9. Cinta Datang Tak Terduga
Semua anak pasti tahu kalau mapel Penjaskes itu rawan kecelakaan.
Aku sendiri nggak begitu suka kelas Penjaskes. Meski tujuan pelajaran itu baik, yaitu supaya anak-anak berbadan sehat, tapi tetap saja kecelakaan-kecelakaan kecil paling sering terjadi di kelas ini. Pasti selalu ada yang kram, terkilir, keseleo, mimisan, kerasukan, terjebak hutang, batal nikah, keguguran, dan sejenisnya.
Nah, di mapel Penjaskes hari itu, Ciko jadi korban.
Entah apa yang merasuki Bu Olin sampai tiba-tiba dia punya tenaga sedahsyat itu saat melempar bola. Gigi menebak mungkin Bu Olin mencurahkan segala kegalauannya sebagai jomblo pada bola itu sampai tembakannya bisa begitu mematikan. Ciko dibawa ke UKS dan Pak Eka menemaninya, sementara Miss Rebecca terpaksa pergi karena ada kelas. Sisa pelajaran Penjaskes hari itu ditiadakan. Sebagian anak-anak kembali ke kelas, yang lain berkeliaran di lapangan karena Penjaskes adalah mapel terakhir hari itu.
Gigi memutuskan untuk menjenguk Ciko. Dia merasa bersalah, gara-gara idenyalah Ciko sampai terluka seperti itu. Ditemani Lulu yang kasat mata, Gigi mampir ke UKS di sebelah ruang guru.
"Kira-kira Ciko baik-baik aja, kan?" Gigi bertanya cemas pada Lulu.
"Tadi aku lihat kepalanya benjol, sih," jawab Lulu.
Sebuah ide menakutkan masuk di kepala Gigi. "Tapi nggak bakal sampai... umm, geger otak, kan?"
"Bisa jadi," jawab Lulu, jelas-jelas tidak memperhatikan kekhawatiran Gigi. "Karena Ciko sampai pingsan begitu."
Gigi jadi tambah khawatir. Begitu sampai di UKS, dia melihat pintu ruangan itu terbuka. Dari dalam, Gigi bisa mendengar suara Sus Nur, perawat UKS yang sedang mengobrol dengan Pak Eka. Suara Ciko tidak terdengar, mungkin dia masih pingsan.
Gigi mengintip dari jendela. Dilihatnya Ciko terbaring di tempat tidur.
"Selama lima belas tahun jadi perawat di sekolah ini," kata Sus Nur. "Baru sekarang saya melihat ada anak yang sampai pingsan gara-gara kejedot bola."
Pak Eka terkekeh gugup. "Iya nih, sus. Bu Olin ternyata kuat sekali."
"Yang melempar bola itu Bu Olin?" tanya Sus Nur heran.
Pak Eka bergumam membenarkan. "Saya juga kaget."
Lulu menarik-narik celana olahraga Gigi, seperti ingin memberitahunya sesuatu. Gigi menepisnya. Tiba-tiba terdengar isakan dari belakang Gigi. Dia berbalik.
"Bu Olin?"
Guru Bahasa Indonesia mereka itu sedang menangis. Matanya yang terlihat tiga kali lebih besar dari ukuran normal akibat lensa kacamata yang super tebal itu merah dan bengkak.
"Kenapa nangis, bu?"
Bu Olin melepas kacamatanya dan menyeka matanya. "S-saya nggak sengaja. S-saya nggak tahu. Mak-maksud saya..."
Gigi dan Lulu beradu pandang. "Maksud ibu?"
"Seharusnya saya mengurangi tenaga saya," kata Bu Olin tersendat-sendat. "Tapi karena kamu bilang saya harus melempar bola itu sekuat tenaga, makanya saya lempar kuat-kuat. Waktu itu mata saya kelilipan karena kemasukan pasir. Saya nggak bermaksud menyakiti Ciko."
Gigi jadi tambah merasa berdosa. "Ciko nggak apa-apa kok, bu."
