Ending
Memang saat ini Salsa sedang bahagia, tetapi ada yang mengganjal di hatinya. Di sudut hatinya ada kesedihan yang sulit diungkapkan.
"Abah, apa Al tidak bisa menjadi walinya?" tanya Fatimah yang juga merasakan kesedihan Salsa.
Sebulan setelah dia lulus kuliah, sebelum Salsa memutuskan menikah dengan Toriq, dua bulan mereka mencari orang tua kandung Salsa. Bermodal CCTV memperlihatkan dua orang yang meletakkan kardus di garasi Al beberapa tahun lalu, hasilnya nihil. Polisi tidak dapat melihat wajah keduanya karena mereka menggunakan hoody yang menutupi kepala ditambah payung besar.
"Dalam hukum agama dan negara sepakat, jika memang ayah kandung tidak ada, maka yang bertindak sebagai wali nikah adalah kelompok wali nasab. Yang dimaksud dalam kerabat laki-laki kandung, baik itu ayah, saudara laki-laki seayah, atau kerabat lain sesuai urutan kekerabatan," papar Kiai Dahlan.
"Jadi, tetap wali hakim?" tanya Lili juga sangat sedih.
"Abah belum selesai menjelaskan," ujar Kiai Dahlan sangat lembut.
"Maaf, Bah."
"Jadi, dari Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama (Badilag) Mahkamah Agung dikatakan, bahwa anak perempuan yang diangkat kemudian diistilhaqkan dihubungkan kepada orang tua angkatnya berdasarkan penetapan hakim pengadilan agama, maka wali nikah adalah ayah angkatnya. Dengan catatan memang anak angkat tidak mengetahui asal-usulnya," jelas Kiai Dahlan lagi.
Senyum mengembang di bibir Lili dan Al. Apalagi Salsa yang mendengar, dia sangat bahagia.
"Umi, Abi bisa menikahkan Salsa." Senyum mengembang, Salsa langsung berhamburan ke pelukan Lili sambil menangis haru.
"Iya, Sayang, iya." Lili juga sangat bahagia, dia juga menangis bahagia.
Semua yang berada di ruang tamu rumah Al itu, ikut bahagia, pun dengan Al yang tak menyangka dia bisa menikahkan putrinya.
***
Waktunya pun tiba, kini Al duduk di samping wali hakim, berhadapan dengan Toriq, calon suami Salsa yang beberapa bulan sudah melakukan taaruf. Dua saksi sebelah kanan dan kiri,yaitu Ilham dan Kiai Dahlan. Suasana sakral terasa di kediaman Al. Tak ada pesta mewah, hanya kedua keluarga besar yang hadir pagi itu.
"Umi," seru Salsa yang duduk di depan meja rias. Tanpa kebaya dan make up tebal, hanya gamis putih, hijab putih, dan riasan wajah natural.
"Apa, Sayang?" Lili menggenggam kedua tangan Salsa yang terasa dingin, mungkin dia tegang dan grogi.
"Aku deg-degan," ucap Salsa membalas genggaman tangan Lili erat.
"Dulu Umi juga begitu. Tarik napas yang panjang, terus embuskan perlahan. Biar lebih relaks."
Salsa melakukan apa yang Lili katakan. Benar saja, rongga dada yang tadinya hampir terasa penuh, sekarang sudah sedikit lega.
"Neng." Annisa menyentuh bahu Lili. "Aku enggak nyangka kisah kita akan seperti ini. Anak-anak kita dijodohkan Allah. Masyaallah, Maha Besar Dia, Neng." Air mata Annisa tak tertahan, dia cepat-cepat menyekanya.
"Itulah takdir, Nissa. Apa yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya, Allah bisa melakukannya." Lili memeluk Annisa.
Dari rekaman video yang berada di kamar Salsa, mereka melihat suasana di ruang tamu yang tampak tegang dan sakral. Tamu yang hadir sampai di luar rumah. Sekali tarikan napas, Toriq dapat mengucap kabul dengan lancar. Semua berucap hamdalah. Setelah itu Lili dan Annisa menuntun Salsa menemui suaminya.
***
"Bi, rasanya lega setelah menikahkan Salsa, ya?"
Satu minggu setelah acara ijab kabul itu, Salsa diboyong Toriq ke rumahnya. Walaupun sekarang Salsa tinggal terpisah dengan Lili dan Al, hampir setiap hari Salsa datang ke rumah, entah sekadar mengantar makanan untuk mereka atau meminta Lili memasakkan sesuatu untuknya. Intinya, Salsa belum terbiasa jauh dari mereka.
"Alhamdulillah, anak kita sudah dewasa, Umi. Sekarang dia sudah menjadi istri orang."
Lili menyandarkan kepalanya di dada Al. Setiap malam menjelang tidur, mereka biasa mengobrol seperti itu.
"Setelah ini apa yang akan kita lakukan, Bi?" Lili mendongak, menatap wajah Al yang sekarang semakin tua, tetapi ketampanannya tak berkurang.
"Mengejar surga," jawab Al tersenyum sangat manis sambil memandang kedua mata Lili. "Itu, kan tujuan kita?"
"Iya." Lili kembali menyandarkan kepalanya di dada Al. "Makasih, ya, Bi, atas kesabaran dan keikhlasanmu mendampingiku selama ini."
"Sama-sama, Umi. Abi juga sangat bersyukur memiliki istri yang sabar dan penyayang sepertimu." Al mencium pucuk kepala Lili. "Sekarang kita bobo, ya? Besok salat Subuh bareng." Al melorotkan tubuhnya, pun dengan Lili.
Sebelum tidur, mereka membaca doa. Al dan Lili tak pernah melepas pelukan saat mereka tidur. Sungguh indah rencana Tuhan untuk kita. Maha dasyatnya Tuhan menciptakan alam semesta dan segala isinya. Tuhan tak mengizinkan kita mendapat hal yang kita inginkan karena Dia punya rencana lebih indah.
Lili dan Al tak iizinkan Tuhan memiliki keturunan. Namun, mereka dipercaya mengasuh seseorang yang terlantar. Bayangkan jika Salsa tak bertemu dengan mereka, apa jadinya? Kasih sayang diberikan bukan hanya untuk orang yang kita kenal. Orang yang awalnya tak kenal pun bisa menjadi yang tersayang, melebihi keluarga.
***THE END***
Terima kasih, teman-teman yang setia mengikuti cerita ini. Walaupun lama update, kalian tetap setia menunggu. Terima kasih bangeeeet.
BTW, insyaallah akhir bulan nanti aku mau posting cerita terbaruku.
Tolong bantuin aku ngasih tahu temen-temen yang lain, yaaa? Jangan lupa juga follow IG baru aku (rexdelmora_official). Soalnya IG lama yang (rex_delmora) di-hack belum bisa balik. Biar kamu enggak ketinggalan GA yang aku bikin. Banyak hadiah aku persiapkan buat kalian. Jadi, jangan sampai ketinggalan GA-nya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top