30. Selamat harimu

20th May
Doyi’s birthday ☺😚

Aku tidak akan lupa bahwa hari ini adalah hari ulang tahunnya. Selain pengingat di ponselku yang muncul sudah ditandai sejak lama, tepatnya sebelum kami jadi seperti ini. Mana mungkin aku lupa hari lahirnya, karena sampai di minggu kemarin aku masih menuliskan dan membuat pesawat kertas kecil di dalam toples kaca itu. Toples kaca yang berisikan kertas warna-warni berbentuk pesawat terbang yang di dalamnya berisi banyak kata-kata curahan hati, entah yang bahagia atau senang.

Rencana ini sudah aku pikirkan sejak dari tahun lalu. Aku mulai bisa melakukannya setelah Rifando dengan Mala putus. Rencananya aku mau memberikan kertas-kertas dalam toples kaca itu sebagai hadiah untuk Rifando. Tapi, apakah ada manusia yang senang dikasih hadiah berupa kertas yang berisi curahan hati temannya? Di meja belajar itu aku mengambil kertas kecil warna pink dan spidol warna hitam.

20 Mei 20xx

Happy birthday Doyi.
Aku nggak nyangka kita akan menjadi seperti sekarang di usia kamu yang udah 22 tahun.
Aku pengen ngasih semua kertas ini untuk kamu,
tapi kamu bakal nganggap aneh dan geli ya, karena satu toples ini isinya curhatan perasaanku selama ini yang bakal bikin kamu jijik
Nanti setelah dibaca kalo kamu nggak suka boleh dibalikin ke aku
Nanti biar aku yang bakar sendiri seluruh kertasnya
Ini kertas terakhir yang masuk ke toples.
Selamat harimu. Semoga segala urusanmu selalu dipermudah, Rifando :)

Aku membuat kertas itu menjadi pesawat dan memasukkannya ke dalam toples. Aku tidak menghitung seberapa banyak yang sudah masuk ke dalam. Aku tidak menulisnya setiap hari. Kalau setiap hari mungkin sudah ratusan. Namun yang aku lakukan ya awalnya hanya iseng.

Aku kira di hari ulang tahun cowok itu di tahun ini, sudah bisa menjadi kekasih hatinya. Dulu aku membayangkan saat memberikan ini dia bakalan merasa bahagia sekali karena perasaan terpendamku sejak lama terungkap dalam kertas di toples itu. Namun, aku hanya bermimpi dulu. Sekarang aku tetap bukanlah siapa-siapa. Syukurlah, dia sudah tahu tentang perasaanku.

Jadi aku bisa memberikan ini tanpa mengejutkan olehnya. Iya biar dia tahu saja bagaimana perasaanku terpendamku yang lain, selama ini yang hanya mampu dituliskan, tanpa bisa diungkapkan padanya. Ponselku berdering di meja, ada nama Jonny memanggil.

“Halo?”

“Halo Andah? Masih libur kuliah?” tanya Jonny.

“Iya, mulai masuk besok. Kenapa Bang Jonny?”

“Andah nggak lupa kan?”

Aku berpikir sejenak. “Bilang aja langsung, Bang.”

“Andah ikutan yuk ngasih kejutan ulang tahun Fando di sini,” kata Jonny dengan nada suaranya yang memohon.

Aku tak bisa membayangkan bagaimana bisa merayakan hari bahagia pria itu dengan sikap jutek dan dingin. Aku takut saja malah memperburuk hari indahnya. “Aku nggak ikut deh Bang, aku ada acara hari ini. Sori ya?”

“Andah, kamu tuh berarti buat dia. Sedih tau kalo nggak ada kamu. Aku aja udah bisa bayangin rasanya jadi dia kalo kamu nggak ada,” kata Jonny.

“Aku ada atau enggak itu nggak berasa apa-apa. Aku udah ada janji duluan mau pergi nih,  aku tutup ya Bang?”

Tut.

Setelah telepon aku putus sepihak, mataku tak bisa lepas dari toples kaca besar yang sudah berisi kertas origami warna-warni itu. Aku juga ingin memberikan hadiah terakhir tetapi tidak mau ikut dalam acara merayakannya.

💖💖💖

Aku baru saja berpamitan dengan Yudha yang mengantarku sampai ke gerbang depan rumah. Kami baru saja pergi usai menemaninya pergi ke rumah teman-temannya. Di halaman depan terparkir sebuah mobil yang faktanya itu milik Rifando, pertanda pria itu sedang berada di rumahku.

