Rendervouz With My Boy - bag 1

"Tanktop, hotpants, suncream, jaket panjang, topi, sunglasses...ummm... apa lagi ya," aku mengetuk-ngetukan telunjukku didagu, sambil mengingat benda apa saja yang belum aku masukan kedalam koper besarku ini. Seingatku semuanya sudah beres dan kumasukkan kedalam sana, tapi setelah kuingat lagi... "Umh iya obat-obatan juga belum aku siapkan." kemudian aku bergegas mengambil obat-obatan yang ada didalam lemariku lalu kumasukan kedalam koper. Dan kurasa persiapanku untuk terbang ke Indonesia sudah 100%.

Tak lama kemudian pintu kamarku diketuk seseorang.

'Tok..tok..tok..'

"Keiko...?"

"Masuk saja Okaasan," jawabku sangat hafal itu suara Ibu.

Tidak menunggu kedua kali Ibu langsung masuk kedalam kamarku, setelah bunyi pintu dibuka, "Keiko-chan..." panggilnya lembut dan aku menoleh. Ibu tersenyum, tidak biasanya Ibu bersikap manis begitu padaku, biasanya juga selalu marah-marah. "Apa persiapanmu untuk malam ini sudah selesai?" tanyanya.

Aku mengangguk yakin, "aku hanya tinggal menyiapkan beberapa obat."

Lalu Ibu mendekatiku dan berdiri didepanku, "Baguslah, kau nanti disana jaga diri ya. Kau kan tidak kenal siapa-siapa, Okaasan sangat menghawatirkanmu. Jangan telat makan, jangan terlalu percaya pada orang asing, jangan pulang larut malam. Keamanan disana kabarnya sangat menghawatirkan, kau juga tidak boleh memakai pakaian yang terbuka. Kaasan tidak mau kau digelandang orang-orang dengan jenggot tebal seperti yang diberitakan itu." Ibu bicara panjang lebar, ia mengatakannya dengan lembut dan dengan mimik wajah yang khawatir, aku tidak menyangka Ibu akan menghawatirkanku sampai seperti itu.

Aku menghela nafas panjang mengingat semua yang kumasukan kedalam koperku tadi adalah pakaian-pakaian yang katanya dilarang disana. Tapi mau bagaimana lagi, kata dosenku disana udaranya selalu panas bahkan pada malam haripun juga masih sangat panas. Tapi kalau berpakaian seperti itu dilarang, aku bisa mengakalinya dengan memakai jaketku. Kurasa tidak akan jadi masalah besar. Untuk urusan menjagaku, aku bisa mengandalkan Fahmi-kun. "Kaasan tenang saja, aku janji aku akan menjaga diriku dengan baik disana," jawabku mencoba menenangkan Ibu. Lagipula aku tidak mungkin mengatakan bahwa ada Fahmi-kun yang akan menjagaku disana.

Ibu mengusap rambutku pelan dengan raut wajah sendunya yang seperti mau menangis menatapku, "janji ya kau tidak akan kenapa-napa. Seumur-umur Ibu tidak pernah akan berpisah sejauh ini denganmu, Keiko...hiks..."

"Kaasan..." Aku yang tidak tega melihat Ibu mulai menangis lalu memeluknya erat, aku jadi merasa sedih juga harus meninggalkan keluarga yang sudah 20 tahun selalu bersamaku. "Okaasan, aku hanya pergi selama dua minggu, aku janji akan pulang dengan tidak kurang satu apapun, aku janji." Ucapku menenangkan Ibu, padahal air mataku juga mengalir deras dibalik punggung Ibu.

"Onee-chan," kemudian suara kecil itu membuatku melepaskan pelukan Ibu. Kulihat Kaitaro sedang berdiri mengintip dibalik pintu yang hanya dibuka sedikit, wajahnya juga terlihat sedang menahan tangis. Tapi kutau anak itu tidak akan menangis didepan kami. Ah apakah kepergianku benar-benar berat untuk mereka, ini kan hanya sebentar?

