🌸11. Persengketaan🌸
Mulmed-nya asik, lho!
"Kau mau apa?" tanya Kirana sambil menatap ke dalam mata Raga, adiknya.
"Itu impian Kakak juga. Kak Kirana yang mengurus. Rumah itu akan jadi hall untuk acara pernikahan. Foni akan mengurus hidangannya, karena kutau Kakak nggak pinter masak," tukas Raga tak ragu mengejek Kirana. Kirana tak menghiraukan ejekan itu tapi memikirkan keinginan adiknya untuk menjadikan rumah warisan Oma sebagai acara untuk pernikahan. Kirana bukan tidak setuju, hanya saja mungkin orang tua mereka yang tidak mengijinkan. Kalau pun orang tua mereka setuju, belum tentu paman dan tante lainnya setuju. Kirana mengungkapkan hal itu pada Raga.
"Rumah ini milikku, Kak. Aku akan menikahi Foni. Aku sudah melamarnya dan Foni terima," tukas Raga sambil memamerkan senyuman lebarnya. Kirana memukul bahu adiknya kuat-kuat sampai Raga memekik.
"Serius kau?"
Raga mengangguk berkali-kali.
"Melihat sepak terjangmu selama ini, Kakak kira kau tak akan menikah," canda Kirana. Raga cemberut tapi walau cemberut, ia masih tersenyum.
"Selamat Adikku!"
"Jadi Kakak setuju kan jadi pengurusnya?" desak Raga. Kirana tersenyum lebar dan mengangguk.
"Dik, kau sudah bilang soal rumah itu kepada calon istrimu?" tanya Kirana sambil mengangkat cangkir tehnya. Raga mengangkat kepalanya sedikit dan melirik Kirana dengan ujung matanya. Lalu menggeleng.
"Harus bilang, Ga! Jangan sampai ada pihak-pihak yang memanfaatkan situasi. Kau tau rumah itu bisa jadi rebutan." Kirana berusaha mengingatkan adiknya. Dia tahu kalau Raga bukan menikah demi untuk mendapatkan rumah itu. Ia merasa adiknya memang mencintai Foni, tapi calon istrinya itu juga harus tahu kalau rumah itu baru diwarisi Raga jika adiknya menikah.
"Aku tidak menikahi Foni demi rumah!" sergah Raga tinggi. Keningnya berkerut karena agak kesal mendengar Kirana mengungkit soal rumah dan pernikahan.
"Aku tau! Tapi kau harus bilang! Bilang, Ga!" desak Kirana. Raga diam, ragu antara harus mengikuti saran kakaknya atau tetap pada pendiriannya untuk tidak mengatakan apa-apa pada Foni. Memiliki hak atas rumah tidak ada hubungannya dengan menikahi Foni.
Ketika Raga masih ragu dalam bertindak, seseorang yang berniat jahat sudah mengambil tindakan. Orang itu adalah Eric, sepupu Raga, yang merasa juga punya hak atas rumah. Dia sudah mendengar kabar kalau Raga akan menikah dan mendapatkan hak waris atas rumah itu, karena itu ia mencari informasi tentang calon istri Raga.
"Selamat siang, Anda ingin pesan apa?"
Eric menaikkan alisnya menatap wanita dengan gigi besar itu. Harus diakui pria berwajah sangar itu walau Foni memiliki gigi besar, tetapi berwajah enak dipandang mata. Raga memiliki selera yang baik dalam melihat perempuan.
"Apa yang menurut Anda menu terbaik di tempat ini, bawakan untukku," jawab Eric dengan suara simpatinya. Dalam keluarga Theo, bukan hanya Raga yang ahli membuat wanita bertekuk lutut, Eric juga termasuk di dalamnya.
"Baiklah, saya catat, ayam goreng, bayam telur asin dan satu sup untuk Anda. Serta satu porsi nasi," tukas Foni sambil mencatat dalam memonya.
"Terima kasih!"
Eric tersenyum dengan senyuman mautnya. Foni mengucapkan terima kasih dan meninggalkan mejanya. Eric menatap punggung itu sambil berpikir kalau kali ini sepupunya akan mengakui kemenangannya. Dia tak akan memberi ampun pada Raga apalagi yang berhubungan dengan rumah warisan. Sialnya wanita cantik ini yang harus dikorbankan dan Eric sama sekali tak merasa menyesal.
