Kolong 8: Kekecewaan Azayn

Dedicated to my friend who always teach me to be a masochist: gaachan. Dia mama maso, saya anak maso. Dia suhu kayang, saya anak kayang, huahahaha... semuanya dibuat hepi, yak, Chan.

Kami nulis ini seneng banget, lho. Kayak upil ketemu ama ingus, yang lengket gitu aja gimana. Pokoknya ini duet ter-ter-ter ama gaachan. Oh lala

Masih nggak percaya ini dibuat via BBM? Ini saya kasih SS-nya

.

.

.

.

Tunas cinta yang mulai hadir.

Azayn sudah nggak sanggup berada di sekitar mas Tim lagi. Mas Tim hanya menyuguhkan kisah manis, tapi enggan mengajak Azayn turut serta bermain dalam peran itu. Azayn tahu diri, apalagi ketika dia memergoki mbak Dandel sering berkunjung ke rumah mas Tim. Artinya, intensitas kunjungan Azayn mulai berubah. Azayn nggak akan pernah mengganggu mas Tim lagi. Azayn punya mas lain sekarang, meski mas itu sama sekali nggak bisa dibandingkan dengan mas Tim.

"Tim, tuh ulet bulu nongol lagi tuh. Gedek emak ama tuh cewek. Gak punya harga diri apa? Tiap hari nguletin elu mulu elah. Lu beneran dah nolak dia kagak sih?" Omelan Mak membahana sore itu selepas Tim pulang sekolah, dan seperti yang sudah-sudah, bantu emak makanin ayam.

Tim menggerutu. Bete ama Dan. Padahal seminggu lalu Tim udah nolak Dan kalo dia udah jatuh ama Azayn, tapi tuh ulat bulu maiiiin namplok aja. "Bilang ke dia kalo Tim lagi tidur, Mak." Tukas Tim jengkel, mengaduk-aduk dedak ayam dengan jengkel.

"Lu nyuruh Mak boong? Dosa tauk! Udah temuin dia. Dan bilang ke dia, di sini kagak ada suguhan apa-apa selain dedak. Kalo dia mau makan dedak, suruh ke sini, Mak kurungin di kandang ayam. Masih gedek Mak ama dia. Gegara dia, calon mantu Mak gak mau main ke sini lagi." Omel Mak.

Tim hanya mengangguk pasrah. Apa yang diomongi Mak emang bener. Gegara seminggu ini Dan ngintilin dia di rumah, Azayn jadi jarang ke sini. Padahal Tim udah sepakat dengan kata hatinya kalau dia hanya mencintai Azayn. Tapi tuh anak tuyul makin menjauh darinya. Ah Tim kangen. Kangen ama jempol kucing ngondeknya.

Azayn sudah pakai baju bagus. Hari ini mas Rio janji mau mengajaknya ke kebun binatang. Azayn belum pernah lihat jerapah. Dia ingin lihat. Dulu Azayn nggak sempat main ke kandang jerapah karena mas Tim menyeretnya pergi. Azayn keluar dari rumahnya, lalu nggak lama setelah itu mas Rio datang. Mas Tim juga sedang bicara dengan mbak Dandel di luar rumahnya. Awkward momment! Perseteruan rumah tangga terjadi!

"Kok bengong, dek?" Mas Rio membuyarkan lamunannya.

Azayn tersentak, lalu menoleh ke arah mas Rio. Dia mengabaikan pelototan mas Tim. Tangan mungilnya memeluk pinggang mas Rio, duduk manis di boncengan motor gede itu. Azayn nggak mau di sini lebih lama! Nggak tega. Baper.

'Marmut kecilkuuuh' Tim meradang. Itu marmutnya. Bongsai kesayangannya. Kerdil pujaan hatinya. Mau kemana dia? Pake sepeda motor gedhe pula. Ah Tim nggak suka. Tim langsung masuk ke dalam rumah. Mengabaikan Dan. Mengganti kaus dan celana jeans. Nyamperin sepeda gowesnya. Lalu masih tanpa Dan, Tim menggowes sepedanya mengejar Azayn.

Azayn tahu kalau mas Tim menyusulnya dengan sepeda. Azayn memeluk pinggang mas Rio makin erat. Dia nggak boleh noleh. Nggak boleh. Kamu nggak ingat ya Azayn apa yang sudah mas Tim lakukan ke kamu? Dia menolakmu. Jangan terpengaruh dengan kebaikan semu yang ditawarkan mas Tim! Jangan jatuh lagi, Azayn! Kalau memang mas Tim nggak ada apa-apa dengan mbak Dandel, kenapa mereka masih dekat begitu? Lalu sekarang... mas Tim mengejarmu. Mau apa? Nyogok cilok bakar? Maaf, ya mas Tim! Azayn suka mie ayam sekarang.