Bu Olin membersit keras-keras di atas selembar tisu. "Saya lupa kalo itu adalah bola basket. Soalnya saya terbiasa melempar peluru."
Gigi kaget sekali. "Peluru?"
Bu Olin mengangguk dalam-dalam. "Sebelum jadi guru Bahasa Indonesia, saya atlet tolak peluru. Saya pernah dua kali ikut PON dan sekali dapat medali emas mewakili DKI Jakarta."
Gigi heboh sendiri. Lulu juga. Mereka berdua melotot, tak percaya pada apa yang baru saja mereka dengar. Jangankan mereka, aku juga kaget. Soalnya Bu Olin sama sekali nggak punya tampang kayak atlet profesional.
"Jadi..." Anggapan bahwa Bu Olin adalah gadis yang lemah langsung tergusur dari benak Gigi. "Jadi sebenarnya Bu Olin jago olahraga?"
Bu Olin tersenyum kecil. Dia kelihatan malu. "Kurang lebih. Sebelum menekuni tolak peluru, saya juga pernah menekuni angkat besi, gulat, panjat tebing sama sepak takraw. Waktu SMA saya pernah jadi tukang pikul beras."
APAAA?
Gigi ingin menjerit tapi menahan diri. Lulu menunjuk-nunjuk Pak Eka yang masih ada di dalam UKS. Gigi paham apa maksud asistennya itu. Bu Olin pasangan yang tepat buat Pak Eka! Dua-duanya suka olahraga! Andaikan tahu sejak awal, Gigi nggak akan susah-susah mengirim cokelat dan menulis puisi sialan itu. Kalau Bu Olin dan Pak Eka bertemu terus mengobrol soal olahraga, pasti mereka bakal langsung klop!
"Wah, kenapa nggak jadi guru olahraga aja?"
Bu Olin bergoyang-goyang seperti anak kecil. "Sewaktu melamar ke sekolah ini, posisi guru olahraga sudah diisi Pak Eka dan yang kosong adalah posisi guru Bahasa Indonesia. Selain olahraga, sebetulnya saya juga suka menulis puisi. Saya lumayan mahir di dua-duanya. Puisi cinta yang saya tulis pernah menang Lomba Puisi Bucin Nasional tahun lalu."
APAAAAA?
Gigi syok. Dia memang belum pernah mendengar tentang Lomba Puisi Bucin Nasional, tapi dari namanya sepertinya itu kompetisi yang bergengsi. Dan Bu Olin menang pula! Ternyata guru Bahasa Indonesianya ini betul-betul jago! Gigi merasa seperti orang bego karena menulis puisi itu, padahal sudah pasti Bu Olin lebih mahir mencipta sajak-sajak cinta.
Lulu mengedip pada Gigi dan berbisik. "Suruh dia masuk ke dalam UKS!"
Tanpa disuruh Lulupun, Gigi sudah memikirkan itu. Bu Olin hanya perlu mengobrol dengan Pak Eka supaya tahu bahwa mereka berdua punya kecintaan yang sama!
"Bu, apa ibu nggak mau menjenguk Ciko?"
Bu Olin mengangkat wajahnya. Hidungnya beler. "Menjenguk Ciko?"
"Iya. Saya tahu ibu cemas memikirkan Ciko."
"T-tapi..." Bu Olin mengintip ke dalam UKS. "A-ada Pak Eka."
Hmm. Gigi lupa bahwa Bu Olin memang sangat pemalu. Tapi aku nggak boleh menyerah! "Nggak apa-apa kok, bu. Minggu depan kita bakal belajar tentang tolak peluru di Penjaskes. Anak-anak pasti senang sekali kalau Bu Olin bisa gabung dengan kita minggu depan."
"T-tapi..."
Gigi menarik tangan Bu Olin. "Ayolah, bu."
"S-sebentar, Gigi. S-saya nggak bisa..."
"Nggak usah malu-malu gitu bu. Tolonglah, bu. Plisss..."