Bagai tanpa beban aku sudah melewatkan satu acara penting dalam hidup seseorang. Kembali ke rumah aku jadi terbayang-bayang foto yang Kelvin bagikan dalam perayaan ulang tahun Rifando tadi. Di foto tersebut ada sekilas bayangan Nilla. Jangan katakan bahwa saat ini di rumah kami juga ada Nilla!

Di dalam rumah aku mendapati Kelvin bersama Rifando di ruangan TV sedang nonton iklan.

“Hai!” Kelvin menyapa membuat Rifando menoleh jadi melihatku.

“Hai juga!” Aku hanya membalas singkat dan senyum sekilas pada Rifando.

Daripada suasana aneh aku segera naik ke tangga mendingan segera masuk ke kamar saja deh. Baru tiba di depan pintu kamar ada suara Rifando memanggilku.

“Andah tunggu!” seru Rifando mengejutkanku. Dia sedang membawakan piring berisikan beberapa buah donat, potongan pizza, dan kue tart cokelat. “Ini buat kamu, makan ya abisin semuanya,” katanya memberikan piring itu.

“Makasih.” Aku menerima pemberiannya dengan pasrah.

“Nggak mau ngucapin apa-apa gitu?” Rifando memandangiku dengan sorot kecewa. “Nggak ngucapin di hari tanggal lahirku ini?”

“Hm, emang harus ngomong langsung ke kamu ya? Aku nggak bilang, bukan berarti—nggak inget.“

“Oh gitu.” Rifando menjadi tersenyum dengan bibirnya sedikit melengkung dan matanya berubah berbinar. “Ya udah, terima kasih atas doanya.”

“Hm? Iya udah, aku masuk.” Aku segera kabur dengan masuk ke dalam kamar dan menutup pintu cepat-cepat padahal masih ada pria itu di depan pintu kamarku. Aku tak peduli.

Aku sudah gemetaran, dan mata berair gara-gara ucapannya tadi. Dia menangkap ucapan ambiguku tadi. Tidak aku sangka bahwa dia langsung berterima kasih, menebak dengan benar, dan memahami ucapan sinisku. Dia tahu bahwa aku mengucapkannya melalui perantara Tuhan. Aku memang mendoakannya. Sambil meletakkan piring darinya di meja ponselku bergetar panjang ada pesan beruntun yang masuk.

Rifando:
Terima kasih Andah
Masih ingat dengan tanggal ini
Doa darimu pasti yg baik-baik
Udah aku aminkan
Amin 😇

Tanganku mulai kabas menggenggam ponsel sambil membaca isi pesan dari cowok itu. Mataku tak bisa menahan sudah berkaca-kaca, air mata mengumpul di pelupuk mata.

💖💖💖

Ini sudah malam hari sekitar pukul 11 lewat. Aku membuka pesan karena di notikasi banyak pesan yang masuk dari nama Rifando. Getar panjang notifikasinya menganggu sekali. Aku yang penasaran campur bingung membuka isi pesannya.

Rifando:
Andah,
Will you go out with me?
Dinner?

Andara:
Gila
Nggak mau

Rifando:
Kenapa?
Takut?
Ya jangan sampe ketahuan

Andara:
Kamu makin gila aja tau gak sih!
Kalo nggak mau ketauan, ya jangan berulah
Kalo gak mau basah, jangan main air

Rifando:
Kalo pake jas ujan enggak akan basah 😏

Andara:
Enggak lucu

Rifando:
Kalo mau terima ajakanku, aku masih di bawah

Andara:
Pulang aja
Kamu mau diputusin lagi gara-gara bertingkah?

Rifando:
Dia nggak bakal mutusin aku
Bukannya kamu yang bakal seneng kalo aku ribut sama dia?
Kamu seneng kan, kalo kita jadi putus. Kayak aku sama mantanku yang dulu

Andara:
Fando,
Jahat banget kalo kamu mikir kayak gitu

Rifando:
Kamu yang jahat
Nyiksa aku begini, bikin aku kayak orang paling bersalah
Apa aku emang layak dapetin ini semua hanya karena aku nggak bisa mencintai kamu balik, Andah?

