🌸 7. Pria yang Membuat Matahari Iri dengan Senyumannya 🌸

Pagi itu adalah disaster buat Foni. Ia telat bangun karena alarm ponselnya tak berbunyi. Ia curiga kalau alarm itu secara tak sadar ia matikan atau lupa ia stel jamnya. Ketika ia membuka matanya, matahari sudah tinggi. Ibu dan neneknya tidak membangunkannya, bahkan Melodi yang setiap pagi memakai sapur untuk menyiapkan bento untuk anak-anak sekolah juga tidak menggedor pintunya.

Foni mandi dengan cepat dan setelah itu menuju dapur untuk mulai memberi arahan kepada para pekerja dapur. Ketika tiba di dapur, ia memdapati Melodi dan Danu ada di depan pantry island sedang menyusun kotak-kotak bento. Foni memasang wajah masam karena yakin, kakak sepupunya itu paham alasan dia marah tanpa ia harus mengomel dulu.

"Dia tak membolehkan kami membangunkanmu. Katanya kau pasti lelah karena semalam dia merepotkanmu," tukas Melodi pelan seakan tahu kalau dirinya akan menjadi sasaran amukan adiknya itu.

"Dan sebelum kau marah, Tante... Oom yang ganteng itu bangun pagi-pagi untuk menyiapkan sarapan untuk calon istrinya. Itu ada di meja," tukas Kayla yang tiba-tiba saja muncul di dapur. Gadis remaja itu sudah siap dengan seragam sekolahnya.

"Apa kau menginap di sini semalam, Kay?" tanya Foni menatap kesal pada Kayla. Anak-anak Melodi sepertinya lebih suka berkeliaran di rumah makan daripada di rumahnya sendiri, padahal rumah mereka ada di ujung jalan, selisih lima rumah dari rumah makan Memori.

Kayla, remaja yang baru menginjak sekolah SMU itu hanya nyengir, mengabaikan pertanyaan tantenya. Ia sudah terbiasa dengan sindiran tantenya itu. Ia sudah kebal. Tak ada salahnya kalau lebih suka berada di tempat neneknya berada daripada rumahnya sendiri, karena orang tuanya juga melakukan kesibukannya di tempat itu.

"Iya, bener kata Kayla. Kau makanlah dulu. Raga udah capek buatnya. Makan dulu," tukas Melodi sambil mengamit lengan Foni dan membimbingnya ke depan pantry island. Danu menggeser sebuah kursi untuk dapat diduduki Foni, sementara istrinya menarik tray berisi sarapan yang dibuat Raga. Foni pura-pura enggan tapi matanya melirik isi di dalam tray yang disodorkan oleh kakaknya itu.

Omelette!

Apa nggak ada yang bisa dia masak selain omelette? Dasar tidak romantis!

"Jangan liatnya gitu dong, Dek! Setidaknya dia udah berusaha," tukas Melodi ketika menyadari mimik wajah Foni yang menghina.

"Dia juga bantuin kami bikin bento tadi," tambah Danu sambil menunjuk kotak-kotak bento yang sudah tersusun rapi.

"Tante... anu... Oom ganteng ituuuu... makin gagah lho waktu pakai apron. Sayang sekali, Kayla lupa fotoin. Cakep, Tan...."

Foni melirik omelette telur itu sambil menghela nafas panjang. Ingin rasanya menyumpal mulut keponakan kepo-nya itu dengan omelette buatan Raga, tapi rasanya enggan karena perutnya sendiri juga minta diisi. Selain itu, ucapan Kayla yang mengandung spoiler tentang Oom Ganteng yang makin gagah dengan apron cukup membuat perutnya bergolak.

Ketika tray berisi sepiring omelette dan kopi susu itu ditarik Foni, Melodi tersenyum samar pada Danu. Ternyata Raga menyelipkan memo kecil di samping piring omelette buatannya. Foni menarik kertas kecil itu dan membacanya dalam hati.

Pokemon jam 5. ♥️ Calon Suami Idaman.

Melodi ikut-ikutan melirik memo padahal siapa pun yang ada di ruangan itu pada saat Raga menyiapkan tray, pasti sudah membaca isi memonya. Karena itu, Foni mendelik kesal pada kepura-puraan Melodi.

"Apaaa!"

"Nggak!"

Foni mulai menyendokkan omelette itu ke mulutnya. Ia mengunyah pelan. Bayangan Raga bergerak di dapurnya masih tak mau pergi.