🌸Mengejar Jodoh🌸
Melodi terkejut mendengar ada suara barang jatuh di kamar Foni. Sepulang dari liburan, ia mendengar kalau rumah makan tutup sementara karena masalah dengan travel blog tetapi neneknya bersikeras jika tamu hanya seorang pun, mereka tetap akan buka. Hari ini merupakan hari kedua, rumah makan buka dan tidak ramai, Melodi baru saja melihat Foni masuk kamar lalu mendengar suara barang jatuh dan ia merasa kuatir kalau terjadi sesuatu pada adiknya yang baru operasi usus buntu itu.
"Foni! Ada apa?"
Melodi melihat Foni jatuh tersungkur di lantai. Tangannya memegang kertas-kertas yang juga jatuh berhamburan ke lantai kamar. Melodi memunguti kertas itu satu persatu dan membaca isinya. Itu merupakan kopian surat wasiat rumah. Lalu Melody memungut kertas lain yang tak lain adalah foto Raga di depan rumah besar bergaya peranakan bersama dengan Rimba. Juga ada foto lain yang dicetak di kertas Kirana bersama putranya. Melodi gemetar, dicengkramnya bahu Foni. Foni mulai terisak. Tadinya ia berusaha menenangkan diri setelah tamu pria yang baru makan di rumah makan itu menyerahkan amplop ke dalam tangannya yang baru dibuka sekarang. Foni mengira itu proposal untuk menyelenggarakan acara dan dia girang bukan main, bahwa setelah kejadian buruk mengenai puntung rokok masih ada yang bersedia memakai rumah makan mereka untuk acara tertentu. Namun ketika ia membuka amplop, dia terhenyak. Itu bukan proposal, melainkan bukti kalau Raga ingin buru-buru menikah adalah karena tenggat waktu untuk memiliki rumah itu sudah hampir habis. Raga tidak akan menjadi pemilik rumah dan rumah itu akan menjadi milik sepupunya.
"Foni..."
Melodi tidak bilang apa-apa. Dia hanya memeluk Foni. Air mata Foni mengalir di pipinya, hatinya sakit mengetahui fakta kalau selama ini Raga mengejar-ngejar dia hanya untuk menguasai rumah warisannya. Dia akan menikahi wanita manapun yang dekat dengannya dan kebetulan untuk saat ini, Foni-lah wanita yang dekat dengannya.
"Dik..."
"Diaaaa... penipu!Diaaaa... pembohong!" desis Foni. Melodi menepuk-nepuk punggungnya.
"Kenapa tidak kau coba tanya langsung padanya? Tanya dia!"
Foni menggeleng. Sudah jelas semua. Sejak awal mereka bertemu, kurang tiga bulan yang lalu, Raga langsung mengajaknya menikah, itu artinya surat wasiat itu baru dibacakan. Pria itu terus meringsek masuk dalam kehidupan Foni sampai wanita itu terbiasa dengan kehadirannya dan jatuh cinta padanya. Foni menyesali dirinya kenapa harus selemah itu pada rayuan Raga, seharusnya dia lebih teliti, lebih pintar menelusuri jejak keluarga pria itu, maka kejadian seperti ini tak perlu terjadi.
"Harga jual rumah itu 8 milyar. Aku seharga itu, Kak!"
Emosi Melody sedikit tersulut mendengar pernyataan dari Foni. Dia juga merasa marah pada Raga, apalagi Melody merasa kalau dirinya turut mendorong hubungan mereka, ini juga bagian dari kesalahannya. Tetapi dia tidak ingin membuat adiknya semakin sedih dengan mengatakan hal itu, Melody harus bisa menenangkan Foni. Neneknya tidak boleh tahu hal ini, mereka berdua harus memikirkan kesehatan nenek karena usianya yang sudah tidak muda lagi.
"Foni, jangan bersuara terlalu kuat. Jangan sampai nenek kita tahu," bisik Melody menurunkan nada suaranya. Foni menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
"Aku benci dia, Kak!" isaknya.
"Ya, Kakak juga. Tapi tolong pikirkan nenek. Kemarin kau baru mengatakan kepada kami mau menikah, sekarang terjadi hal ini. Kalau kita bilang jujur ke nenek, menurutmu bagaimana perasaannya?"
