Bagian 3
Aku yang merasa mulai mabuk duduk di dalam ruangan karena kapal bergoyang-goyang di hantam ombak, memilih keluar kapal. Namun sebelumnya aku memesan kacang dan minuman di toko makanan dalam dek. Melihat laut dan merasakan angin yang berhembus, membuat mabukku sedikit berkurang. Pandanganku lantas tertuju pada anak-anak lelaki bertelanjang dada seusia sekolah berebut koin yang dilemparkan para penumpang kapal. Begitu koin dilempar, anak-anak pun berlomba cepat-cepatan memburu koin hingga dapat. Begitu dapat koinnya, mereka akan berteriak senang sambil memamerkan koin hasil buruannya.
Tiba-tiba aku menjelma menjadi anak perempuan yang ikut ngejar koin. Cuma koinnya beda yaitu koin dollar. Pas berhasil dapat, tuh koin menjelma sosok pangeran tampan lalu berkata
" Karena kamu sudah berhasil membebaskan saya dari kutukan, maka saya berhasil berubah diri lagi menjadi manusia. Untuk itu, kamu akan saya jadikan pendamping hidup saya selamanya." Khayalku sambil senyum-senyum sendiri membayangkan cowok kulkas itu berubah menjadi dollar dan bebas dari kutukan, lalu melamarku. Dampak kebanyakan baca cerita dongeng kayaknya. Lalu aku pun merogoh kantong kulot biru untuk mencari sisa-sisa koin. Begitu dapat, langsung kulemparkan ke tengah anak-anak yang sedang menunggu koin di laut Merak. Melihat antusias mereka mengejar koin, hatiku sedikit terhibur. Beteku pun terbang sekejap. Yah, hanya sekejap sebab cowok misterius itu masih tetap dengan sikap angkuhnya.
Huh! Lagi-lagi aku ngerasa seperti Zulaikha yang sedang ngejar-ngejar si tampan Yusuf. Namun cintanya bertepuk ama angin alias enggak kena bo. By the way aku kan beda ama Zulaikha yang udah milik seseorang. Lah daku, kan cuma baru milik Mamakku seorang, jadi si cowok kulkas enggak perlu takut deh kayaknya. Atawa aku dan cowok kulkas itu bisa diibaratkan bagaikan dua orang yang jinak-jinak merpati, dimana aku merpati betina, dan doski merpati jantan. Ajippp! Aku pun memutuskan untuk duduk di bangku yang tersusun di luar kapal, sambil menatap ombak di depanku seraya berdendang
"Merana aku merana...merana karena cinta durjana...."
Wahai burung yang terbang di atas lautan dan awan putih berarak di kejauhan. Rasanya, tak ada lagi kesempatan untuk bisa berdekatan dengannya dan saling mengenal satu sama lain. Padahal, hati ini telah terpaut dengan sosoknya yang dingin tapi perhatian itu. Sungguh ikan-ikan yang asyik berenang, tiba-tiba terbersit rasa tidak percaya diri di hati. Mengapa dia kembali bersikap tak acuh padaku ya? Setelah sebelumnya menawarkan jaketnya untuk kupakai. Padahal aku tahu, dia juga kedinginan saat itu. Namun demi diriku, dia rela memberikan jaketnya untuk kupakai seharian sebelum pindah bangku. Elu aja kali yang ge-ernya keliwatan, olok suara hatiku lagi. Hikss, air mataku pun menetes satu persatu. Untung enggak ssampai menenggelamkan kapal feri yang kunaiki.
Tapi sebentar-sebentar, apa salah bila aku mendadak ge-er? Karena selama dalam bus tuh cowok hanya mau berbincang-bincang denganku. Sementara dengan penumpang lainnya dia pelit bicara. Wajar kan kalau aku agak merasa dibutuhkan gitu? Padahal kusaksikan sendiri cewek-cewek yang duduk dibelakangku, sering towal towel pinggangku minta dikenalin juga. Enak aja! Cowok keren itu bukan buat dibagi-bagi tau! Jawabku jutek sambil melotot. Para cewek pun langsung sewot abis hingga bibirnya pada manyum 5 centi. Untung enggak bertambah panjang kayak pinokio. Bisa-bisa cowok Cool itu bukannya nerima perkenalan gerombolan cewek-cewek tersebut, malah ngibrit langsung lari hingga ke Yogya, karena dikira kelong wewe. Nah, lo.
Kepalaku tak berhenti dipenuhi oleh beribu-ribu pertanyaan. Dan tragisnya jawaban itu hanya ada pada cowok Cool itu, kan? Apa dia naksir diriku walau segede upil, atau hanya kasihan dan menganggapku seperti adiknya aja? Mana aku lupa lagi nanya namanya, gegara saking senangnya jadi mendadak amnesia. Pertanyaannya, bagaimana caranya aku bisa mengorek isi hatinya yang seolah tertutup rapat itu bagi kaum hawa?