"Di mana dia?" tanyanya lunak. Melodi tersenyum lebar.

"Dia masuk shift sore sebenarnya tapi karena ada janji mau ngedate, dia ganti shift sama temennya. Duh! Romantisnya!" seru Melody sambil memeluk adiknya sambil tersenyum-senyum membayangkan Raga yang ganteng itu.

Foni tak ingin tersenyum tapi tidak seorang pun yang bisa menyembunyikan senyum bahagia di saat seperti ini. Pada waktu bangun tadi, ia berharap bertemu Raga sebelum pria itu pergi. Namun meskipun ia tidak bertemu dengan pria itu, ia mendapatkan hal-hal manis darinya. Omelette, memo kecil, dan pria bermata indah itu ternyata tidak melupakan janji nonton dengan Foni bahkan rela ganti shift hanya untuk memenuhi janjinya.

🌸 Mengejar Jodoh 🌸

Nonton film anak-anak ternyata menarik juga. Itulah yang dialami Raga saat ini, meskipun pada awal-awalnya dirinya rada ogah-ogahan ketika Foni memilih film Pokemon dibanding film lainnya, tapi melihat wanita itu tertawa lepas, bahkan kadang sampai memukul lengan pria di sampingnya membuatnya puas. Bukan makhluk aneh berwarna kuning yang sok ngatur yang membuat Raga tertawa, tapi gerak-gerik Foni. Wanita itu mungkin tidak sadar ketika ia tertawa, Raga menggenggam tangannya lalu menyisipkannya ke lengannya sendiri sampai keterusan hingga filmnya berakhir. Dirinya rela movie marathon film anak-anak hanya untuk bersama Foni.

Raga tidak ragu-ragu menggandeng tangan wanita itu ketika meninggalkan studio. Kebetulan Foni juga tidak menunjukkan sikap enggan. Wanita itu nyaman-nyaman saja digandeng Raga. Keduanya tertawa-tawa membicarakan film yang baru saja mereka tonton bersama sampai Raga dikejutkan oleh suara sapaan seorang wanita.

"Raga? Kaukah itu?"

Raga berbalik, melihat ke arah suara tetapi genggaman tangannya tetap ia pertahankan.

"Raga!"

Foni mengerjapkan matanya, menatap lurus pada wanita yang memanggil Raga. Ia kira-kira berusia 25 tahun, berambut panjang bergelombang, bermata besar dan tajam, tingginya sama dengan Foni, tetapi wanita itu lebih kurus darinya.

"Rika?"

Wanita yang dipanggil Rika itu tersenyum lebar lalu bergerak mendekati Raga.

"Wah! Kau baru balik ke Medan, ya?" tanya Raga begitu jarak mereka hanya semeter. Rika mengangguk beberapa kali.

"Iya, baru balik dua hari yang lalu. Mau menghubungimu tapi takut nggak akan dijawab," jawab Rika canggung. Ekor matanya melirik Foni. Raga menyadari hal ini, ia lalu berkata, "Ah, kenalin ini Foni..."

Foni melepaskan tangannya dari genggaman Raga. Namun ternyata, kalimat Raga belum selesai sampai di situ.

"...calon istriku."

Foni tidak perlu lagi bertanya pada Raga tentang hubungan mereka berdua di masa lalu, sebab semua itu terpampang jelas di wajah Rika. Ia syok. Mata besarnya bagaikan LCD televisi yang mengulangi kembali kisah Raga dan dirinya dulu. Karena terlalu lama terdiam, Raga berdehem. Foni jadi canggung karena terlanjur sudah mengulurkan tangannya. Bertemu dengan mantannya pria yang dekat dengannya lalu dikenalkan sebagai calon istri adalah suatu pengalaman baru baginya. Ketika ia mulai berandai Melodi ada di sini karena biasanya kakaknya itu adalah buku pedoman kehidupan sosial baginya, Raga memecah keadaan canggung itu dengan berkata, "Nice to meet you, Rika. Maaf, kami ada janji dengan mamaku."

Wanita itu tanpa sadar meremas ujung bajunya ketika Raga mengatakan ada janji dengan mamanya. Dengan tatapan yang sulit diartikan ia menatap Raga.

Sudahlah Rika. Sudah selesai sampai di sana.

"Yuk, Beib!" ajak Raga, tangannya menepuk lengan Foni dengan lembut. Wanita itu tersenyum padanya, membuat Rika memandangnya dengan sorot mata tajam. Foni yakin kalau musuhnya bertambah satu hari itu.