Airmata Foni masih berderai di pipinya. Melodi menghapusnya dengan ujung lengan bajunya.
"Aku akan bilang ke nenek kalo kau akan memikirkan kembali rencana ini karena usia Raga yang masih terlalu muda. Tapi pria itu pasti akan datang ke sini dan mencarimu," ujar Melodi sambil menggigit bibirnya.
"Aku tidak mau menemuinya lagi!"
"Ya, Kakak tahu, tapi dia akan tetap datang. Waktunya tidak banyak lagi untuk memiliki rumah itu. Kecuali dia mengambil perempuan sembarangan dan menikah. Dia tentunya nggak mau nanti bila menceraikan istrinya, perempuan itu minta bagian rumah itu."
"Bukan urusanku!"
"Pergilah, Foni! Kau pergi ke mana saja! Ke Bandung, ke Jakarta selama beberapa bulan. Kalo pria itu ke sini, kau tidak ada, dia tidak akan kembali lagi dan menyerah. Ini tidak akan mengganggu tamu-tamu kita dan membuat nenek kuatir. Aku akan bilang ke nenek dan ibumu agar merahasiakan tempatmu karena kau ingin berpikir tentang hubungan kalian tanpa diganggu. Kembalilah setelah batas waktu rumah itu habis. Kita akan memberi pelajaran padanya dengan menjadikan rumah neneknya menjadi hak milik orang lain. Itu cara menghukum seorang pembohong!"
Dengan sisa-sisa kekuatannya, Foni bangkit lalu berjalan sambil menyeret kakinya menuju lemarinya, mengambil baju-baju yang bisa diambilnya.
"Aku akan pergi besok, Kakak. Pagi-pagi sekali agar dia tak bisa menghubungiku. Aku tidak akan bilang apa-apa pada nenek dan ibuku. Tolong jaga mereka."
Melodi mendekati Foni lalu memeluknya dari belakang. Air matanya juga tumpah mendengar adiknya menitipkan nenek serta ibunya ke dalam penjagaannya.
"Dik, maafkan Kakak. Ini salahku karena mendorongmu menjalin hubungan dengannya. Akulah orang yang harus disalahkan karena kesedihanmu ini. Aku..."
Foni juga berlinangan air mata. Sudah jelas bukan salah Melodi, bukan salah siapa-siapa. Ini jelas salah Raga Aditya Theo, yang mendekatinya dan merayunya untuk mendapatkan rumah seharga 8 milyar. Tetapi untunglah sebelum ia melangkah terlalu jauh, semua itu terungkap. Seandainya mereka sudah menikah, Foni tak akan bisa memaafkan dirinya sendiri yang begitu bodoh tertipu oleh sikap simpati dan manis dari Raga.
"Lebih baik kau menikahi pria bodoh seperti kakak iparmu daripada penipu seperti Raga," gumam Melodi pahit. Foni mengangguk walaupun ingin menolak anggapan kalau kakak iparnya tidak bodoh dan yang paling penting, dia tak pernah menipu Melodi, tapi dia bungkam karena tak kuat bersuara lagi.
"Menangislah, Dik hanya untuk malam ini. Anggap saja ini bad luck karena kau telah mengenalnya."
Foni mengangguk dan Melodi memeluknya lebih erat.
🌸Mengejar Jodoh🌸
Foni tidak membaca chattingan dari Raga dan ponselnya selalu tidak aktif, karena itu pria berwajah hangat itu mendatangi rumah makan untuk menemuinya, tapi pegawainya bilang Foni tidak ada. Raga makin heran. Dia menemui Melodi yang sedang melayani tamu dan kelihatan sekali dari gerak-geriknya kalau dia tidak nyaman bertemu dengan Raga.
"Kakak Ipar, di mana Foni? Aku menghubunginya tapi ponselnya tidak aktif. Pegawai itu bilang kalau Foni tidak ada. Apa artinya ini?"
Melodi kuatir terjadi kehebohan ketika bicara dengan Raga dan bisa terdengar oleh nenek dan ibunya Foni, maka dia mengajak Raga duduk di taman, di meja yang paling tidak terlihat dari dapur.
"Kak! Di mana Foni? Aku ingin meminta masukannya tentang tamu-tamu yang akan diundang dalam pesta pernikahan kami."
