6. Alasan Datang

Baru masuk garasi, Leo lekas memberesi popok Agam dan susu buat Serly masih menggantung dalam kresek yang ia cantolkan di motor. Mengendap-endap, ia lewat samping, ke jendela kamar. Ia masukkan  popok Agam lewat situ. Beres, ia masuk lewat pintu depan sambil menenteng nasi goreng dan camilannya.

"Assalamualaikum, Buk."

Sundari yang menunggu sambil nonton sinetron kumenangis membayankan pun menoleh dan menjawab. Kemudian membawa bungkusan itu dalam.

Melihat bapaknya sedang dilayani sang ibu, Leo masuk kamar. Memungut popok diskonan yang jatuh dekat jendela. Memindahkannya ke atas meja.

"Besok pagi ah, mampir lagi."

***

"Aduh, Agam. Maafin Ibu ya."

Serly lekas menyusui anaknya yang terbangun karena ia tinggal mencuci. Belum subuh, Serly sudah bangun untuk mencuci, memasak nasi, dan menyiapkan masakan yang nanti tinggal dimasak saja. Mumpung Agam tidur. Karena jima terdengar azan, Agam bangun dan pastinya Serly tak bisa beberes.

Begitu disusui dan ditepuk_tepuk pahanya, Agam mulai memejam matanya perlahan.

"Anak Ibu sayang, maaf ya tadi Ibu tinggal cuci bajunya Agam. Bau pecing." Serly mengatakannya padahal Agam sudah terlelap.

Sambil terus ditepuk, memastikan bahwa Agam sangat lelap. Barulah perlahan ia lepas puting. Mengecek lagi apakah Agam akan mencari, dirasa aman Serly lekas kembali ke belakang.

Tak ada mesin cuci, jadinya Serly mencuci dengan tangan. Hidup di kota orang, ia harus bisa berhemat. Dari Blitar ia datang, karena keberadaannya sudah tak dianggap lagi.

Dinikahkan, karena ia cuma ingin kuliah. Ia dianggap tak tahu diri. Anak buruh tani mau jadi sarjana. Menikah pun, ia kira pacar yang selama ini mencintai, nyatanya hanya menganggap dirinya beban karena minta dinikahi cepat-cepat. Baru menikah, mertu membuatnya jadi pembantu yang datang ke rumah itu tanpa dibayar. Sekarang, ia hamil pun dianggap selingkuh dan bukan cucu mereka.

Serly nekat kabur, saat malam di mana suaminya asyik tidur dengan teman baiknya, mertuanya sedang jalan, dan dirinya sendirian. Ke Nganjuk ia mengadu nasib dalam keadaan hamil.

Uang dari hasil pernikahan ia simpan, dan ia buat cari kontrakan. Tak lama ia dapat kerja dan berkenalan dengan Revi. Sampai Agam sudah lahir, keluarganya tak ada yang mencarinya. Meski begitu, ia akan tetap kuat.

Selesai mencuci, Serly menjemur baju-baju Agam di luar. Setelahnya, ia tengok nasi yang sudah matang dan segera ia lepas colokan. Membiarkan nasi dingin. Dilihatnya wortel, bayam, kemangi dan jagung yang ia beli kemarin ia kupas. Masaknya nanti agak siangan saja.

Suara azan, Agam tak bangun. Ia masih lelap. Mungkin karena baru tidur lagi. Serly melanjutkan beberes. Ia menyapu, mencuci piring, dan melipat baju-baju kering kemarin meski sambil menguap.

Masih asyik melipat, suara ketukan pintu membuat Serly bangun dan membukakan pintu.

"Loh, ngapain subuh-subuh ke sini?"

***

"Tadi mau ke pasar, trus mampir deh. Pesen apa?" tawar Revi yang suka ke pasar setelah subuh. Ada penjual kue basah yang langsung diserbu oleh penjual sayur keliling. Makanya Revi tak mau ketinggalan jajanan tersebut.

"Masih ada sih, Rev. Sayuran masih banyak di kamar mandi. Nanti kurang paling aku beli di sayur lewat aja."

Bukannya apa, ia tak mau Revi repot saja terus-menerus ia titipi. Toh untuk masak hari ini sudah ada stok yang ia simpan di tepi kamar mandi. Sayur bayam yang segar tanpa masuk lemari es.

"Ok deh. Agam masih tidur, kok nggak ada suaranya?" Karena biasanya Agam sudah bangun saat subuh. Dan tidur lagi nanti setelah mandi jam tujuh an.