Keduanya meninggalkan Rika yang masih saja menatap punggung mereka sampai Raga dan Foni hilang dari pandangan.

"Mantanmu itu?" tanya Foni kepo ketika mereka ada di parkiran. Raga cemberut melirik wanita yang ada di sampingnya, yang bahkan tak sungkan menunjukkan senyum jail.

"Kan nggak ada salahnya punya mantan..."

"Nggak! Nggak salah, kok! Apalagi yang nggak mau move on!" balas Foni sambil mengedikkan bahunya. Raga menghentikan langkahnya dan membuat langkah Foni ikut tertahan. Pria itu merangkul pinggang Foni dan menariknya mendekat. Kini wanita itu berada dalam pelukannya dan terpaksa harus menatapnya.

"Lepaskan aku! Nanti kita jadi tontonan," pinta Foni dengan nada memelas. Usianya sudah tidak muda lagi untuk kepergok sedang berpelukan di parkiran.

"Kenapa kalo jadi tontonan? Paling juga divideoin jadi viral," balas Raga dengan dibarengi senyuman nakal. Foni menggeleng.

"Aku tidak mau jadi viral!"

"Wah sayang sekali! Kalo jadi viral, mau tak mau kau aku mintai pertanggungjawaban untuk segera menikahiku."

Wajah Foni memanas dan rona merah menjalar di pipinya.

"Ih, apa nggak kebalik?"

"Oh, jadi mau tapi posisinya kebalik? Oke!"

Foni makin salah tingkah. Raga senang bisa membuatnya tersudut, bahkan sekarang Foni tak bisa bergerak. Bergerak seinci saja maka ia tak berani membayangkan konsekwensinya. Merasakan lengan berotot itu memeluknya di sekitar pinggangnya dengan erat. Nafas pria itu berhembus dengan berat ke wajah Foni. Sedikit saja gerakan, maka Foni mungkin bisa merasakan bagian yang menonjol di sekitaran perutnya. Hatinya berdegup kencang, kepalanya tiba-tiba sakit. Ia yakin, pria yang tengah memeluknya itu sedang bergairah. Karena itu, ia memberanikan dirinya, menantang pria itu dan bertanya dengan lantang, "Kau sedang bergairah kepadaku atau karena melihat mantanmu?"

Pria bermata indah itu spontan melepaskan pelukannya dari pinggang Foni, begitu mendengar ejekan itu. Tanpa menunggu kesempatan kedua, Foni menjauhkan dirinya dari Raga, mencari jarak yang aman.

"Oii! Simfoni Virgo!" panggil Raga lengkap. Seingat Foni, Raga tak pernah memanggilnya lengkap dengan nama keluarganya. Baginya ini merupakan sinyal bahaya. Otaknya memerintahkan untuk kabur, tapi Raga sudah membaca gerakannya. Tangannya menjangkau Foni tepat ketika wanita itu memutar tubuhnya. Raga memeluknya dari belakang, Foni terperamgkap persis seperti tawanan. Tanpa bilang apa-apa, Raga mendaratkan kecupan ringan di pipi wanita itu.

"Apaaa!"

Foni tak bisa berbalik, tapi tidak berbalik pun ia tahu kalau pria nakal itu tersenyum.

"Hati-hati dengan ucapanmu, Beib. Kalo tidak... uhm... kau akan kucium."

Foni menelan ludahnya. Pipinya yang dicium Raga masih panas rasanya meskipun sudah berlalu beberapa detik.

"Atau... kau memang minta kucium."

Tendang dia!

Argh!!!

Bersamaan dengan suara hati Foni, terdengar suara klakson mobil sehingga membuat Raga mau tak mau melepaskan pelukannya. Namun bukannya malu seakan mereka kepergok bermesraan di parkiran, pria itu mengedipkan matanya pada Foni dan berkata, "Saved by the bell. Not actually a bell!"

Lalu ia mengangkat tangannya dan melambai dengan santainya pada orang yang membunyikan klakson mobilnya.

"Yuk, Beib! Jangan bengong di sana."

Raga berdiri membelakangi sinar matahari senja, yang menerobos ke dalam parkiran itu sambil tersenyum. Senyuman riang seperti biasanya, yang membuat matahari pun iri dengan senyumannya.