"Kai-chan?" aku mengulurkan kedua tanganku sambil tersenyum untuk memberinya pelukan, sebelumnya aku telah menghapus air mataku. Kemudian dia menghambur kepelukanku, "kau mau oleh-oleh apa nantinya?" aku mengusap lembut rambutnya, mencoba membuatnya melupakan kesedihannya.

"Tidak ada..." jawabnya pelan. Tidak biasanya Kaitaro tidak meminta apa-apa saat aku pergi keluar kota, "kudengar Indonesia itu jauh. Saat aku mengeceknya dipeta dunia, kurasa Negara itu memang sangat jauh. Onee-chan, aku tidak ingin kau pergi lama-lama disana."

"Hmm... Kai-chan," akupun merendahkan tubuhku agar sama tinggi dengan Kaitaro, bahkan dia jadi lebih tinggi dariku. Aku tersenyum padanya, padahal Kai sedang mengerucutkan bibirnya. "Oneesan hanya akan pergi dua minggu," kataku sambil membuat tanda peace dengan kedua tanganku.

"Itu sangat lama, apa kau berencana menemui Fahmmmm!" dengan cepat aku membungkam mulut Kaitaro dengan tanganku, sebelum dia sempat melanjutkan kalimat yang bisa saja harus membuatku berbohong pada Ibu.

"Kai apa yang kau katakan?!" tentu saja aku langsung melotot pada Adikku yang bandel ini.

"Apa yang kalian sembunyikan, huh?" sahut ibu, tangannya terlipat didepan dadanya dengan wajah menyelidik.

"Na-nandemo nai, daijobu!" jawabku cepat agar Ibu tidak semakin curiga.

"Baiklah, sebaiknya kau istirahat Keiko-chan. Perjalanannya akan sangat jauh, masih ada waktu 5 jam dari keberangkatanmu,"

Kemudian aku berdiri dan melepaskan taganku dari mulut Kaitaro. "Ba-baik Kaasan," jawabku mengangguk cepat.

"Ayo kita pergi Kai, biarkan Oneesan istirahat," ajak Ibu menarik lengan Kaitaro. Sedangkan Kaitaro mengkuti Ibu dengan langkah yang berat sambil menoleh menggembungkan pipinya kearahku.

* * *

Huwaaaaaahhhh... aku benar-benar tidak percaya telah menginjakkan kakiku di Indonesia, negara dimana Fahmi-kun tinggal. Setelah melakukan perjalanan selama hampir 8 jam dari Narita airport dengan pesawat ANA kini aku sudah sampai di Surabaya.

Menggelandang koperku bersama 15 orang peserta pertukaran pelajar yang lainnya. Tidak ada yang aku kenal sebelumnya, masing-masing mereka berasal dari Universitas lain yang berada di Jepang. Tapi sepertinya aku bertemu teman yang baik dari Universitas di Chiba, namanya Atsune Kanon, gadis yang satu bangku denganku dipesawat tadi.

"Nee Fujiwara-san apa ini pertama kalinya kau datang ke Indonesia?" tanyanya menoleh kearahku sambil menarik kopernya disampingku, akupun juga memandangnya, pipinya memerah karena udara sudah terasa mulai panas. Apalagi kami masih memakai Jaket besar beserta topi hangat dan masker mulut. Kami akan menuju bis jemputan kami yang sudah menunggu diluar.

"Tentu saja, apa kau juga begitu?"

"Tapi aku lihat kau sangat bersemangat seperti kau pulang kampung saja,"

"Hahahaha... benarkah? Itu karena aku akan menemui orang yang spesial disini,"

"Dare???" tanyanya sangat penasaran.

Aku tersenyum memandangnya, "Nanti akan kuberitahu,"

"Aaa... Fujiwara-san main rahasia!" rengek Atsune-san cemberut. Meski begitu dia gadis yang manis.

"Hahaha... aku janji,"

Lalu dari arah pintu keluar terdengar suara teriakan yang entah dari siapa, yang mau tak mau membuat kami mengalihkan atensi pada orang itu, seorang lelaki berpakaian seragam putih mengisyaratkan kami harus segera memasuki bis yang sudah terlihat diluar sana. "Ayo Atsune-san jangan sampai terlambat," ajakku. Kemudian Atsune mengangguk dan mengikutiku disamping.

