dua

Pasangan yang sedang menikmati percintaan diatas peraduan langsung kaget, menoleh dan memisahkan diri seakan masing-masing dari mereka adalah hewan berbisa yang jika saling menyentuh akan mati.

Shual terdiam memperhatikan Galya yang menutup mulutnya, menekan kuat dengan jemarinya yang memutih hingga ke kuku lalu pada Sweta yang langsung membungkus tubuhnya dengan selimut dan balas menatap takut-takut pada Shual.

"Galya.. ?!" bisik Shual hampa dan bingung.

Raco maju, sepertinya mau menghajar Shual.
Galya langsung menahan dengan memeluk lengannya.
"Dia tidak layak Raco! " tekannya.

Galya menegapkan bahu, berpaling pada Shual memperhatikannya dari ujung kaki hingga ujung rambut. Matanya yang biasanya lembut dan berbinar kini dingin dan tak bersinar lagi.
"Setidaknya tutupi dulu penismu yang kotor itu. Perempuan bodoh sepertiku belum pernah melihatnya secara langsung.
Kau bisa ku tuntut atas pelecahan atau perbuatan tidak. Menyenangkan"
Katanya datar.

"Galya?" bisik Shual masih terlihat kebingungan dan sempoyongan saat memakai kembali celana panjangnya tanpa terlebih dulu memakai pakaian dalamnya yang berserakan di lantai tidak jauh dari kaki mereka.
Galya menebak pria ini minum-minum sampai mabuk dan lupa segalanya.
Bisa saja Dia melemparkan kesalahan pada Alkohol tapi bagi Galya pengkhianat tetap sebuah pengkhianatan.
Dia rela mati dan melakukan apapun demi Shual.
Dia rela memberikan segalanya pada Shual, jiwa dan raga.
Tapi pria itu menolak dan memilih hal ini.

Galya sekarang bersyukur dia ditolak dan tidak mati demi pria menjijikkan ini.
Sepertinya wanita baik-baik dan lemah lembut seprtinya tidak menarik bagi Shual yang suka gadis bertato kecil dan liar.

"Apa kau pikir setelah menikah bisa melakukan hal ini terus di belakangku?" katanya dingin pada Shual yang mulai mengerti situasinya.

Wajah Shual merah padam, lebih merah dibanding saat dia menyodok penisnya yang kotor pada vagina pelacur yang terus membisu diatas kasur.
"Aku tahu aku sudah berbuat kesalahan. Aku mohon dengarkan aku dulu" pintanya mencoba mendekat.

Galya mundur, Raco maju menghalangi Shual dengan wajahnya yang menyeramkan.
Shual menatap Raco.
"Jangan ikut campur. Ini urusanku dan Galya" geramnya.

Raco mendengus.
"Sepertinya bukan itu yang Galya anggap"

Shual berpaling pada Galya, memutuskan untuk tidak membuang waktu dengan Raco.
"Galya tolong dengarkan aku.
Ini semua.. Aku.. Aku terlalu mabuk. Aku tidak sadar dengan apa yang aku lakukan, aku pikir aku sedang melakukannya denganmu"

"Denganku?" ejek Galya menatap hina pada Sweta.
"Aku bukan pelacur!"

"Aku tahu. Aku tahu. Tolong dengarkan aku! " bentak Shual panik.

Mata Galya menajam.
"Jadi setelah berselingkuh apa kau juga berniat membentakku sesuka hati setelah kita menikah?"

Shual tergugu.
"Maaf. Aku tidak mungkin melakukan itu" katanya mulai sadar seburuk apa situasinya di mata Galya.

"Bagus!" potong Galya.
"Karena aku tidak akan membiarkannya, tidak akan memberimu kesempatan untuk melakukannya"

"Galya, aku mohon dengarkan aku. Ayo kita bicara berdua saja, dari hati ke hati.
Berberapa jam lagi kita akan menikah. Jangan memperburuk keadaan" pinta Shual.

Galya tersenyum sinis.
"Jadi ini salahku.?"
Apa kau sedang mencoba membuatku menjadi orang yang salah disini.?
Apa kau sedang memainkan trik psikologis?"

