7. Gara-gara Puisi Cinta


Gigi memutuskan untuk menuruti saran Amore.

Gigi sendiri kaget karena baru menyadari hal itu. Padahal selama ini dia menulis cerita-cerita pendek dan puisi di diary-nya. Kenapa justru aku nggak kepikiran buat mengungkapkan cinta lewat kata-kata?

Lulu menyarankan puisi berbahasa Inggris biar lebih romantis. Dan lagi-lagi, Google selalu membantu. Dari hasi Googling, Gigi memilih sebuah puisi berjudul "How Do I Love Thee?" (Bagaimana aku mencintaimu?) karya Elizabeth Barret Browning. Gigi menyuruh Lulu menyalin puisi itu di selembar kertas. Lulu menggerutu karena sebal diganggu pas lagi nonton drama Korea (padahal itu kan memang tugasnya dia sebagai asisten).

Gigi juga mengambil sekotak cokelat (dia memang nyetok banyak buat persiapan menembak Rene berkali-kali), menyisipkan puisi itu di dalamnya, lalu membungkusnya dengan kertas kado warna pink dengan motif mawar. Tak lupa juga, dia mengikat kado itu dengan pita warna putih yang ujung-ujungnya dibikin kriting pakai gunting. Gigi memang ahli kalau urusan bikin pernak-pernik. Ciko pernah bilang, selain makan Gigi juga bakat di bidang kerajinan tangan.

Jadi sesampainya di sekolah pagi itu, Gigi mendatangi Ciko yang kebetulan sedang piket.

Pas sekali karena ternyata Ciko juga mencarinya. "Gimana Gi?"

Gigi memamerkan sebuah kantong kertas kecil. Si bingkisan ada di dalamnya. "Udah siap, nih. Yuk kita masuk ke ruang guru."

Sambil menenteng sapu dan pengki, mereka berdua mendatangi ruang guru. Ruangan itu masih sepi. Sebenarnya nggak sepi-sepi amat, sih. Ada beberapa roh halus yang lagi ngobrol di sudut ruangan, tapi Gigi dan Ciko nggak bisa melihatnya. Dan karena ini bukan cerita horor, jadi nggak usah dibahas lagi, oke?

Gigi mengendap-endap ke mejanya Pak Eka. "Taruh di sini aja kali ya?"

Ciko mengendus-endus bingkisan itu. "Kok ini bau parfum emak-emak?"

"Iya, gue semprot parfum emak gue," kata Gigi sambil tersipu-sipu. "Soalnya gue cuma punya cologne. Kan kalo di serial Korea, kado itu harus wangi gitu, Ko."

"Tapi kan Bu Olin bau ketek, bukan wangi parfum?"

"Ya terus masa gue harus semprot pakai parfum aroma ketek? Memangnya ada?" protes Gigi. Dia merampas tas kertas itu dan menaruhnya di atas meja kerja Pak Eka. "Udah ah, taruh aja!" 

Tiba-tiba Bu Sri, guru Matematika yang terkenal galak masuk ke ruangan itu. Dia memicing curiga pada Ciko dan Gigi.

"Kalian berdua ngapain di sini?"

"Kami piket, bu," jawab Ciko. "Ini baru mau nyapu..."

"Terus kalo kalian piket kenapa harus ada di sini?"

"Ya kan petugas piket harus bersih-bersih seluruh sekolah, bu," kata Gigi. Hampir ditambahkannya 'Kok ibu nggak tau? Waktu sekolah memangnya ibu nggak pernah piket?' Tapi sebelum dimarahi karena nyolot, dia dan Ciko cepat-cepat keluar dari ruangan itu.

Sebelum pergi, Gigi mengerling sekilas ke bingkisan itu. Dia berdoa semoga usahanya ini berhasil.


...


Menjelang siang, Gigi cemas memikirkan kabar bingkisan itu. Apa Pak Eka udah membukanya? Dia ingin tahu bagaimana reaksi Pak Eka dan apa yang terjadi pada Bu Olin. Saking cemasnya, Gigi bahkan sampai nggak memperhatikan Rene yang membagikan buku cetak untuknya.

Gigi mencolek Ciko yang duduk di depannya. "Gue penasaran nih, Ko!"

"Sabar!" kata Ciko. "Ntar habis istirahat kan ada mapel Penjaskes."

"Tapi gue pengen taunya sekarang," kata Gigi ngotot. "Udah empat jam berlalu sejak kita selesai apel pagi. Harusnya Pak Eka udah nyadar."

Tiba-tiba kotak pensil kaleng Gigi terbuka dan tampak sepasang mata.

"KYAAAA!"

Gigi membanting kotak pensilnya ke lantai. Mata siapa itu?