Setelah duduk dikursiku bersama Atsune-san tak lama kemudian bis mulai berjalan, aku duduk disamping jendela karena aku ingin menikmati pemandangan selama perjalanan ini. Didalam bis diumumkan bahwa perjalanan untuk sampai ketempat tujuan kami masih sekitar 3 jam lagi. Itu artinya masih cukup jauh.

Semua peserta juga sudah terlihat sangat kelelahan, diantara mereka ada yang memilih untuk tidur, ada yang bermain game dari ponselnya, sekedar mengobrol dengan teman sebangku. Kulirik disampingku Atsune-san sudah melepas jaketnya bersiap untuk tidur, karena dipesawat dia tidak bisa tidur. Atsune-san mengaku sangat takut kalau sampai terjadi apa-apa pada pesawat kami, karena kasus jatuhnya pesawat di Indonesia akhir-akhir ini cukup menggemparkan.

Aku yang tidak ada teman mengobrol-pun memilih mengambil ponsel dari saku jaketku dan kutekan tombol On. Pertama kali membuka ponsel tentu saja aku tidak menemukan sinyal, tapi beruntunglah kaca bis disamping depanku ada sebuah stiker besar yang bertuliskan 'FREE WIFI'.

Beberapa saat kemudian Wifiku aktif dan beberapa pesan masuk kedalam ponselku beruntun, kubaca sekilas-sekilas pesan yang datang, ternyata dari Ibu, Momoko dan Fahmi-kun. Tentu saja aku membuka pesan dari Ibu terlebih dahulu, disitu Ibu menanyakan apa aku baik-baik saja, apa aku sudah sampai, jangan lupa makan dan istrirahat yang cukup. Aku tersenyum sambil membalas pesan dari Ibu, aku katakan bahwa aku baik-baik saja dan dalam perjalanan ke Malang tempatku akan tinggal.

Kemudian aku membaca pesan dari Momoko sahabatku, kurang lebih sama seperti Ibu apa yang ditanyakannya. Bedanya Momoko pesan padaku untuk mencarikannya satu pemuda dari Indonesia, karena setelah aku menceritakan semua tentang Fahmi-kun Momoko selalu mencari artikel terkait kehidupan pemuda Indonesia. Awalnya Momoko hanya ingin memastikan bahwa aku tidak berpacaran dengan pria yang tidak baik, tapi setelah dia banyak membaca dia jadi penasaran dan ingin juga mencari pasangan dari Indonesia untuknya. Menurutnya pemuda Indonesia itu sangat menjunjung tinggi seorang wanita, perhatian, ditraktir diantar pulang. Ahahaha... dasar Momoko-chan.

Aku membalas pesan Momoko, kukatakan aku akan membawa pulang banyak pemuda Indonesia dan tidak ada satupun yang akan kuberikan pada Momoko. Seketika dia membalas dengan emoticon marah dan menangis mengataiku kejam, hahaha... aku tersenyum geli membaca balasannya dan mengatakan aku bercanda, karena siapapun tidak akan bisa membuatku jatuh cinta lagi. Perasaan cintaku ini sudah habis hanya untuk Fahmi-kun seorang.

Keasyikan membalas pesan Momoko, aku jadi melupakan sesuatu. Aku belum membaca pesan dari Fahmi-kun, hahahaa...hampir saja aku tidak membuka pesannya. Ada sekitar 5 pesan yang dikirimkannya, tentu saja dia menanyaiku sedang berada dimana, apa aku jadi ke Indonesia dan kapan aku akan sampai. Fahmi-kun sangat antusias, dia juga mengatakan akan menjemputku nantinya, umm... tapi kupikir itu tidak perlu. Malahan aku tidak berniat membalas pesannya, sengaja aku ingin memberinya kejutan.