Shual memggeleng kuat, sampai Galya yakin leher pria tersebut akan patah jika terus melakukannya.
"Tidak! Tentu saja tidak. Aku tidak akan melakukannya"

"Jelas tidak" potong Galya yang benaknya terus memutar adegan yang dilihatnya tadi dan itu membuat kepalanya seperti mau meledak.
"Aku mungkin memperlakukanmu sebagai raja selama ini, Sabar dan selalu menurutimu.
Aku begitu mencintaimu dan tergila-gila padamu!
Tapi aku tidak bodoh.!"

"Aku juga! " potong Shual.
"Aku juga mencintaimu. Lebih dari apapun. Lebih dari yang kau tahu. Aku tergila-gila padamu. Aku akan mati jika tidak memilikimu"

"Kalau begitu matilah! " desis Galya diiringi oleh keheningan yang mencekam.

Shual menelan ludah, menatap mata Galya yang kering dan dingin.
"Apa yang kau bicarakan?" bisiknya lirih.

Galya tersenyum, mengangkat sebelah bahunya.
"Kau belum tuli bukan. Kau dengar yang aku katakan.
Matilah. Matilah kau Shual! " ulangnya datar tanpa perasaan.

Mata Shual membesar.
"Galya. Apa hanya dengan yang kau lihat barusan kau jadi lupa dengan semuanya, bagaiamana dalamnya perasaan kita satu sama lain?
Kita begitu saling mencintai!"

Galya tertawa, lengkingannya terdengar memilukan.
"Cinta?" ulangnya.
"Apa itu Cinta?
Ah yang katanya "deritanya tiada akhir" yang itu?"

Shual maju mencoba menyentuh Galya, Raco langsung mendorong keras hingga Shual yang masih dikuasi Alkohol terbanting ke kasur, diatas kaki Sweta yang beegegas beringsut menjauh, makin dalam bersembunyi dalam selimut.

Galya kembali maju.
"Aku ingin kau membayangkan, menemukanku dengan Raco atau pria manapun, sedang melakukan apa yang kau lakukan dengan pelacur ini." pinta Galya pada Shual yang perlahan kembali berdiri.
"Bagaimana perasaanmu, apa yang akan lakukan?"

Shual mengusap rambutnya.
"Aku akan kecewa, marah dan sedih. Tapi aku akan memaafkanmu karena aku mencintaimu" katanya selancar jalan tol bebas hambatan.
Dan setahu Galya kalau mau masuk tol harus bayar, mereka butuh uang untuk itu.

Galya tertawa makin terdengar memilukan.
"Yang kau cintai bukan aku. Yang kau cintai adalah impianmu untuk jadi orang hebat, mengantikan posisi papa dan untuk itu kau butuh aku.
Posisi yang hebat dan istri yang bodoh akan kau dapatkan. Hidupkan akan sempurna"

"Tidak! " bentak Shual.
"Aku tidak butuh yang lain. Yang aku inginkan hanya kau. Aku tidak peduli semua itu" marahnya.

Galya menatap Shual tajam.
"Aku juga tidak peduli dengan yang kau katakan.!" ketusnya.
"Karena apapun yang kau katakan kau tidak akan bisa memiliki keduanya.
Baik aku ataupun bisnis papa.
Kau tidak layak mendapatkan kami berdua.
Aku bersyukur tuhan membukakan semuanya sebelum kita terikat dalam pernikahan."
Saat melihat Shual bergerak maju dan akan bicara, Galya mengulurkan tangan menahannya.
"Karena menurutku lebih mudah membatalkan pernikahan dibanding harus bolak balik ke pengadilan untuk mengurus surat cerai! "

Setelah bicara seperti itu Galya berbalik, meninggalkan ruangan tersebut.
Dia mendengar teriakan Shual memanggil tapi Galya tidak peduli karena tahu ada Raco yang menahan Shual yang terus berteriak seperti kesetanan.

Saat di lorong dengan santai Galya mengambil dua tas besar, dan satu tas sandang kecil berisi semua dokumen dan tiket, selanjutnya dia menyeret satu Koper super besar yang berisi semua keperluannya selama bulan madu nya yang kini jelas batal.

