3. Liburan yang Tertunda 🍄
“Sayang, Papa minta maaf, ya?” Papa Bagus berlutut di hadapan Aliya yang duduk di sofa. Di samping kanan, Mama Ayu duduk sambil merengkuh bahu gadis bermata bulat itu.
“Rencana liburan kali ini terpaksa kita tunda dulu. Aliya bisa mengerti, kan?” sambung Papa Bagus.
Seketika mata Aliya terasa panas. Dia menahan diri agar tidak terisak. Gadis itu kecewa, rencana liburannya gagal lagi. Tapi dia juga sedih mengingat keadaan Om Putra.
“Sayang ….” Suara Mama Ayu bergetar saat memanggil putri kesayangannya.
“Mama janji, insyaallah kalau keadaan sudah membaik, kita akan merencanakan liburan lagi, Oke?” ucap Mama Ayu sambil mengelus pundak Aliya.
Gadis itu pun mengangguk dengan perasaan sedih. Dia terus berusaha untuk menahan air matanya. Meski kecewa, Aliya tak ingin menunjukkan di hadapan orang tuanya.
“Karena Tante Dewi sedang sangat memerlukan bantuan kita, Aliya tinggal di rumah sama Mbak Siti, ya?” tanya Papa Bagus sambil memegang kedua tangan Aliya.
“Kemungkinan papa dan mama akan turut mengurus Om Putra di rumah sakit, sedangkan anak dibawah 12 tahun kan nggak boleh mengunjungi rumah sakit jika tidak sakit. Aliya paham, kan, maksud papa?” Kalimat panjang Papa Bagus dijawab anggukan oleh Aliya.
“Oke … kalau begitu Aliya nggak keberatan, kan, kalau papa dan mama berangkat ke kota Tante Dewi sekarang?” Giliran Mama Ayu yang bertanya.
Lagi- lagi Aliya menjawab dengan anggukan kepala. Bahkan dia hanya menunduk diam saat Papa Bagus dan Mama Ayu bergantian memeluknya setelah berpamitan.
***
Akhirnya tangis Aliya tumpah usai mobil papanya berlalu. Dia menangis dalam pelukan Mbak Siti di teras rumah. Mereka baru saja mengantarkan keberangkatan Papa Bagus dan Mama Aliya.
“Sudah, yuk. Nanti tenggorokan Dek Liya sakit kalau nangisnya keras begini,” rayu Mbak Siti sambil mengusap punggung Aliya.
“A-aliya ng-nggak jadi li-liburan Mbak,” adu gadis itu sambil terisak.
“Tapi, kan, tadi mamanya Dek Liya sudah janji akan diganti. Makanya, jangan lupa doakan Om Putra, semoga lekas pulih dan bisa liburan bersama.” Dengan sabar Mbak Siti menasehati gadis yang masih terisak dalam pelukannya.
“Ta-pi Mama dan Pa-pa enggak a-kan bohong lagi, k-kan, Mbak?” tanya Aliya ragu-ragu.
“Insyaallah enggak. Kan, batalnya juga karena nggak disengaja. Lagian memang pernah Mama dan Papa bohong dengan Dek Liya?”
Aliya terdiam sebelum menjawab pertanyaan Mbak Siti. Papa Bagus dan Mama Ayu memang tak pernah berbohong. Rencana liburan sekolah yang batal sebelumnya juga karena mobil Papa Bagus yang dipinjam oleh Pakde Kirno. Saat itu beliau butuh kendaraan untuk mengantarkan putrinya berobat ke rumah sakit pusat. Akhirnya, gadis itu pun menggeleng dalam pelukan Mbak Siti.
“Nah, apalagi sekarang yang sedang memerlukan bantuan adalah keluarga kita. Jadi, sudah sepatutnya kita membantu meringankan beban saudara kita. Dek Liya paham?”
Akhirnya Aliya mengangguk. Mbak Siti benar, sebagai muslim kita harus saling membantu jika ada saudara yang memerlukan bantuan. Apalagi saat ini yang tengah mendapatkan cobaan adalah Om dan Tante kesayangannya. Jadi dia harus ikhlas jika liburannya lagi-lagi harus tertunda.
“Nah, karena sudah menjadi anak hebat hari ini, bagaimana jika kita memasak sayur bening dan dadar jagung sebagai hadiah?” usul Mbak Siti sambil mengurai pelukan mereka. Sayur bening dan dadar jagung adalah makanan kesukaan Aliya.
“Memang ada bahannya, Mbak?” tanya Aliya sambil mengusap air mata di pipinya.
“Ada, dong. Kan, tadi pas dengar kita nggak jadi liburan, Mbak Siti langsung belanja di warung depan dekat pos satpam.”
“Ah, Mbak Siti memang yang terbaik. Terima kasih, Aliya sayang Mbak Siti!” seru Aliya sambil memeluk Mbak Siti kembali. Dia sangat bersyukur, mendapatkan asisten rumah tangga yang terasa seperti saudara.
***
Bersambung 💙
#repost
~ndaa
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top