taaruf sendiri berarti perkenalan. Dalam agama Islam memang dianjurkan. Apabila dalam tahap taaruf ini kamu belum cocok, kamu boleh membatalkannya."
"Kalau begitu, Bah, insyaallah Lili mau dikenalkan dengannya."
"Alhamdulillah," ucap Rizky dan Fatimah terdengar lega, begitu juga Kiai Dahlan. Akhirnya Lili mau menerima salah satu niat baik itu.
Setelah selesai musyawarah, malam itu juga Rizky menghubungi Ilham, papanya Al. Sebenarnya, Ilham yang meminta Rizky mencarikan wanita yang cocok untuk putranya. Mengingat Rizky sudah cukup lama mengenal Al. Ilham berpikir, mungkin Al akan cocok dengan pilihan Rizky. Kebetulan juga Ilham tahu jika Rizky memiliki adik perempuan yang belum menikah.
"Asalamualaikum, Dok."
"Wa 'alaikumus-salam, Dokter Rizky. Bagaimana? Apakah sudah ada kabar?"
"Alhamdulillah, setelah tadi musyawarah dengan Abah, Umi, dan juga yang bersangkutan, insyaallah niat taaruf Dokter Al diterima."
"Alhamdulillah. Saya akan segera kabari Al mengenai ini, Dok. Terima kasih atas bantuannya, Dok."
"Sama-sama, Dokter Ilham."
Perbincangan melalui telepon itupun berakhir. Ilham sangat bahagia, akhirnya dia mendapatkan calon untuk Al. Tak sabar, dia pun langsung bercerita kepada Azizah, istrinya. Barulah mereka nanti akan menyampaikan kabar baik ini bersama kepada Al.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top