"Iya. Tadi sempet bangun pas sebelum subuh."

Revi mengangguk-angguk dan segera pamit. Serly segera menutup pintu lagi. Lanjut melipat, ada suara ketukan lagi.

"Selamat pagi, mamahnya Agam," sapa Leo sambil melambai ke arah Serly yang mengerutkan kening.

"Le, kok pagi banget datengnya? Habis dari mana?" Jangan-jangan Leo juga seperti Revi yang ke pasar subuh-subuh.

"Dari rumah lah. Eh, boleh masuk dulu nggak sih? Dingin di sini."

Serly membuka pintu dan mundur, membiarkan Leo masuk tapi pintu tak ia tutup  rapat. Bagaimanapun juga, Leo bukan anggota keluarga.

"Agam masih tidur ya?"

Bukannya duduk layaknya tamu, Leo malah masuk saja langsung ke kamar Agam. Menghampiri bayi montok yang sedang lelap. Leo jongkok di tepi ranjang, lalu mengusapi pipi Agam.

"Iya. Tadi sebelm subuh baru tidur lagi." Serly menjawab sambil berdiri di belakang Leo. Di ambang pintu kamar.

Leo mengecup tangan Agam yang mengepal saat menggeliat. Ia gemas melihat tingkah bayi itu. Karena diganggu Leo, jadinya Agam terbangun. Belum sampai menangis kaget, Leo sigap menggendong Agam dan membawanya keluar.

"Bangun, bangun, Nak. Agam bangun, Nak. Papah Leo datang, Gam." Leo bersenandung sambil menggendong Agam. Serly hanya bisa menatap dua orang tersebut. Mau melarang Leo, tapi Agam terlihat nyaman. Serly jadi berpikir, andai ayahnya Agam juga perhatian. Padahal ia hamil saja tak dihiraukan. Dikira selingkuh, padahal dia sendiri yang berbuat.

"Ser, aku bawain popok buat Agam. Terus ada susu juga."

Leo menunjuk pada kantong kresek di atas meja, dengan dagunya. Serly bergerak mengambilnya.

"Agam kan belum minum susu selain ASI."

Leo kembali menjelaskan, "Buat kamu lah, Ser. Biar susu kamu makin berisi. Agam lebih kenyang. Eh, aku tadi beli rasa moca. Siapa tahu Agam bosen sama rasa ASI yang original."

Serly hanya melongo. "Oh, oke. Makasih, Le."

Meski sebenarnya ia tak perlu susu tambahan ibu menyusui. ASI nya sudah melimpah. Agam memang menyusunya banyak, mungkin karena anak laki-laki juga.

"Ser, Agam udah bisa diajak jalan kan. Kuy jalan yuk."

Serly menoleh dari melihat tulisan di kemasan susu. "Ke mana?"

"Jalan aja pagi-pagi. Biar seger. Kuy lah! Ganti popok dulu si Agam. Kamu juga ganti daster."

Serly masih bingung, bahkan saat Agam ditidurkan dan popoknya diganti oleh Leo. Bercanda sambil mencubiti pantat Agam, lalu bayi itu tertawa kala Leo memakan perutnya.

Serly yang terpana melihat pemandangan pagi, sampai lupa bertanya hendak ke mana mereka. Tahu-tahu Agam sudah ganti baju dan siap di gendongan Leo pakai selendang.

"Loh, kok belum ganti daster? Ketekmu kelihatan orang. Pakek jaket aja."

Serly masih bergeming bingung, sampai akhirnya Leo mengambil jaket yang tertangkap matanya. Milik Serly yang tergantung dekat pintu kamar. Menyuruh Serly memakai dan menggandeng perempuan itu keluar.

"Kuy lah, jalan-jalan, Gam. Kita cari bubur sambil cuci mata lihat cewek. Apa kita beli cilok juga, lemper, bakwan sekalian biar kenyang. Agam happy, papah happy, dan semoga mamah juga happy," curhatnya pada Agam sementara Serly masih mengunci pintu.

Setelahnya mereka naik motor menuju jalanan pasar yang banyak orang berjualan. Leo meringis senang kala tangan Serly berpegangan pada pinggangnya. Agam ada di tengah, coba kalau Agam udah besar ditaruh depan. Bisa nempel punggung dan ASI Agam. Lumayan kenyal di punggung Leo nanti kalau ada tanjakan polisi tidur.

________

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top