Itu-marmut-kesukaanku ngapain peluk-peluk tuh cowok? Ah siapa sih tuh cowok? Kampret memang. "AZAYYYYYYYYNNNNNNNNNNNNNNNNNNNN TUNGGGU AKAAAAAAAANNG!" Tim menjerit kesetanan.

"Mas Rio, Azayn dikutuk mas Tim!" Azayn menggeleng kencang. Lalu si mungil kembali bersuara dengan nada memaksa, "Mas Rio, ayo cepetan!" Azayn sudah benar-benar ingin meninggalkan mas Tim. Menghindar dari cowok itu. Mungkin untuk seterusnya. Azayn nggak mau diPHP. Hati Azayn bukan layang-layang.

Saat motor gedhe yang mengangkut tubuh Azayn berbelok di tikungan tajam, Tim ikut membelok. Namun karena kendali atas sepedanya kurang Tim kuasai, ban sepeda Tim terselip, lalu Tim terjatuh. Sepedanya terseret beberapa meter. Tubuh Tim terhempas di jalanan aspal. Muka dan sikunya berdarah. Tim sedih. Bukan karena penuh luka sekujur tubuhnya, tapi karena Azayn semakin jauh tak terjangkau. "Azayn..."

Azayn memeluk pinggang mas Rio erat-erat. Antara menahan tangis dan juga menahan perasaan yang menggebu. Azayn menggeleng kencang dan bicara pelan pada mas Rio, "Mas Rio, Azayn nggak nafsu maen ke kebun binatang. Kita main ke kolam renang aja yuk!" Sebenarnya Azayn hanya belum bisa move on.

Orang-orang berlarian membantu Tim bangun. Darah mengalir deras dari pelipis dan siku Tim. Sepeda Tim hancur. Aduh habis ini pasti Mak marah-marah ama Tim.

Mas Rio menuruti keinginan Azayn. Azayn nyengir begitu melihat kolam renang. Dia baper! Baper! Lalu dia menoleh dengan raut nggak enak ke arah mas Tim, "Mas... balik aja yuk! Kolamnya bikin Azayn mules." Mas Rio mendadak gemas setengah mati. Azayn nggak mau membaperi mas Tim yang tukang PHP itu! Nggak, nggak! Azayn sudah pernah merasa sakit hingga ingin mati. Kali ini, Azayn nggak akan melakukannya.

"Perlu dibawa ke UGD, Nak?"

"Nih, minum dulu, Nak."

"Kamu nggak apa-apa kan?"

"Otak kamu gegar nggak?"

"Kamu masih hidup, kan?"

Dan masih banyak pertanyaan yang berseliweran di telinga Tim. Tapi dia nggak menghiraukannya. Sepedanya yang rusak, dan punggung Azayn yang menjauh, mengusik perhatiannya. Dia tertatih-tatih bangun. Kemudian meludah darah. Terseok-seok Tim menghampiri sepedanya. Nggak memedulikan orang-orang itu, Tim menuntun sepedanya pulang sembari mendesahkan nama Azayn berkali-kali. "Azayn... Azayn..."

Azayn dan mas Rio kembali ke rumah. Mereka mengambil jalan berputar agar nggak ketemu mas Tim lagi. Azayn batal jalan-jalan. Cowok mungil itu jadi nggak tahu diri. Dia masuk setelah minta maaf dan juga menyatakan penyesalannya. Azayn balik ke kamarnya, lalu diam-diam nangis. Azayn lelah seperti ini.

Saat Tim sampai di depan rumah Azayn, ia melihat motor gedhe yang tadi bonceng Azayn terparkir di depan rumah Azayn. Tim murka, main mepetin sepedanya di motor gedhe tersebut. Lalu, Tim masuk ke rumah Azayn. Di sana, cowo-masih-kalah-ganteng-dari-Tim lagi ngobrol ama Bunda. 'Cih... Bunda aku.'

"Astaga, Tim ... kamu kenapa, Nak? Kok berdarah-darah gitu?" Bunda bangkit dari duduknya menghampiri Tim. Menekan luka Tim hingga dia merintih kesakitan.

Azayn dengar bunda sedang bicara dengan seseorang di luar. Dari suaranya saja Azayn tahu kalau itu suara mas Tim. "Azayn...! Ambilin kotak obat, dong sayang..." Bunda berteriak. Azayn bangkit dengan wajah malas. Dia menatap mas Rio yang masih stand by, namun setelah itu Azayn mengisyaratkannya untuk pergi. Rio berpamitan setelah itu. Azayn meletakkan kotak obat di meja, lalu kembali ke kamarnya. Azayn jadi cowok judes sekarang.

