Bonus Part
Merica bubuk masih disegel
Baca aja duluk, sambil siap-siap kesel.
***
Liburan usai sudah, semester lima terhampar di depan mata. Tugas-tugas yang makin tinggi levelnya menanti pula.
Andro melangkahkan kaki menuju kelas. Hari pertama setelah libur semester genap yang ia habiskan full di Surabaya. Rambutnya yang sejak liburan tak tersentuh gunting, ia ikat dengan rapi. Pun cambangnya, ia sisakan tipis-tipis hingga wajahnya terlihat lebih dewasa.
"Kak Andro, ganteng banget sih."
Arimbi. Mahasiswi pintar semester tiga yang agresif itu melancarkan pujian saat mereka berpapasan di koridor. Penampilan Andro yang berbeda dari biasanya mengalihkan Arimbi dari Iqbal Sya'bani yang sudah tak mungkin dimiliki.
"Dari dulu ganteng kali, Ar," sahut Andro disusul tawa lepas yang membuat jantung Arimbi berdenyut keras.
"Single available kan yak?" balas Arimbi lagi.
"Rahasia!"
"Bilang iya aja sih, Kak."
Andro cuma tertawa, lalu berpamitan. "Yuk, Ar. Duluan ya."
"Ndro, tunggu."
Satu teriakan membuatnya menghentikan langkah. Ia menelan ludah. Suara yang dihafalnya sejak berstatus mahasiswa baru itu ternyata masih sanggup membuatnya gundah.
"Astagfirullah," gumamnya lirih.
Dihelanya napas dalam, sebelum menoleh dengan bibir tertarik lebar ke kiri dan kanan.
"Gimana, Zul? Baru hari pertama lho, belum ada tugas dong ya."
Andro mencoba bersikap biasa. Tampaknya berhasil, karena Nara yang datang bersama Luli tak menunjukkan perubahan air muka. Aman.
"Ganteng bener, Ndro. Penampilan baru nih," puji Nara tulus.
"Wah, ntar dilaporin Zulfa ke kakaknya lho, Sya. Mampus aku."
"Haha, nggak lah, Ndro. Ibu hamil gini mah bebas. Lagian, muji sahabat sendiri juga. Aku objektif aja sih. Kamu beneran kelihatan mas-mas banget, Ndro. Lebih dewasa, gitu."
"Kemarin kelihatan adek-adek ya, Sya?"
Andro tertawa renyah, Nara juga. Sedangkan Luli masih tak berkedip menatap seseorang yang pernah begitu berjasa dalam kehidupannya sebagai mahasiswa.
"Yuk lah, ke kelas bareng."
"Eh, Y-Yudi mana, Ndro?" Lah, kenapa juga pakai gugup. Dasar Luli.
"Nggak tahu, Zul. Mungkin udah di kelas. Atau malah belum berangkat."
"Nggak bareng kah? Biasanya kalian kayak dua sejoli." Andro ngakak mendengar ucapan Luli.
"Nggak gitu juga kali, Zul. Aku masih normal. Entah kalau saudara Wahyudi." Kali ini mereka bertiga kompak tertawa.
Di kelas, Wahyudi ternyata sudah tiba lebih dulu. Ia melambai pada teman-temannya untuk duduk berdekatan. Luli dan Nara mengiyakan, tapi tidak dengan Andro. Ia memilih duduk agak jauh dari ketiganya.
"Kenapa nggak di sini aja, Ndro?" bisik Luli sebelum Andro melanjutkan langkahnya.
"Nggak apa-apa, Zul. Nyari aman aja."
"Kan nggak ada kelasnya Pak Iqbal."
"Iya sih." Tapi hatiku yang harus diamankan. Lanjut Andro dalam hati.
Perkuliahan dimulai. Belum ada materi, baru kontrak perkuliahan bersama Pak Irfan, dosen Struktur Baja yang kakunya sebelas dua belas dengan Zulfikar Aditya, kerasnya sama persis dengan apa yang jadi bahan ajarnya.
Selama di kelas tak sedikitpun Andro memandang ke arah Luli. Sampai Pak Irfan mengakhiri kelas dan pergi, Andro masih tetap dengan kesibukannya sendiri.
"Ke kantin yuk, Ndro," ajak Wahyudi. Nara dan Luli telah pula menanti. Kelas mulai sepi karena setelahnya tak ada perkuliahan lagi.
"No, thanks. Aku mau langsung pulang aja."
Ingatan Andro melayang ke rumah. Andro sekarang tak sendirian, ada seseorang yang selalu menanti kepulangannya.
Luli menghampiri, "Kok gitu sih, Ndro?" ucapnya pelan.
"Kamu berubah, Ndro," ujar Luli lagi.
"Ya memang harus begitu kan, Zul? Semuanya udah berbeda. Jadi aku juga harus berbeda."
"Kamu udah nggak suka berteman sama kita ya?"
"Bukan nggak suka sih, Zul. Dan mungkin cuma sama kamu aja, Zul. Aku memang harus menjaga jarak, karena ada hal-hal yang harus dijaga. Lagipula...."
"Lagipula apa, Ndro?"
"Emm..., aku udah punya lapak sendiri, Zul. Jadi aku akan lebih banyak berada di sana."
"Kamu...."
"Iya, Zul. Aku udah dibikinin lapak sendiri. Tolong kamu bilang ke pembacamu ya, supaya mau baca lapakku juga biar seramai ceritamu sama Pak Iqbal."
"Baiklah. Kalau boleh tahu, judulnya apa?"
"Judulnya Move On." Andro menatap ke arah pintu kelas.
"Karena aku sadar, aku harus beralih dari kamu. Aku harus melupakan kamu."
"Oke. Cukup, Ndro."
"Thanks, Zul. Sampai ketemu di sana ya."
***
Udah bacanya?
Udah nangkap maksudnya?
Hahahaha....
Maafkan part singkat yang endingnya sungguh maksa.
Jadi....
Lapaknya Andro udah kubikin ya, teman-teman. Judulnya MOVE ON.
Singkat aja, ya soalnya aku bingung mau dijudulin apa. Wkwk...
Ini penampakan covernya.
Sengaja pakai visualnya fotoku sendiri, karena akhir-akhir ini lagi banyak yg dipermasalahkan dalam dunia menulis dan penerbitan. Visual cover, font, dsb. Walaupun ini nggak ada tujuan komersil, tapi aku cari amannya saja.
Gitu ya teman-teman.
Kuy lah, baca dan ramaikan juga lapaknya Andro. Belum ketinggalan kok, baru satu part. Sekalian masukkan ke library atau reading list-nya teman-teman semua yaaa.
*kedip-kedipin mata :D
Baiklah...
Sabut kelapa dibelah-belah
Sampai jumpa di lapak sebelah
Cari kayu di sungai Serayu
Thank you... Thank you... Thank you...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top