Padahal nih ya, diciptakan alam pria dan wanitaaaa. Wanita dijajah pria sejak duluuuu. abaikan kalau dirasa jaka sembung naik ojek, enggak nyambung pisan, jek! Haruskah aku yang agresif duluan untuk mencari kepastian atas sikap tak ramahnya itu? Aku pun lagi-lagi hanya bisa bertanya-tanya sendiri sambil duduk menatap riak ombak lautan di depanku.
Begitu kualihkan pandangan dari laut lepas di depan, terlihat lelaki tersebut tengah berjalan ke arahku yang sedang duduk bermenung. Meski hatiku menjadi mendadak dangdut, hingga membuatku jadi gugup, tapi kupasang tampang seolah-olah enggak peduli. Huh! Aku tak berharap dia mendekatiku lagi. Lagian untuk apa? Kalau hanya bikin hatiku dipenuhi tebak-tebak buah manggis, hingga hati ini jadi meringis. Bagaimanapun, aku tak ingin ge-er untuk yang kedua kalinya. Namun tak berapa lama, tiba-tiba saja dia udah ada di hadapanku. Mau apa lagi nih si cowok kulkas, tanyaku di dalam hati.
"Tolong tulis alamatnya, Dik!" ucapnya tanpa tedeng aling-aling sambil menyodorkan sebuah buku beserta pena kehadapanku. To the poin sekali cowok ini, pikirku geli. Rupanya dia tipe orang yang anti basa basi.
"Maksudnya?" Tanyaku pura-pura bego. Padahal dalam hati bersorak-sorai bagaikan habis nonton bola di stadion.
"Iya, saya ingin tahu alamatmu tinggal, agar kita masih bisa bersilaturahmi," ucapnya lagi dengan wajah yang tak ada senyum-senyumnya sedikitpun. Begitu mahalkah harga senyummu, ganteng? Tak disangka, akhirnya dia menyambangiku kembali. Penasaran nih ceritanya? Tentu saja kusambut dengan senang sembari berusaha menutupi rasa gembiraku di depannya. Meski debar di hatiku belum juga berhenti, tapi makin kencang bak bunyi beduk bertalu-talu. Setelah selesai, aku sodorkan kembali buku notenya sambil memasang senyum manis, padahal enggak senyum juga diriku udah manis dari sononya (Siap-siap dilempar sendal orang sekampung).
Sengaja enggak kutulis alamat dimana aku tinggal. Sebab diriku tinggal di asrama putri. Pamong asrama akan menyensor setiap surat yang datang, apalagi kalau surat dari cowok. Membuatku takut dan kudu hati-hati (lagi-lagi ge-erku kumat bakalan dikirimin surat. Padahal yang sering datang mah surat utang!). Tentu aku takut surat dari cowok yang kukagumi ini sampai ke tangan ibu asrama. Bisa tambah runyam urusannya! Akhirnya hanya kutulis alamat sekolah di Notoprajan. Masalah bakalan dikirimin surat atau enggak sama cowok Cool ini, yah sudahlah. Namanya juga usaha yang diiringi dengan doa.
Namun setelah bus sampai di Yogya dan cowok Cool itu sudah hilang dari pandangan, satu hal penting baru kuingat. Ya ampunnn! Kenapa aku lupa nyantumin namaku? Lah, kalau aku jadi dikirimn surat nanti atas nama siapa? Duhai emaaakkkkkk. lagi lagi lola ku kumat. Mana tuh cowok enggak periksa-periksa dulu catatan yang kuberikan. Tepok jidat!
Akhirnya aku turun dari bus dengan wajah lesu kayak habis kalah perang. Setelah celingak celinguk mencari wajah cowok misterius yang enggak kelihatan lagi batang kakinya. Membayangkan tuh surat bakalan dibalikin ke tukang pos lagi karena tanpa nama. Andaipun cowok Cool itu mau kirim surat nanya kabarku, pastilah doski didera rasa bimbang karena bingung mau ditujukan buat siapa? Kepala sekolahku? Atau pemilik sekolah, yang bisa-bisa jatuh semaput dapat surat cinta secara tiba-tiba. Atau bisa juga mati ke ge-eran karena dapat surat dari brondong hihihi. Lagipula kepala sekolahku wanita setengah baya yang udah berkeluarga. Kemungkinan lainnya surat itu habis dibaca langsung dirobek atau dibuang ke tong sampah sambil ngedumel
"Aya-aya wae anak jaman sekarang. Nenek-nenek kok masih dikirimin surat. "Huwaaa, aku pun jadi parno sendiri mikirinnya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top