(2. Gundah.)
Raihan memandang datar pemandangan sunset di depannya. Jika biasanya dia akan membidikkan kameranya ke berbagai arah, namun tidak untuk saat ini. Dia seperti orang yang kehilangan nafsu makan. Benda andalan itu tergelatak begitu saja di atas tempat tidur di hotel dia menginap.
Raihan menghisap rokoknya dalam. Pria pendiam tak banyak bicara itu baru saja menyelesaikan pekerjaannya, seorang artis yang sedang naik daun berpose profesional di depannya. Raihan melakukan pekerjaan dengan tidak semangat, dia menjadi lesu dan bosan.
Sebulan berlalu, setelah wanita berjilbab panjang itu yang seenaknya membonceng di belakangnya dan menyangka dia adalah tukang ojek. Sebulan itu pula Raihan melalui hari dengan uring-uringan, dia sendiri tidak mengerti dengan dirinya, bukan berarti dia tidak terbiasa beribteraksi dengan wanita cantik yang menggunakan hijab, malah ada juga beberapa modelnya yang dari awal memang seorang muslimah.
Ada yang berbeda pada wanita yang mengaku bekerja sebagai guru itu. Tapi dia sendiri tidak tau itu apa, soal kecantikan memang dia sangat cantik, tapi Raihan merasa bukan itu penyebabnya dia memikirkan wanita itu siang dan malam. Sejauh apa pun dia berfikir, dia tidak menemukan jawaban atas ke anehan dirinya.
Raihan membuang puntung rokoknya ke tong sampah, mengusap rambut pendeknya bosan. Apa dia harus pergi lagi ke desa itu? Supaya dia bisa mencari jawaban sendiri. Namun, cara itu terkesan konyol dan bukanlah dirinya, dia adalah pekerja yang sangat sibuk, tak biasa menghabiskan waktu dengan hal yang tidak berguna.
Raihan menenggak air putih di atas nakas dengan sekali teguk, serentak dengan terbukanya kamar hotel miliknya.
Raihan langsung mendengus, sambil mengusap gelas di tangannya. Wanita cantik itu tampak tidak peduli, dengan santai dia duduk di pinggir ranjang.
"Ada apa ke sini?" Tanya Raihan melirik sekilas. Yang ditanya bangkit berlahan, bunyi ketukan sepatu memenuhi kamar.
"Kau terlihat tidak ingin menerima tamu."
"Aku lelah."
"Aku melihat kau semakin aneh beberapa hari ini." Wanita bertubuh tinggi semampai itu meraih kotak rokok yang tergeletak pasrah di atas nakas. Raihan melirik tidak suka.
"Kau merokok lagi?"
"Sepertimu."
"Grace, bisa tinggalkan aku sendiri?" Raihan menatap bosan wanita cantik yang berdiri di sampingnya. Wanita itu tersenyum dingin, kemudian membuang rokoknya yang baru dibakar sebagian.
"Apa tidak ada lagi sedikit saja rasa di hatimu padaku?"
"Hubungan kita sudah berakhir, dua tahun yang lalu. Dan aku bukan laki- laki yang akan mengulang masa lalu yang sama."
"Semua yang kau lihat waktu itu tidak benar. Aku dan Jonathan tidak memiliki hubungan khusus." Grace mulai tampak sendu.
"Tidak seharusnya kita mengungkit itu lagi, aku menerimamu hanya sebatas partner kerja, tidak lebih."
"Kau tak memberiku kesempatan menjelaskan,"
"Grace, sudahlah. Aku bosan membicarakan masalah ini terus menerus."
Grace terdiam, matanya mulai berkaca-kaca. Berjuang demi cintanya selama ini tetap tidak membuahkan hasil.
"Aku yakin kau masih mencintaiku. Aku mengamatimu terus, Rai. Kau tak dekat dengan perempuan manapun dua tahun ini."
"Aku tak ingin lagi berpacaran, usiaku sudah tiga puluh tahun." Suara Raihan datar.
"Tidak bisakah kita mencoba lagi?" Grace menatap penuh harap, air mata putus asa mulai menganak di kelopak matanya.
Raihan mendesah lelah, dia bangkit. Memegang kedua bahu Grace, mengangkat wajah cantik yang menunduk itu.
"Lupakan aku! Tidak ada lagi cinta, Grace. Jika itu yang ingin kau dengar."
Raihan lalu menyambar kameranya, meninggalkan gadis itu menangis tergugu sendiri.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top