Andara:
Kamu ngomong apa sih?
Aku nggak ngerti kenapa kamu ngirim pesan aneh
Eh!!
Kamu mabuk ya?
Gila kacau banget, kamu lagi mabuk nih?

Rifando:
Haha

Aku terperanjat saat membaca pesan terakhir hanya dibalas singkat dan aneh. Pintu kamarku diketuk membuatku segera menoleh panik. Jangan bilang itu cowok masih di rumahku sudah malam begini? Suara Kelvin memanggilku menyentak lamunanku.

Begitu aku buka pintu ada Kelvin sedang menatapku heran. “Eh, beneran belum tidur. Eh, Sabtu mau pergi kagak? Kita ke villa keluarganya Nat.”

“Hah?” Aku mengerjapkan mata. “Bang, Doyi mana?”

“Lah, ngigo kamu ya malam-malam begini nanyain Fando? Kamu pasti abis tidur jadi ngaco, kebiasaan dari kecil. Udah tidur lagi aja deh, aku kira masih melek begadang, taunya lagi setengah sadar alias ngigo!”

Aku menahan Kelvin. “Tunggu dulu! Doyi mana? Dia pulang dari sini kapan, jam berapa?”

“Tadi jam setengah tujuh pulang, ada janji jalan sama Nilla jam 7. Tadi aku liat foto mereka lagi candle light dinner. Acara surprise dari Nilla kali.”

Hah?

“Terus ke sekarang dia ada di mana?” tanyaku sudah bingung berat. Apa maksud pesan-pesan tadi, jangan bilang cowok itu lagi mabuk tidak tahu entah di mana.

“Mana aku tau! Kenapa sih kok kamu jadi pucet gitu?”

"Duh!!" Kepalaku menggeleng kuat menutupi rasa gugup.

Aku pamitan pada Kelvin masuk kamar menutup pintu lagi. Sejujurnya aku bingung mengapa Rifando sangat aneh. Sejak aku membaca pesan ajakan makan malamnya juga sudah merasa aneh. Mana pernah dia ngajak aku keluar dari rumah lewat dari pukul 10 malam, kecuali kami memang sudah di luar sejak dari beberapa jam sebelumnya.

Aku memencet tombol untuk menghubunginya. Terlalu lama nada sambung tidak diangkat juga. Kuulangi panggilan nomornya pokoknya harus diangkat olehnya. Dia tak menjawab panggilan saja membuatku langsung diserang makin panik.

“Halo Andah, kenapa?”

Aku mengernyit ada suara Jonny yang muncul. “Kok kamu yang ngangkat Bang Jon? Fando mana?"

"Lah, Andah ngapain malem-malem nelepon marah-marah?" tanya Jonny.

Aku menajamkan telinga mendengar suara di seberang lumayan berisik dengan alunan nada lagu slow dan suara orang berbincang-bincang, dan ada juga yang tertawa. "Fando mana? Dia ngirim pesan aneh, makanya aku telepon.”

“Oh, pantesan dia nggak jelas tadi. Gini ya Andah, jangan bilang Kelvin ya. Fando mabok nih teler udah merem aja, dia lagi keluar sama gue!”

“Hah? Kalian di mana?”

“Di Bar langganan gue. Tenang aja, dia udah teler tuh, gue jadi nggak bisa minum banyak deh. Gue kira tadi dia main hape sambil ketawa-ketawa ngapain. Taunya ngechat elo. Tenang aja, gue nggak bakal baca pesan chat kalian yang tadi. Tidur aja ya udah malem, biar Fando gue yang ngurus."

“Bang, titip ya. Nanti dia pulangnya ke mana? Jangan dibawa pulang ke rumahnya dalam keadaan teler.”

“Nggak bakalan. Ini tadi kita lagi bawa mobilnya dia, gue yang bawa nanti. Bang Jay bilang bawa ke kafe aja, kita bakal tidur di sana. Nggak usah khawatir lagi.”

“Hm, jangan ikutan drunk juga Bang, kamu yang nyetir bawa mobilnya jadi hati-hati. Jangan bahayain orang dong!”

Jonny terkekeh usil. “Iya-iya nggak usah cemasin gue elah. Eh, salah deng, Andah lagi cemas banget sama Fando. Unchh, gemes deh! Hihihi. Oh, my God!!!”

“Hih, ngeselin. Emang ngomong sama kamu tuh nggak bakal serius. Aku tutup deh, jangan ngomong apa-apa ke Fando,” ancamku panik dan malu.