Waktu sudah menunjukan pukul 10 pagi, mungkin setengah perjalanan lagi kami akan segera tiba di Malang. Semua peserta hampir tidak bersuara, mereka semua sepertinya sangat lelah, bahkan Atsune-san sudah mengeluarkan suara dengkuran halus disampingku. Yaaa... kurasa aku juga harus tidur karena mataku mulai terasa mengantuk.

* * *

Yaaaaay! Setelah melalui perjalanan yang cukup melelahkan akhirnya rombongan kami tiba disebuah penginapan besar. Kedatangan kami disambut Supervisor kami yang memperkenalkan dirinya dengan Nama Hendrik Hartanto, dan beberapa Mahasiswa dimana tempat kami nanti melakukan kegiatan.

Setelah beramah tamah beberapa menit, kemudian kami diantar kesebuah kamar hotel dekat kampus yang akan ditempati tiga orang. Tentu saja aku dan Atsune-san memilih untuk tinggal bersama, ditemani satu Mahasiswa yang bertugas sebagai pemandu kami nanti.

Mahasiswa yang menjadi teman sekamarku bernama Sekar, umurnya sama denganku. Dia gadis yang cantik dengan pakaian muslim yang anggun.

Saat pertama kali kami bertemu dengan Sekar-san, ada sedikit rasa sungkan yang membuat Atsune-san dan aku sedikit canggung. Ya kami memang belum pernah bertemu dengan orang asing yang berasal dari negara lain sebelumnya, ini yang pertama kalinya. Tapi setelah dia mengajak kami masuk kedalam kamar, Sekar-san lebih banyak berinteraksi dengan kami, mencoba menciptakan suasana yang akrab diantara kami.

Dan itu sepertinya berhasil, baru 30 menit bersamanya kami sudah sedikit jauh lebih lepas saling mengobrol, Sekar-san juga membantu kami menarik koper kami yang lumayan berat, membantu kami menata pakaianku dan Atsune-san disebuah lemari besar yang disiapkan untuk kami.

Kamar kami memang tidak terlalu besar, hanya ada satu tempat tidur berukuran Super king size untuk bertiga. Disebelah kanannya ada satu lemari besar dengan dua pintu serta meja rias kecil, dan sebelah kiri tempat tidur adalah kamar mandi. Tapi kurasa kamar ini cukup nyaman.

Setelah merapikan pakaian, kami duduk bersama ditempat tidur. Mengobrol banyak, saling berbagi cerita dan tertawa bersama diatas ranjang kami yang lumayan luas, tak lupa ditemani cemilan khas keripik apel yang dibawa Sekar-san. Tak terasa obrolan kami semakin seru dan menghabiskan waktu selama kurang lebih 2 jam. Saat itu waktu sudah menunjukkan pukul 16.05. Sekar-san meminta ijin untuk mengerjakan Ibadah dan menyuruh kami mandi lalu beristirahat, karena pukul 19.00 nanti kami ada acara makan malam bersama semua peserta. Iyaaa... karena kurasa badanku sudah terasa lengket aku memang harus mandi.

* * *

Acara makan malam selesai pukul 20.00, aku Atsune-san dan Sekar-san berjalan beriringan bertiga, berniat kembali menuju kamar kami. Sepanjang perjalanan dilobby aku hanya terdiam sambil terus memandangi layar ponselku, sedangkan Atsune dan Sekar-san sedang asik mengobrol tentang tempat-tempat menarik yang ada dikota Malang ini. oh iya Sekar-san memberitahukan pada kami, jika kami tidak lancar berbahasa Indonesia kami bisa menggunakan bahasa Japan. Karena Sekar-san bisa menggunakan bahasa Jepang, maka dari itu Atsune-san bisa langsung akrab dengan Sekar-san selang beberapa jam.

Aku sendiri sedang gelisah, beberapa jam yang lalu aku memberi kabar pada Fahmi-kun bahwa aku sudah berada di Malang, aku ingin bertemu dengannya. Tapi... sudah hampir 1,5jam Fahmi-kun tidak juga membalas pesanku, apa Fahmi-kun tidak mau menemuiku? Apa dia hanya mempermainkanku? Aku susah payah datang ketempat yang jauh dari tempat tinggalku, tapi dia sama sekali tidak memperdulikanku. Kurasa ini bukan Surprise untuknya, tapi untukku yang harus menelan kekecewaan.