Tim merasa rasa sakit yang menyerang sekujur tubuhnya nggak sebanding dengan apa yang dilakukan Azayn. Cowo mini itu ... bersikap judes kepadanya. Hal yang nggak pernah terjadi selama sejarah persahabatan mereka terjalin. Dan itu entah kenapa sangat menohok perasaan Tim. Azaynnya, cinta rasa cilok bakarnya, cinta sempak aroma mimpi basah pertamanya... oh, nggak! Nggak boleh! Tim nggak boleh nyerah gitu aja. Tim harus memperjuangkan Azayn sampai cowo marmut itu kembali ke pelukannya.

"Aw...," Tim meringis ketika Bunda membersihkan luka di wajahnya. Tim merengut menatap Bunda. Dia nurut aja waktu Bunda menyuruhnya duduk.

"Marahan lagi ama Azayn?" Terka Bunda, menotol-notol kapas ke luka Tim.

Tim mengangguk. "Lebih dari itu, Bun." Rajuk cowo sangar itu. "Aduh, Bunda, pelan-pelan donk. Sakiiit...." mendengar rengekan Tim, Bunda semakin gemas mengusap-usap kapas itu di luka Tim hingga remaja tanggung itu mengaduh nyalang. "Kok malah dikasarin sih, Bun, kalo patah tulang gimana?"

Demi Tuhan, baru kali ini Tim melihat Bunda--wanita anggun berhijab yang santun dan bertolak belakang banget dengan kepribadian Mak--memutar matanya. Benar-benar me-rolls eyes.

"Baru Bunda teken dikit kamu udah kepayahan. Gimana kamu mau melindungi anak Bunda kalau kalian udah nikah nanti?"

Azayn bukan sepenuhnya nggak peduli. Dia peduli. Sangat. Hubungannya dengan mas Tim nggak semudah itu dia hapus karena pihak ketiga. Buktinya, sekarang dia nguping. Azayn nguping apapun yang mas Tim dan bunda perbincangkan. Bunda bahas soal nikah gitu. Diam-diam Azayn mengingat apa yang sudah Mak katakan kemarin-kemarin. "Sayang mak yang cimit-cimit, nanti kalau udah nikah sama anak emak yang sarap itu yang tahan ya! Dia tuh sayang banget sama lu, beb. Jagain dia ya..." Azayn nyengir saja waktu itu. Azayn nggak paham kenapa dia harus senang dengan pernyataan mak mas Tim. Tapi Azayn tahu, dia sudah direstui.

Mendengar kalimat Bunda, satu beban di pundak Tim terasa dilayangkan seperti kapas. Perasaannya lebih enakan. Tak sesesak tadi. Tim mengingsutkan pantat mendekati Bunda yang kini menuangkan betadine ke kapas.

"Er... Bunda," Tim memanggil, membuat Bunda yang ayu menoleh ke arahnya. "Emang betul gitu kalau Tim beneran dijodohkan dengan Azayn?" Tanyanya malu-malu sembari menggaruk-garuk tengkuk.

Bunda tersenyum, kapas yang udah tertuang betadine beliau peperkan ke luka-luka di wajah Tim yang sebelumnya udah Beliau bersihkan. "Iya, Sayang. Kenapa? Kamu nggak suka?"

Tim gelagapan mendapat serangan itu. Dia menggeleng berkali-kali. "Suka kok, Bun. Suka banget malah." Tim senyum. Biasanya terlihat ganteng. Namun karena kali ini wajahnya lebam-lebam, jatuhnya terlihat aneh.

"Azayn tuh sayang banget ama Mas Tim nya. Dari kecil dari kamu masih cuek sama Azayn, anak Bunda itu selalu menyayangimu. Selalu ngigo namamu ketika mimpi. Kalau salat pun, nama kamu yang disebut setelah nama Ayah ama Bunda. Makanya, karena Ayah ama Bunda sayang banget ama Azayn, kami bersepakat menjodohkan kalian, Sayang."

Azayn melongo. Nikah sama mas Tim? Azayn kan bukan Siti Nurbaya, tapi kok dijodohin segala? Azayn nggak nolak, sih... tapi Azayn nggak mau langsung menerima juga. Apalagi tadi dia dengar mas Tim bilang suka. Azayn nggak tahu harus bagaimana. Senang salah, sedih juga salah. Dia membuka pintu kamarnya perlahan, lalu melangkah ke arah mas Tim. Dia berbisik pelan dan bicara, "Mas Tim... kita harus bicara! Berdua."

***

ya ampun kok udahan sih. 

Muahahaha...

Selamat hari Sabtu.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top