Sampai di lobby, para pekerja yang mengenalinya langsung bergegas mendekat membantu Galya menbawa barang-barang ya ke mobil.
Mereka tidak bertanya apa yang terjadi.
Tapi Galya tahu kalau skandalnya akan tersebar besok pagi dan jadi berita besar begitu orang tahu pernikahannya di batalkan.
Orang-orang yang membantunya ini diam-diam akan diwawancarai, mereka akan bercerita dan mengatakan betapa hancur dan betapa banyak airmata yang Galya keluarkan meski kenyataannya sampai saat ini dia tidak mengeluarkan satu tetespun airmata.

Galya sampai ke rumah dan tentu tahu kalau papa baru akan bangun beberapa jam lagi.
Dia mematikan sambungan telpon di rumah dan juga ponselnya.
Dalam diam dan gelap Galya duduk menunggu hingga papa bangun.
Shual tidk akan bisa menganggunya meskipun bisa menerobos Raco tapi Galya sudah berpesan pada penjaga didepan tidak mengizinkan siapapun masuk ke rumah sampai dia keluar dan memberi instruksi baru pada mereka!

Beberapa jam kemudian papa keluar dari kamar, sudah mandi dan rapi tinggal memakai jas yang dipesan khusus untuk pernikahan putri tunggalnya.
Bahkan saat itu para ART belum pada bangun, sanking semangatnya papa.
Pria setengah baya tersebut Nyaris melompat kaget saat melihat Putrinya duduk sendirian, diam dan pucat pasi seperti mayat hidup.

Sebagai orang tua, papa langsung tahu ada hal buruk yang sudah terjadi.
Papa duduk, tanpa bicara memeluk Galya yang langsung melepaskan tangisannya di dada papa yang hangat.
Galya merauang, menjerit, dan berteriak dalam pelukan hangat yang ditunggu nya.
Beberapa jam kemudian saat putrinya mulai lelah dan tak sanggup lagi menangis, barulah pria tersebut bersuara.
"Shual?!" tebaknya.

Galya mengangguk, dengan suara lirih dia menceritakan semuanya pada satu-satunya pria yang tidak akan mengkhianatinya tersebut.
Menegaskan apa yang sudah dia putuskan dan rencana yang diperkirkannya saat duduk berjam-jam tadi.

"Pergilah kalau itu bisa membuatmu menemukan kebahagiaan mu kembali.
Pulanglah saat kau yakin dan bisa melupakan semuanya"

Galya nemeluk pinggan lebar papa semakin erat dan kembali menangis.
"Terimakasih karena sudah mengerti. Terimakasih karena tidak menasehatiku dan mencari celah untuk tidak membatalkan pernikahan ini padahal aku tahu papa akan kerepotan dan malu karena hal ini"

Papa mendengus.
"Aku mungkin akan sedikit repot tapi malu.. Buat apa aku malu?
Aku justru merasa bangga karena putriku begitu kuat, tegas dan tidak bisa dipermainkan.
Aku tahu kau pintar dan cerdas, tahu yang terbaik buat dirimu sendiri.
Lakukan saja apa yang kau mau dan kau sukai, urusanku dan tentangku tidak perlu kau pikirkan.. Tapi tentu saja kau harus sabar karena aku akan meneleponmu terus setiap harinya berkali-kali supaya aku tahu kau baik-baik saja meski aku tidak ada di sisimu untuk menjaga dan melindungimu"

Galya tertawa dan menciumi wajah papa yang segar.
"Kau papa terhebat di dunia yang aku miliki"

Papa memeluk Galya yang tahu kalau pria itu sedang menahan tangis.
Mereka menghabiskan waktu pagi itu dengan bercerita berbagai hal lucu yang mereka alami, setelahnya sarapan.

Papa membantu Galya bersiap-siap dan setelah makan siang, dia mengantar Galya ke bandara.
Galya menukarkan kedua tiket bulan madunya dengan tiket yang akan mengantarnya ke tempat lain.
Dia memilih dan akhirnya memutuskan untuk berkunjung atau mungkin menetap di satu negara yang takkan terpikirkan oleh Shual akan dikunjunginya.

Papa Menunggu sampai Galya berangkat meninggalkannya.
Meski tak tahu kapan putrinya akan kembali tapi dia tetap dilepas dengan senyum dan lambaian sayang meski pipinya basah oleh airmata yang tak mau berhenti mengalir, sama persis dengan ekspresi sang putri tercinta!

******************************
(05112020) PYK.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top