🌸 Mengejar Jodoh 🌸

Siang itu, ketika rumah makan sudah sepi pengunjung, Foni mengajak kakak sepupunya duduk di taman, di bawah pohon mangga agar terhindar dari terik matahari. Anita, pegawainya menyiapkan teh dan cemilan berupa kue-kue kering dan dua potong cake buatan Foni. Ketika Melodi bertanya mengapa cake kesukaannya dijatah, Anita menjawab kalau Melodi bilang mau menjaga berat badannya. Pegawai remaja itu pergi sebelum tatapan horor Melodi berhasil membunuhnya.

"Kak..."

"Apa? Cepetan! Aku ngantuk! Jangan tarik panjang ceritanya, nanti aku ketiduran!"

"Ih, kok gitu?" protes Foni. Melodi menyeringai tajam sampai matanya hilang.

"Uhm itu! Kemarin waktu nonton sama Raga, aku ketemu sama mantannya," tukas Foni sambil menghela nafas. Melody mendecak sampai pipinya tertarik dan melengos.

"Kusuruh jangan panjang tapi juga nggak sependek ini," omelnya. Dalam keadaan normal dan tak ingin curhat, pasti kepala kakaknya sudah dijotos Foni, tetapi sekarang ia tak bisa melakukannya. Kuatir kakaknya tak sudi dijadikan tempat pembuangan.

"Iya itu, Kak..."

Kejadian di tempat parkiran itu kembali dalam ingatan Foni. Bayangan dicium oleh Raga membuatnya hampir tak bisa terlelap semalaman. Gilanya, Raga sepertinya bisa mengetahui isi hatinya, pria mesum itu mengirimkan chat yang isinya : Beib, belum tidur, ya? Mikirin aku, ya?

Asem!

Foni merasa kesal. Chatnya sudah tertanda baca, Raga pasti tahu kalau memang tebakannya benar. Dimatikan ponselnya supaya tidak perlu menerima pesan apa pun dari pria itu. Sampai dini hari, ia tak bisa tidur lalu ia ke dapur dan membuat coffee cake. Karena itulah di mejanya sekarang ada cake yang dibuatnya semalam.

"Mau ngomong apa? Kok, tertahan gitu?" tanya Melodi membuyarkan lamunannya.

"Ah ya, anu itu... mantannya."

"Iyalah. Mana ada barang bagus yang tak diklaim ada pemilik sebelumnya," ujar Melodi sambil menguap. Foni mendelik kesal pada kakaknya itu. Raga bukan barang, dia itu manusia dan tidak ada klaim mengenai kepemilikan.

"Sini kukasih tau."

Melodi menggerakkan jarinya, memberi perintah agar Foni mendekat.

"Raga Aditya Theo itu barang langka, Dek. Kalo tak menjaganya dengan baik, pasti banyak yang mau memilikinya, ara(mengerti)!"

Awalnya berbisik, tepat ketika bahasa Koreanya keluar langsung teriak. Melodi memang sinting. Nasibnya Foni harus memiliki kakak sepupu sinting dan berbagi nenek yang mereka sayangi bersama. Meskipun mereka berdua berbeda dalam hal memperoleh kasih sayang dari seorang ayah, di mana Melodi mendapatkan ayah yang baik, sedangkan Foni tidak, tapi Foni tetap menyayangi kakak sepupunya itu.

"Kak!"

"Apa!"

"Kau gila!"

"Hm..."

"Ehem!"

Suara deheman berat itu sudah pasti bukan dari Melodi. Foni menoleh ke arah belakangnya, di mana pintu masuk rumah makan ada di sana, berdiri seorang pria yang sudah dikenalnya. Rimba dan seorang wanita berambut panjang ombak dengan mata lebarnya, mantannya Raga.

🌸 Mengejar Jodoh 🌸

"Aku pasti sudah gila karena membawanya ke sini," sungut Rimba di depan Foni. Mereka berdua pindah ke meja yang berjarak beberapa meter dari ayunan. Sementara Rika duduk di meja yang tadi ditempati Foni ketika curhat dengan kakaknya. Rika tidak duduk sendiri karena Melodi mengawasinya dari seberangnya.

"Rika bilang ingin menemuiku. Lalu dia bilang ketemu Raga kemarin bersamamu. Karena aku, dia tahu kamu punya rumah makan dan...."

Yah, mantan yang tidak mau move on itu ingin menyelenggarakan pesta ulang tahunnya di sini.

"Aku pikir, karena pekerjaan Rika sebagai travel blogger, akan menguntungkan bagimu jika ia memberi review tentang rumah makan ini. Jadi..."

Suara Rimba yang biasanya tegas, kini tertahan. Matanya yang segaris tak berani menatap Foni.

