20. Umroh dan Tragedi ad-Durrah
"Muhammad Ad-Durrah adalah seorang syahid, begitu juga dengan Jamal ad-Durah. Kekejian ini tak dapat diterima!"
-Majikan
____________________________
19 Mei 2000, Arab Saudi
Perjalanan terus berlanjut, mobil berjalan hingga sampai ke Kota Mekah, kami hampir sampai dan segera pergi menuju hotel untuk beristirahat. Tatapanku tak lepas dari jendela hotel ketika melihat ka'bah yang dirahmati. Ada perasaan bergejolak antara rindu dan nyeri, tak terasa sejauh ini aku pergi, tak dapat pulih rasa sakit.
Permainan memori berhamburan, mengisi sudut-sudut kepala, di mana kini aku baru bisa melaksanakan ibadah suci. Seperti kaset rusak semua pecahan tentang masa lalu, kehilangan, pengorbanan, caci, juga tragedi. Di mana keadilan dunia tak memihak diri, ya Allah. Sejauh inikah aku harus mencari keadilanMu?
.
.
.
20 Mei 2000, Arab Saudi
Bangunan simbolis hitam berbentuk kubus berdiri agung, terdapat ukiran arab-- kaligrafi yang diukir emas berdiri menghias kain hitam. Bangunan ka'bah menjadi pusat pemujaan umat muslim di dunia. Ribuan bahkan ratusan ribu muslim berpakaian putih-putih merindukan tanah suci yang dijanjikan. "Labbaik allahumma labbaik." Gema terdengar memenuhi masjidil haram.
Sembilan menara megah menjulang tinggi, marmer putih menghias ubin, masjid suci di mana arsy Allah berada di atasnya menyambut kami. Sebagian orang mengelilingi ka'bah, yang lain bersimpuh di teras masjid, bersujud haru menapak tanah suci. Aku yang menjadi salah satunya, bersimpuh-- bersujud pada kiblat umat muslim di muka bumi.
Air mataku luruh, semua perasaan yang kumiliki bercampur aduk menjadi satu. Senang-sedih-menyesal-marah-syukur, Ya Allah.... Tidak hentinya dadaku naik turun, sesenggukan, sejauh inikah aku harus mencari keadilanMu?
Putra-putri hamba di rumah hamba tinggalkan, di mana semua peran ibu hamba abaikan, demi mendapatkan rizki di tanah suciMu. Ya Allah... aku kembali terisak, menyesal dan rindu menjadi satu, air mataku kembali bercucuran membuat mata kembali bengkak. Hambamu ini hanyalah seorang ibu Ya Allah.
Aku menggigit bibir, menahan raungan yang tercekat di tenggorokan, tubuhku bergetar hebat. Yang lebih menyedihkan bukan aku sendiri yang pergi meninggalkan tanah air, ibu-ibu lain, wanita-wanita tabah ikut kemari untuk mengadu nasib. Mencari rizki untuk putra-putri yang kami cintai.
Nak, jangan benci ibumu. Maafkan ibumu ini tidak ada di sisimu. Ibu ingin kau hidup dengan baik, Nak. Sungguh. Secercah harap masuk. Tiga anak manis menunggu di rumah, suami yang kucintai menanti di sana. Kepalaku terangkat, membentang telapak tangan pada langit, memohon pada pencipta.
Sudah cukup selama ini penderitaan yang Kau beri, sudah cukup rasa sakit ini Kau amanahkan Ya Rabb, berikanlah hamba akhir yang kau janjikan bagi orang-orang bersabar. Kepada orang-orang beriman. Kepada hamba-hambamu yang tabah. "Ya Allah! Hamba hanya membutuhkanmu! Hamba membutuhkanmu seutuhnya Ya Allah..."
Aku kembali bersujud.
Ya Allah, kini hamba serahkan diri hamba seutuhnya padaMu.
.
.
.
29 Mei 2000, Arab Saudi
Setelah melakukan ibadah umrah majikan kembali melakukan perjalanan menuju Kota Jeddah. Dari jendela mobil kuperhatikan gunung-gunung yang menjulang, melintasinya menelusuri setiap jengkal sejarah, majikan tak henti-hentinya menceritakan bagaimana Rasulullah mendapat tekanan dari Kaum Quraisy.
"Saat itu pernah terjadi pemboikotan pada umat muslim yang hampir melewati waktu 3 tahun!"
Aku mengangguk, beliau menjelaskan detail-detail lain akan tetapi pandanganku tak lepas dari pemandangan yang memukau. Kota Jeddah dengan gedung-gedung yang menjorok ke pantai Laut Merah sangat luar biasa!