"Doushita no Fujiwara-san?" Atsune yang menyadari perubahan sikapku bertanya dengan raut heran.

Aku menoleh dan tersenyum terpaksa padanya, "Da-daijobu," jawabku sebisanya.

"Nee... kau sangat bersemangat tadi, kenapa tiba-tiba jadi bersedih? Kau juga tidak makan banyak. Apa kau sakit?"

"Iee Atsune-san, aku baik-baik saja."

"Aku tidak percaya, kau sangat pucat." Dengan sifatnya yang agak berlebihan, Atsune-san memeriksa panas tubuhku dengan menempelkan punggung tangannya didahiku, "tapi kau tidak demam," gumamnya. sifatnya sangat mengingatkanku pada diriku beberapa tahun yang lalu. Sedikit berlebihan dan berisik, tapi bedanya dia tidak menimbulkan kekacauan sepertiku.

Akupun mendengus pelan, "Sudah kubilang aku tidak apa-apa Atsune-san."

"Fujiwara-san tidak suka makanannya? Jangan-jangan kau bosan makan Sushi?" celetuk Sekar-san mencoba menghiburku dengan membahas makanan kami tadi.

"Umm... mungkin begitu," aku menjawab sekenanya. Namun masih kuusahakan tersenyum meski tak ingin. Perasaanku benar-benar sedang tidak baik saat ini.

"Aku punya tempat langganan rumah makan, yang menjual makanan khusus masakan salah satu daerah Indonesia, harganya juga murah. apa kalian ingin mencoba makan disana?" tawar Sekar-san.

"Makanan Indonesia? Kedengaranya menyenangkan!" seru Atsune bersemangat.

"Eee... tapi aku kenyang," aku menyahut. Yaa.. karena memang aku kehilangan selera makanku.

"Yaaaah... Fujiwara-san padahal aku sangat ingin," Atsune merengek seperti anak kecil dan cemberut.

"Ta-tapi...."

"Ayolah kau pasti jadi lapar kalau sudah disana," tanpa menunggu persetujuanku Sekar-san langsung menarik tanganku untuk berbalik kembali keluar dari hotel. Dan hal itu disambut raut yang riang gembira oleh Atsune-san. Sedangkan aku sendiri tidak bisa menolaknya, ya tidak ada pilihan lagi, setelah mematikan ponselku karena aku sangat putus asa dengan kabar Fahmi-kun akupun pasrah digelandang Sekar-san bersamanya.

Perjalanan malam kami kerumah makan yang dimaksudkan Sekar-san tidak jauh, tapi Sekar-san berencana membawa kami jalan-jalan sebentar dengan menggunakan sepeda yang kami sewa dari salah satu rental sepeda yang dekat dengan hotel kami.

Setelah mengurus pembayarannya, akhirnya kami bertiga mendapatkan pinjaman 3 buah sepeda. Tidak membuang waktu lama kami-pun segera bersepeda sambil melihat pemandangan malam. Udara diluar ternyata cukup dingin, angin semilir yang menerpa wajah dan rambut kami cukup membuatku dan Atsune-san merasa sangat kedinginan. untung saja kami memakai celana jeans panjang dan sweater, karena aku masih ingat sekali pesan Ibu bahwa aku tidak boleh memakai pakaian terbuka saat di Indonesia.

"Waaaah.... sugoooii! Bagus-aku-senang-Sukaru-san," Atsune-san sangat senang dengan perjalanan kami menuju rumah makan itu, sepanjang jalan dia terus saja berdecak kagum dengan suasana disini yang sangat berbeda dengan di Tokyo. Hampir tidak ada yang memakai sepeda seperti kami, mereka menggunakan sepeda bermotor dan mobil. Waaaah... ini polusi!

"Masih banyak pemandangan yang bagus Atsune-san, tapi kita makan dulu," jawab Sekar-san yang mengayuh sepedanya didepan kami.