Melodi menarik napas panjang. Dia sedang memilik kata-kata yang paling efektif agar tak perlu berlama-lama bicara dengan pria yang telah membuat adiknya hancur ini. Melodi juga bosan setengah mati dan ingin segera mengusirnya, tapi kembali lagi ke tujuan agar menjaga nenek dan ibunya Foni tak perlu sampai tahu, ia harus bersabar diri.
"Raga, kau tak perlu sibuk dengan tamu-tamu undangan itu sebab Foni tak akan menikah denganmu," tukas Melodi pelan. Raga menatap Melodi lalu tersenyum.
"Kakak, jangan bercanda seperti ini! Sekarang, katakan di mana calon istriku? Aku kangen sekali dari kemarin belum mendengar suaranya!"
"Raga Aditya Theo! Aku serius! Kau tak perlu datang lagi untuk mencari Foni. Foni pergi. Dia pergi karena merasa kau bukanlah jodoh yang dia tunggu. Dia membatalkan pernikahan kalian."
Raga menggeleng beberapa kali dan masih tersenyum. Dia tidak percaya Foni membatalkan pernikahan begitu saja, tanpa bilang apa-apa padanya. Melodi pasti bercanda. Mereka pasti sedang merencanakan sesuatu untuknya. Namun ketika Melodi mengeluarkan kotak mungil berwarna putih dari sakunya, Raga mau tak mau harus percaya kalau Foni memang serius membatalkan pernikahan, karena kotak itu isinya adalah cincin yang dia pakai untuk melamar wanita itu.
"Dia pergi menemui teman kecilnya. Kau ingat kan? Anak kecil dalam foto itu. Dia menemui kami sewaktu kami di Tokyo dan menyatakan niatnya untuk memperistri Foni. Raga, Foni terikat dengan janji itu. Sadarlah... lupakan dia!"
Raga menggeleng, tidak percaya pada apa yang baru dikatakan Melodi. Foni yang bilang kalau janji itu hanya janji yang diucapkan oleh anak-anak yang sudah lewat masa berlakunya.
"Kakak bohong! Di mana Foni?"
"Foni tidak ada. Jangan membuat heboh, Raga. Nenek sedang kurang sehat!" Melodi berusaha mencari alasan agar Raga jangan terlalu menimbulkan kehebohan di rumah makan ini dan jangan sampai ketahuan oleh nenek.
"Dia tidak ada, Raga. Lupakan, Foni. Kalian berdua memang tidak cocok dan seharusnya tidak menyatu. Foni memiliki orang lain yang dia cintai," ucap Melodi. Raga menggeleng. Sampai kapan pun Melodi mengatakan Foni memcintai pria lain, dia tak akan semudah itu percaya. Dia harus menemukan Foni. Mereka harus bicara.
"Aku akan cari Foni. Kami harus bicara."
"Dia tidak mau bertemu denganmu. Tak ada lagi yang harus dibicarakan antara kalian. Banyak yang harus kukerjakan karena Foni tak ada. Permisi!"
Melodi menegakkan tubuhnya dan beranjak meninggalkan Raga dengan kepala terangkat tinggi. Ia memang telah merencanakan untuk tidak menyinggung perihal rumah warisan Raga pada pembicaraan ini karena Melodi ingin pria itu tetap berpikir kalau Foni yang meninggalkannya. Meskipun hati adiknya hancur, ia tetap punya harga diri.
Yap! Simfoni Virgo tetap akan bangkit lagi karena dia memiliki keluarga yang selalu melindunginya.
🌸Mengejar Jodoh🌸
"Sudah transfer uangnya? Aku butuh sekarang!"
"Kau yakin sudah melakukan yang kuinginkan?"
"Tentu saja!"
"Baiklah! Akan segera kutransfer ke rekeningmu! Kau terlalu rakus. Sebenarnya dengan melakukan hal itu, Raga gagal menikah, kau memiliki hak atas rumah nenekmu, Erickho Theo!"
🌸Mengejar Jodoh🌸
🌸 Author's Noted :
I'm back with Raga! Hahahaha. Setelah kulupakan dia karena Maximillian. Maafkan aku! Ini akan kulanjutkan bersamaan dengan Dr. Salju, duda sebelah. Komen, ya! Tanya apa pun! Tanya ke mana Foni pergi. 🤣
Nggak niat becanda. Ini bukan part lucu-lucuan.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top