Selama liburan musim panas banyak kota-kota yang kami datangi seperti Kota Abha di mana pegunungan subur berada, Kota Al Hasa-- wilayah oasis di mana permata-permata tersembunyi tersimpan, Kota Dhahran yakni kota metropolitan, Kota Unizah tempat dengan wilayah luas, dan terakhir Kota Damam yang letaknya dekat dengan lautan.
Setiap tempat memiliki keindahan, terdapat banyak sejarah, juga khas menonjol yang unik. Aku memikirkan negeri sendiri, jika negeriku maka hal unik pasti lebih banyak lagi yang perlu dijelajahi. Dari sekian kota yang kami jelajahi hanya satu tempat yang majikan tak sukai, Kota Dhahran. "Kota itu sudah menjadi pangkalan militer AS. Sejak dahulu saya sudah tahu di mana barak-barak tentara AS, bahkan tentara di sana lebih banyak dibanding penduduk aslinya. Sayang sekali, kota ini sudah hampir hilang tradisi Arabnya."
Aku mendengarkan, itu adalah hal yang baru kuketahui. Selama perjalanan musim panas ini banyak sekali yang kupelajari, bukan hanya mengetahui kota-kota yang berada di Arab. Aku tahu sejarah dari tempat itu sendiri juga hikmah-hikmah di baliknya.
.
.
.
1 Oktober 2000, Arab Saudi
"Israel laknatullah!"
Aku terkejut ketika mendengar majikan laki-laki berseru, wajah beliau yang tua memerah penuh amarah sementara tangannya mengepal kertas yang kutebak seperti laporan. "Berani-beraninya!" Aku mendengar gelora amarah lain yang tersirat di wajah salah satu putra majikan. Kami sedang sarapan ketika tiba-tiba laporan datang.
"Muhammad Ad-Durrah adalah seorang syahid, begitu juga dengan Jamal ad-Durah. Kekejian ini tak dapat diterima!"
Tragedi Ad-Durah, menurut laporan dari orang yang datang tadi, tepat kemarin pada pukul 15.00 terjadi serangan di jalur Gaza-- Palestina. Tragedi ini meliputi seorang anak yang berlindung di balik tubuh ayahnya ketika pasukan Israel membombardir peluru menembaki para mujahid. Sayang sekali keduanya meninggal akibat serangan agresi militer tersebut-- pada masa yang akan datang tragedi ini akan dicekam oleh seluruh dunia.
Picture from Wikipedia. (Foto ketika terjadinya tragedi Ad-Durah)
"Kita harus bergerak!"
Majikan pria mengangguk, mengirim pesan-pesan, menyebarkan berita ke seluruh negeri. Seluruh barisan kaum muslimin yang menyadari adanya kekejian terhadap warga Palestina bergerak di seluruh Jazirah Arab. Mereka meminta dengan tegas pada pemerintah untuk mengambil tindakan terhadap kaum Yahudi yang telah semena-mena terhadap warga Palestina.
Akhirnya saya tahu apa yang diperjuangkan majikan. Walau tekanan kerajaan sangat keras terhadap gerakan ini sampai aku berani bertanya, "Kenapa Negara Arab yang kaya, rakyatnya sejahtera, kenapa harus ada gerakan?"
Majikan hanya tersenyum simpul, menjawab, "Seandainya Islam Kaffah tidak tegak, apa kau bisa membayangkan saudariku? 50 tahun yang akan datang di mana Sumber Alam Negeri Arab dan negeri-negeri kaum muslim sudah jatuh miskin. Mungkin tidak ada lagi kaum muslim yang pergi berhaji."
Aku terdiam, kepalaku mengepul, berpikir keras tentang Islam Kaffah yang majikan sampaikan. Islam Kaffah yang sangat asing dan tak pernah terbayang! Tentang negara Arab yang gersang. Tentang Negeri sendiri yang katanya Negara Terkaya tapi rakyatnya tak pernah sejahtera.
Pengetahuan Islam terus bertambah, bahwa Islam yang dibawa Rasulullah SAW. Islam sebagai ideologi yang harus diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan baru akan terasa Islam sebagai Rahmatan Lil Alamin. Memang benar kalau berpikir tentang negara sendiri sangat sedih-marah-kecewa. Seandainya saja pemerintah bisa mensejahterakan rakyatnya mungkin tidak akan ada jutaan orang yang senasib denganku; jauh dari keluarga dan anak-anak.
Lebih dari itu, pihak-pihak terkait yang berada di Arab Saudi tak dapat menyelesaikan masalah TKI. Bahkan orang-orang yang seharusnya berpihak pada TKI ada saja yang menjadi oknum malah menerima suap dari majikan yang bermasalah.
Ya Allah....
Ini sungguh tak adil!
Bersambung....
29 Mei 2023
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top