Mungkin sekitar 10 menit Sekar-san mengehentikan sepedanya disebuah bangunan yang tidak terlalu besar dan ternyata itu adalah sebuah rumah makan. Sekar-san mengajak kami masuk kedalamnya. kalau tidak salah baca restoran ini bernama 'PADANG BUNDO SAIYO'. Tapi entahlah, aku langsung saja mengikuti Sekar-san dari belakang sambil bergandengan dengan Atsune-san.

Waktu memasuki ruang makan yang lumayan luas ini hidungku langsung mencium aroma masakan yang pernah aku cium sebelumnya, tapi entah dimana aku sangat lupa yang jelas aroma itu sudah tak asing, aku sudah pernah kenal.

"Kita duduk disini saja," tiba-tiba Sekar-san berhenti disalah satu meja dengan 4 kursi disamping pintu masuk. "Ayo duduklah, biar aku pesankan makanannya," diapun menarik pelan dua kursi untuk aku dan Atsune-san duduk. Aaah... dia benar-benar gadis yang baik.

"Arigatou nee Sukaru-san, kau selalu repot mengurus kami," ucapku sembari duduk dikursi yang dia siapkan, diikuti Atsune-san yang duduk disampingku.

"Tidak apa-apa, kalian mau makan apa?" kemudian Sekar-san berjalan keseberang kami dan duduk dikursi yang berhadapan dengan kami, "Silahkan kalian pilih semuanya sangat enak," katanya sambil menyodori kami daftar menu yang ada dimeja.

Atsune tampak antusias saat menerima daftar menu itu dan kami langsung membacanya.

Sate padang...

Gulai itiak...

Dendeng balado...

Soto padang...

Rendang...

Matte! Aku tidak asing dengan menu terakhir!

"Rundang?" gumamku lalu menatap Sekar-san yang tersenyum didepanku setelah sebelumnya aku melihat foto daftar makanan yang aku kenal itu.

"Kenapa Fujiwara-san?" tanyanya penasaran.

"Aku pernah memasak makanan ini sebelumnya," jawabku. "Rasanya sangat enak dan banyak bumbunya,"

"Haaaa... hontou ni Fujiwara-san?" sahut Atsune menatapku tidak percaya.

"Iya tentu saja benar,"

"Apa tidak salah, dari mana kau dapat resepnya?" timpal Sekar-san tampak keheranan.

"Um.... seseorang mengajariku memasaknya,"

"Koki Jepang?"

"Iieee! Dia kenalanku dari Indonesia,"

"Aaaaah! Kekasihmu yang berasal dari Indonesia itu kan?!" celetuk Atsune-san dan membuat Sekar-san membuka mulutnya tidak percaya.

"Neee... jadi Fujiwara-san punya kekasih di Indonesia? Waaaah.... dia tinggal dimana?" terpancing oleh perkataan Atsune-san, Sekar-san jadi ikut penasaran.

"A..aaa..."

"Dia tinggal disini, tapi Fujiwara-san belum menemuinya. Kalau boleh aku tebak, kau tidak bersemangat karena belum bertemu dengannya kan?"

"Aaaa... itu, bukan begitu Atsu-san!"

"Waaaah... siapa namanya Fujiwara-san? Apa kau tidak ingin menemuinya?" Sekar-san kini malah semakin bersemangat menanyaiku soal itu.

"Aaa... dia tidak mau menemuiku," jawabku pelan dan menunduk. Seketika mereka berdua yang tadinya sangat bersemangat jadi tersenyum terpaksa karena pengakuanku. "dia tidak membalas pesanku, dia mengabaikanku." Lanjutku semakin membuat mereka terlihat menyesal telah mengingatkanku padanya.

"Nee...nee Fujiwara-san, bagaimana kalau kita cari dia nanti bersama-sama. Tapi kau harus makan dulu," usul Atsune-san, menggenggam tanganku yang berada diatas meja sambil tersenyum. Aku mengangkat wajahku menoleh memandangnya, apa iya aku harus mencarinya? Dikota ini? mustahil! Tapi selama kami satu kampus, semua bisa saja terwujud.