"Iya, aku ngerti."

"Jangan marah, Fon."

"Nggak."

Justru karena jawaban Foni yang pendek-pendek membuat pria jangkung itu kuatir. Ia berharap agar Foni menolak keinginan Rika agar ia tak perlu merasa bersalah karena telah membawa Rika ke Rumah Makan Memori. Masih banyak tempat lain yang lebih mewah dari tempat ini, yang bisa dipilih selebgram seperti Rika.

"Oke."

Foni berdiri dan melangkah mendekati Rika yang tak jauh darinya. Rimba buru-buru mengikutinya sambil berharap agar Foni menolak keinginan Rika.

"Rika..."

Rika berdiri dengan anggun sambil mengibaskan rambut panjangnya. Melodi mencibir dengan gerakan itu sambil mengomel dengan suara tertahan, "Kalo sampai rambutmu jatuh di atas cake-ku, mati kau!"

Melodi punya perasaan tak enak dengan kehadiran wanita ini bersama Rimba sampai pembicaraannya dengan Melody harus mengungsi ke tempat yang tidak bisa terdengar olehnya.

"Aku memutuskan..."

Rimba memejamkan matanya, berharap.

Jangan! Jangan!

"Untuk menerima tawaranmu. Ya, pesta ulang tahunmu akan kutangani di sini," tukas Foni.

"Begini Rika, Foni tidak seharusnya..."

"Rimba Theo!"

Foni menunjukkan telunjuknya ke dada Rimba dan menatapnya dengan kesal.

"Kau bilang ini bagus untuk bisnisku!" seru Foni.

"Aku sebenarnya lebih peduli pada Raga daripada bisnismu," bisik Rimba. Foni mengabaikannya.

"Jadi... kau ingin menu yang bagaimana?" tanya Foni memasang senyum pada Rika. Rika melipat tangannya dan melempar pandangan kepada Rimba.

"Dia ahlinya. Kuserahkan menu makanan padanya. Tentang dekorasinya, nanti orangku akan menghubungimu. Ingat, ini eksklusif. Aku nggak mau ada tamu lain ketika pestaku berlangsung. Kalo kau menerima pengunjung lain maka...."

"Baik, aku mengerti," jawab Foni lalu mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan Rika. Rika menyambut Foni dengan hidung terangkat tinggi.

Tak berapa lama kemudian, Rika berada di dalam mobil sementara Rimba masih berusaha membatalkan kesepakatan itu.

"Raga pasti akan menghajarku jika ia tahu hal ini," tukas Rimba dengan nada kuatir sambil membayangkan wajahnya yang bisa memar karena dihajar di ring tinju. Namun kata-katanya malah membuat Foni tertawa.

"Tak bisa kubayangkan orang sepertimu bisa dihajar dia," sahutnya. Rimba tampak sedih.

"Iya, karena aku lebih muda darinya, aku selalu dikalahkannya kalo berkelahi."

Foni terbahak.

"Karena usia, kau mengalah? Lain kali kalo berantem, undang aku buat jadi penonton. Kau akan kusupport. Kay?"

Rimba, pria berkaki panjang itu merengut. Ia tak percaya bila ia berantem dengan Raga, maka Foni akan mendukungnya. Pasti dia akan lebih rela dirinyalah yang dihajar oleh pacarnya itu.

"Dah, sana pulang," usir Foni sambil melirik wanita yang ada di dalam mobil Rimba, yang telah menunjukkan tanda-tanda tak sabar. Ia yakin, tak lama lagi jika Rimba tidak masuk mobil, wanita itu akan melarikan mobilnya tanpa menunggu pemiliknya masuk.

"Berjanjilah satu hal padaku, Foni!" pinta Rimba bersungguh-sungguh. Foni menatap pria itu.

"Ya?"

"Berjanjilah kau tidak akan memberitahu Raga kalo akulah orang yang membawa Rika ke sini."

Bibir Foni tersenyum.

"Kau sangat takut padanya, ternyata..."

"Uhm, tidak juga. Aku hanya menghindari hal-hal yang tidak enak."

"Oke!"

Rimba tersenyum lega.

Andai saja, pikirnya.

Andai saja ia tidak harus bersaing dengan Raga.

🌸 Mengejar Jodoh 🌸

🌸 Ketika aku tidak main games apapun, maka aku sangat produktif menulis. Hahaha

🌸 Komen, dong. Nggak bosan jadi silent reader?

🌸 Salam dari Calon Suami Idaman 🥴

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top