"A-aduh. J-jangan dorong-dorong saya, Gigi."
"BURUAN MASUK ONENG!"
Tanpa disadarinya, Gigi berteriak. Bu Olin bengong keheranan karena pasti dia baru pertama kali diteriaki murid seperti itu. Lulu menyambar kesempatan ini. Dia mendorong Bu Olin sampai guru Bahasa Indonesia itu terlontar ke dalam UKS.
"Maaf, bu!" Gigi buru-buru minta maaf. "Saya tadi teriak ke–"
Kata-kata Gigi terputus.
Si tampan Rene berdiri di depannya, masih mengenakan baju olahraga. Kaosnya yang basah karena keringat menempel di tubuhnya yang jangkuk, mempertegas lekuk-lekuk ototnya yang bikin cewek-cewek mimisan dan meriang.
"Ke..." Rene menunjuk dirinya. "Aku?"
Lulu mengatupkan kembali rahang Gigi yang sudah melorot jatuh.
"Hai, Rene!"
"Kamu tadi nyuruh aku ke dalam?"
Gigi jadi serba salah. Kalau dia bilang dia nggak meneriaki Rene, itu artinya dia berteriak pada Bu Olin dan pasti akan dihukum. Kalau dia mengaku meneriaki Rene, cowok itu pasti bakal tambah ilfeel dengannya.
"Err... itu tadi si Oneng mau masuk ke lab IPA." Oneng adalah nama kucing liar yang suka berkeliaran di sekitaran sekolah.
Alis kiri Rene terangkat. "Bukannya kamu usir malah kamu suruh masuk?"
Tolol telak! Otak Gigi memang tidak bisa berfungsi optimal kalau ada Rene. "Umm... maksud aku, jangan masuk."
Rene tertawa. Gigi-giginya yang cemerlang seperti mutiara itu sampai bikin Gigi silau. Gigi juga ikutan tertawa karena gugup.
"Kamu suka kucing ya, Gigi?"
Lulu menarik-narik rok Gigi lagi. "Kamu harus menembak panah asmara sekarang, Gigi! Bu Olin lagi mengobrol dengan Pak Eka!"
Gigi menarik roknya dari tangan Lulu. Mana mungkin dia membiarkan kesempatan langka mengobrol berdua saja dengan Rene?
"Aku suka kucing," kata Rene tanpa menunggu jawaban Gigi. "Aku punya tiga ekor kucing Persia di rumah. Tapi yang paling aku suka yang warna bulunya putih. Namanya Ponyo."
"GI-GI!" Lulu menginjak kaki Gigi. "Cepat! Nggak ada waktu lagi."
"Umm, iya Rene." Sakit! "Aku juga suka kencing. Eh, mak-maksudku kucing."
Rene menyisir poninya yang jatuh dengan tangan. Mendadak Gigi langsung mengap-mengap kehabisan napas.
"Kalo begitu kapan-kapan kamu main aja ke rumah aku, Gigi..."
Lulu melompat-lompat di atas kaki Gigi, tapi cewek itu sedang mati rasa. "Heloooo? GIGI! GI-GI! G-I-G-I! Masuk ke UKS dan tembak panahnya!"
"Atau kamu mau mampir siang ini?" tanya Rene ramah. "Aku dijemput. Kalo mau, kita bisa pulang bareng. Nanti kamu aku antar pulang."
PLAAAAK!
Lulu baru saja menampar Gigi. Cewek itu terbelalak dan langsung sadar. Bu Olin dan Pak Eka. Panah asmara. Mumpung mereka berdua lagi di dalam UKS!
"Uh, maaf Rene. Lain waktu aja aku main ke rumah kamu."
Gigi berlari dan bersembunyi di balik deretan pot bunga. Kemudian dia membisikkan kalimat mantra 'Aku ingin jadi kasat mata' di dalam hatinya dan bergegas masuk ke dalam UKS, meninggalkan Rene yang terdiam kebingungan.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top