Atsune-san mengangguk cepat meyakinkanku, akupun tersenyum kepadanya kemudian kepada Sekar-san yang juga mendukung Atsune-san. "Baiklah, aku sudah sampai sejauh ini. walaupun dia tidak mau menemuiku, aku yang akan menemuinya,"

"Semangat Fujiwara-san!" kata Sekar-san menyemangatiku, "sekarang ayo pesan makanannya!"

Aku tersenyum, dan kembali membuka menunya dan memilih. "Oh, aku mau rendang," lagipula aku sedikit lega mendapat dukungan dari kedua teman baruku ini.

"Fujiwara-san, Sukaru-san aku pesan Gurari Aya-mu!"

"Silahkaan Atsu-san,"

* * *

"Waaaahhh... ternyata rendang asli Indonesia lebih lezat dari rendang buatkanku ya," ucapku penuh kepuasaan saat kami bertiga berjalan keluar dari rumah makan. Memang benar masakan yang pernah aku masak itu rasanya jauh lebih lezat dari masakanku waktu itu, puas bisa memakannya secara langsung dari tempatnya berasal. Um bukan! Maksudku bukan dari malang, tapi kata Sekar-san Rendang berasal dari salah satu daerah di Indonesia yang tempat asalnya jauh dari Malang.

"Iya! Rasa Gulai Ayamnya juga sangat lezat, aku paling suka dagingnya empuk dan bisa langsung lepas dari tulang-tulangnya," Sahut Atsune-san. Dia juga tampak sangat puas dengan makanan yang dipesannya, dia juga menyukai rendang yang aku berikan sedikit untuknya. "Nee... Sukaru-san, apa kita boleh makan lagi disini besok?"

"Apa yang kau katakan Atsu-san, memangnya kau mau membuat kantong Sukaru-san kosong.Huh?" aku melotot pada Atsune-san yang mulai kehilangan rasa sungkannya. Tidak enak kan kalau terus ditraktir Sekar-san yang ternyata bukan asli penduduk Malang, dia berasal dari Surabaya dan harus menyewa tempat tinggal. Tentu saja aku tidak mau membuatnya terbebani dan membuat jatah bulanannya habis.

"Hehehemm... kalian tenang saja, masih ada waktu 11 hari kan? Sekarang mari kita pulang dan istirahat karena besok kegiatan kita akan sangat padat," terang Sekar-san.

"Ayooo kita pulaaang!" seru Atsune-san masih bersemangat.

Sekitar 30 menit bersepeda dan lumayan membuat lututku agak lemas, akhirnya gedung dimana kami menginap sudah terlihat. Dari seberang jalan gedung yang hanya digunakan untuk tempat menginap siswa-siswa pertukaran pelajar itu tampak ramai diluarnya, karena sebuah kafe kecil dibangun disana. yaah mungkin memang sengaja dibuat untuk kami agar tidak bosan berada dikamar.

Setelah menyebrangi jalan yang cukup ramai dan mengembalikan sepeda ketempat sewa, kami-pun berjalan kaki sampai dihotel. Sedikit mengobrol dan sekedar melakukan say hi kepada teman-teman kami yang duduk dan mengobrol bersama pemandu mereka di Kafe, kami memutuskan untuk segera masuk dan beristirahat. karena Atsune-san juga sedari tadi merengek ingin segera tidur karena kakinya terasa pegal.

Baru saja kami mau melangkahkan kaki kedalam ruangan tiba-tiba ada seseorang yang menghentikan langkah kami.

"Kalian tunggu sebentar!" seru seorang laki-laki yang entah siapa.

Kami-pun berbalik dan memandang pemuda itu, wajahnya tidak terlalu jelas karena lampu tidak terlalu terang, kami saling menoleh dengan tatapan yang sama. Tatapan yang seolah bertanya 'Siapa pemuda itu?'. Pemuda berkacamata dengan rambut yang agak sedikit panjang. Dia memakai jaket, nafasnya tersengal-sengal seperti telah berlari seribu kilo meter. Akupun memiringkan kepalaku, mengerjapkan mataku beberapa kali untuk memastikan aku pernah melihat orang itu sebelumnya.