“Mana mungkin aku diam aja ada gosip panas begini, Andah ketahuan khawatir banget sama Fando.” Jonny memang selalu ada saja bahan untuk menggoda orang lain.

Aku menjadi kesal dan malu. “Sumpah, aku nggak bakal mau ke Tiramissyou apalagi berhubungan sama Bang Jonny! Aku bakal cuekin semua pesan Bang Jonny terus—“

“Jangan eh bocah cilik, astaga! Kalo Bang Jay sampe tau, aku yang bakal dibantai karena kehilangan satu pelanggan istimewanya. Jangan ngambek ya, Andah-ku. Iya Andah, udah tutup teleponnya aja cepetan. Gue mau nikmatin pemandangan dulu sebentar di sini baru balik. Hahaha.”

“Emang kalian di mana si, Bang?”

“Jangan tau,” jawab Jonny cepat. “Tapi di sini indah pemandangannya loh karena lokasi bar-nya di lantai atas hotel berbintang.” Hhhhh, ini abang-abang resek masih sempetnya aja bercanda saat aku lagi panik.

“Bang, serius kalian lagi di mana? Apa kalian cuma ngerjain aku aja?” tanyaku.

“Mana mungkin, nanti aku kirimin foto Fando teler kalo nggak percaya. Mau nggak?”

“Ya udah mana sini aku mau liat, jangan-jangan kalian bohong drama banget!” seruku sebal.

“Cieeee, kangen ya sama Fando sampe mau liat fotonya? Iya tunggu gue foto pake hape gue. Fotonya mau buat apaan si Ndah, biar tidur mimpi nyenyak ya?” tanya Jonny masih resek.

“Ihhhhhh! Aku tutup, males banget diledekin gini. Jangan lupa, jangan ke mana-mana langsung pulang ke kafe terus tidur!”

“Kayak pacar galak ngomelin cowoknya, sayang banget lo salah orang. Tenang aja cowokmu aman sama aku,” ucap Jonny tanpa beban ingin aku jahit mulut usilnya.

“JANGAN NGADI-NGADI!” seruku sudah berang dan melotot. Padahal lawan bicara entah berada di mana.

“Gue tau lo cemasin Fando banget makanya telepon, jadi gue hibur deh biar lo lebih tenang. It’s okay Andah, Fando nggak apa-apa kok.”

Mendengar nada suara Jonny sudah lebih tenang, serius, dan memberikan pengertian aku langsung melunak kalem lagi. “Hm, okelah thankyou, Bang.” Lega mendapati lelaki satu itu sedang baik-baik saja ditemani seseorang.

Tidak bisa bohong kalau aku masih mempedulikannya, karena aku masih amat mencintainya. Status hubungannya dengan wanita lain-lah yang membatasiku, bahwa aku harus menahan perasaan ini. Melupakan menjadi sangat sulit. Mencintainya selama 10 tahun, mana mungkin bisa melupakannya dalam hitungan bulan apalagi hari. Aku tahu kenangan kebersamaan di antara kami yang memberatkan.

Seperti yang Rifando pernah bilang, sebagai manusia harusnya kita hidup bersama orangnya, bukan dengan kenangannya. Jika orang itu sudah pergi, kenangan tidak seharusnya diingat atau dibayangi kembali. Seperlunya saja diingat agar tidak membuat sesak. Nyatanya, tidak mudah melupakan orang yang sudah bagai menjadi bagian dalam kehidupan yang semestinya. Aku mulai memahami mengapa Rifando selalu mengejar untuk berbaikan denganku. Aku bagian dari rutinitas kehidupannya. Seharusnya ini romantis, mengapa menjadi tragis.

Haruskah aku meminta memohon padanya agar benar-benar tak lagi menggangguku? Karena aku tak bisa jika masih diganggu olehnya. Hadiah dariku akan menjadi hal yang menyesakkan untuk kami. Entah siapa nanti yang akan mengalah dari perasaan egois itu. Aku yang mengalah berbaikan dengannya lalu berteman lagi seperti sedia kala? Atau dia yang pada akhirnya memahami masalah perasaanku dan tak akan menggangguku lagi?

💖💖💖

Ini 400 views 90 voters nggak ada yg ship Fando-Andah walau bittersweet banget? 🤭



9 MARET 2021

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top