3. Goodbye, Edelweis
Priska masih rajin membaca. Ada banyak yang menyumbangkan buku-buku bacaan berhuruf braille untuk Priska. Edelweis sering memberikan buku cerita atau buku pengetahuan untuk anak-anak yang diambilnya dari internet di perpustakaan Gedung Depdiknas. Di sana, telah tersedia printer yang hasil print-out-nya dalam bentuk huruf braille.
Priska selalu menerimanya dengan suka cita. Pengetahuannya semakin bertambah. Ia mulai senang mengarang cerita dongeng anak-anak. Edelweis dengan sabar membantu menuliskan ide-ide cerita Priska dalam sebuah buku.
"Priska pasti kelak menjadi penulis hebat jika dia sudah bisa melihat," kata Edelweis bangga.
Tiba-tiba saja Zidan mengamuk. Anak itu menyandang autis, sungguh heboh jika ia ngambek. Ia berteriak-teriak keras dan melempar barang apa saja yang ada di dekatnya. Edelweis mendekati Zidan dan berusaha membuat anak itu tenang.
"Kenapa, sayang? Zidan mau apa?" ucap Edelweis lembut.
"Mau coklat, mau coklat, mau coklaaaaaat!!" teriak Zidan sambil menunjuk-nunjuk arah luar.
"Mm, coklatnya diganti mainan saja ya? Zidan nggak boleh makan coklat. Nanti Kak Edel belikan Zidan mobil-mobilan," kata Edelweis masih dengan suara lembutnya.
Awalnya Zidan menggeleng, tapi setelah Edelweis berjanji akan membelikan mainan saat itu juga, ia mengangguk. Kata-kata lembut dan janji Edelweis telah melunakkan hatinya. Edelweis bangkit lalu beranjak keluar panti.
Aku mengikuti langkah cepat-cepat gadis itu. Keinginannya untuk segera memenuhi permintaan Zidan membuatnya melangkah terburu-buru dan tak memperhatikan keadaan sekelilingnya.
Kubiarkan ia melangkah menyeberangi jalan raya. Walau aku tahu beberapa detik kemudian akan ada sebuah mobil sedan sporty yang melaju sangat cepat menabrak tubuh langsingnya.
Niatku untuk memilihkan cara mati yang lebih baik tak kesampaian. Aku tak punya kuasa untuk itu. Aku juga terlarang untuk menunda sekejap saja proses kematiannya. Tapi aku masih boleh mencegahnya mati dalam keadaan terlalu parah.
Segera kutangkap tubuhnya yang terpental. Tak kan kubiarkan kepala indahnya jatuh membentur aspal dan remuk tak berbentuk.
Dalam sekejap, sudah banyak orang mengerumuninya. Setelah aku yakin ada seorang yang mengambil alih menolongnya, menghentikan sebuah taksi dan membawanya ke rumah sakit terdekat, kutinggalkan ia dan kuperhatikan dari jauh. Kuikuti ia hingga ruang UGD rumah sakit itu.
Namun hanya beberapa jam saja Edelweis mampu bertahan. Kemudian, kutuntun lembut jiwanya terbang ke langit ...
oOo
"Aku sangat mencintai anak-anak ini. Aku rela memberikan segalanya demi melihat mereka bahagia. Diam-diam aku telah mendaftarkan jantungku, ginjalku, mataku untuk didonorkan bagi anak-anak yang membutuhkan. Andai nanti umurku nggak panjang, mereka bisa mengambilnya dariku," papar Edelweis dalam perbincanganku terakhir dengannya, sebelum Zidan mengamuk, sebelum ia melangkah ke jalan raya ...
Keinginan Edelweis telah terwujud. Matanya kini telah menjadi milik Priska. Gadis kecil itu semakin rajin membaca sejak ia dapat melihat.
Jantung Edelweis yang sehat telah berdetak lembut dalam rongga dada Zidan. Satu ginjalnya telah menggantikan ginjal Tegar yang telah rusak.
Kedua orangtua Edelweis yang telah membiayai operasi itu. Mereka juga gencar mencari bantuan sponsor. Walau mereka berduka, tapi mereka mendukung niat suci Edelweis. Mereka sering mengunjungi panti, memandang Priska, Zidan dan Tegar seolah seperti memandang langsung Edelweis putri terkasih mereka.
Aku tersenyum lega. Inilah ternyata alasan mengapa Edelweis harus mati muda. Bisa kupastikan, Edelweis pun tersenyum bahagia di langit.
~ End ~
**=========================**
Halo teman-teman. Inilah akhir cerpen ini.
Bagaimana? Yang kemarin sudah nebak, benar nggak tebakannya?
Salam,
Arumi
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top