Ya... pemuda itupun tersenyum padaku, berjalan pelan kearah kami tanpa kata apapun. Setelah jaraknya semakin dekat dengan kami, wajahnya mulai terlihat jelas karena sorot lampu yang berasal dari dalam lobby. Tiba-tiba jantungku berdetak begitu cepat, aku mengenalnya, aku sangat mengenalnya. Dia...dia Fahmi-kun, Fahmi-kun yang asli. Dia ada didepanku sekarang! Sedang tersenyum sambil mengatur nafasnya yang memburu entah karena apa.

"Ke-keiko, kei-ko ch-chan?" panggilnya lembut sambil mengulurkan kedua tangannya. Sedangkan dengan samar aku masih mendengar suara Atsune dan Sekar-san bertanya padaku, apa aku mengenalnya. Tapi aku sudah tidak terlalu fokus.

"Fa-fahmi-kun..." aku hanya bisa mematung sambil membulatkan mata dan mulutku, menatapnya tak percaya, aku seperti berada didalam mimpi. Kakiku terasa sangat lemas, keringat dingin juga mulai membasahi keningku. Aku... aku ingin langsung memeluk tubuhnya yang ternyata sangat kokoh itu, aku ingin menangis didadanya, tapi aku tidak bisa menggerakkan tubuhku sendiri, sendi-sendiku terasa kaku. Dia sangat kejam, dia sangat kejam membiarkanku setengah mati menahan perasaan ini.

Lalu semakin dia mendekat, mataku mulai terasa buram karena airmataku sudah terkumpul dipermukaan mataku.

"Keiko-chan,"

'Bruukkh!' tiba-tiba Fahmi-kun memelukku. Entah apa yang membuatnya begitu berani memelukku didepan banyak orang, dan saat itu pula adalah saat pertama kali dia membiarkanku menghirup aroma tubuhnya. "Gomenne..." Fahmi-kun berbisik lembut. Tangannya juga mengusap lembut rambutku, sedangkan aku mulai berani terisak didalam dadanya yang hangat. Tapi itu semua tak juga membuat perasaanku tenang, aku sangat marah padanya, aku ingin memukulnya, aku ingin...aku ingin...terus memeluknya.

Tapi... dia menyebalkan!

Aku mendorong tubuh Fahmi-kun kasar dan membuatnya terkejut, "Hiks...hiks... Miichan jahat! Miichan tidak suka padaku!" aku menuduhnya, aku memukuli dadanya dengan kesal. Aku sangat kesal padanya, dia selalu membuatku merasa khawatir, dia selalu membuatku terus memikirkannya.

"Keiko-chan...Keiko-chan dengarkan aku," Fahmi-kun mencoba menghentikan serangan abstrakku padanya.

"Aku benci Miichan! Miichan jahat! Miichan No Baka! Baka! Baka!" tidak peduli apapun. Tidak peduli dia kesakitan, tidak peduli dilihat banyak orang aku terus menyerang Fahmi-kun.

"Gomenne... gomene...Keiko-chan," Tapi Fahmi-kun berhasil membuatku berhenti, dia memelukku dengan sangat erat. Sambil terus berkata maaf, dia sangat menyesal telah membiarkan pekerjaannya menyita waktunya hanya untuk sekedar memeriksa ponselnya. Aku terus menangis tersedu-sedu sambil membalas pelukkannya. pelukan Fahmi-kun terasa sangat hangat, kuat dan nyaman, bahkan aku tidak mau cepat-cepat melepaskan pelukanku. Apalagi aku mendengar suara riuh yang berasal dari Kafe sedang menyoraki Fahmi-kun, bahkan aku dengar Atsune dan Sekar-san juga menyorakiku. Aaaa... aku sangat malu! Aku tidak mau mengangkat wajahku lagi, aku mau sembunyi terus dipelukan Fahmi-kun.



Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top