"Gigi?" Pak Damar si guru Sejarah menegurnya. "Kamu kenapa?"

"Umm... itu pak..." Mata itu berubah menjadi wajah seorang anak kecil berkepala botak. Oh, ternyata Lulu! "Ada umm... kecoak di lantai."

"KECOAK?" Sheila menjerit keras. "ADA KECOAAAK!"

Para cewek langsung berteriak ngeri dan melompat ke atas kursi. Para cowok tertawa terbahak-bahak. Rene melirik Gigi, alisnya terangkat.

"Gigi! Gawat!" Lulu berbisik padanya. "Eka salah paham sama hadiah itu. Kamu harus segera memperbaikinya!"

"Salah paham gimana?"

"Pokoknya kamu harus keluar kelas sekarang!" kata Lulu. "Eka akan naik ke atas sebentar lagi dan kamu harus menghentikannya sebelum tambah runyam!"

"Tenang, tenang!" Pak Damar berusaha mengendalikan kelas. "Di mana kecoaknya, Gigi?"

"ITU PAK!" Sambil mengedip pada Gigi, Ciko menunjuk tas Derry, teman cowok mereka yang kemayu. Rupanya Ciko juga mendengar penjelasan Lulu barusan. "KECOAKNYA MASUK KE TAS DERRY!"

"IIIIH! JIJAY, JIJAY, JIYAAAAY!" Derry melolong histeris dan melempar-lemparkan isi tasnya pada anak-anak yang lain. BB Cream, lip gloss, kliping berisi hasil print-an foto-foto seksi member BTS beterbangan ke seluruh penjuru kelas. Para cewek tambah panik, sekarang mereka mulai melompat-lompat di atas meja.

Kelas kacau balau.

"Udah, cepetan keluar!" Ciko mendorong Gigi. Pak Damar berteriak-teriak, berusaha menenangkan kelas. "Mumpung lagi kacau!"

Gigi menyelinap di antara meja-meja dan pergi ke luar kelas. Dia mengintip dari puncak tangga dan melihat Pak Eka sedang bersiap-siap naik ke atas.

"Eka nggak boleh melihat kamu," kata Lulu yang ikut di belakang. "Sekarang saatnya kamu pakai kekuatan kamu untuk menghilang!"

"Tapi gimana caranya?" tanya Gigi bingung.

"Kamu cukup bilang, 'Aku ingin jadi tak terlihat'," jawab Lulu.

"Aku ingin jadi tak terlihat!" kata Gigi mengulangi. Sekonyong-konyong dia merasa tubuhnya jadi seringan bulu. Gigi menatap jendela kelas untuk mengecek bayangannya. Tidak terlihat apa-apa.

Pak Eka sampai di atas tangga. Dia memegang bingkisan dari Gigi itu. Dari sebelah kiri, Gigi melihat guru Bahasa Inggris baru mereka yang cantik dan tinggi semampai bak finalis Putri Indonesia sedang ingin turun tangga.

"Kamu harus ambil bingkisan itu dari tangan Pak Eka," kata Lulu.

"Tapi kenapa?" Gigi tambah heran. "Pak Eka keliatan senang tuh."

"Eh, Miss Rebecca," kata Pak Eka sambil tersenyum ramah.

Lulu melenguh putus asa. "Terlambat!"

Gigi nggak paham apa yang terjadi. Dia nggak berani bicara, takut suaranya terdengar kedua guru itu. Apa maksud Lulu 'terlambat'?

Miss Rebecca membalas senyum Pak Eka. Senyum manis yang sanggup melelehkan ulekan batu sekalipun. "Halo, Pak Eka. Lagi nggak ada kelas, ya?"

Pak Eka menggeleng. "Saya memang lagi nyari-nyari Miss Rebecca, nih."

"Aduh, nggak usah pake Miss ah, pak. Kayak anak-anak aja."

"Kalau begitu sama. Panggil aku Eka aja, biar lebih akrab."

"Jangan, dong. Nggak sopan. Mas Eka aja, gimana?"

Pak Eka mengangguk kecil. Kemudian kedua guru muda itu saling lirik lalu terkekeh malu-malu. Gigi melotot. Ada apa ini?

"Ada yang bisa aku bantu, Mas Eka?" tanya Miss Rebecca merdu.

"Aduh, gimana ya... Aku takut ngerepotin kamu," jawab Pak Eka.

Gigi tambah tegang. Kok sekarang mereka manggilnya aku-kamu, sih?

"Nggak apa-apa kok, mas," kata Miss Rebecca. "Ada apa ya?"

Pak Eka mengangkat bingkisannya. "Begini, Rebecca. Aku dapat bingkisan misterius, nggak tahu dari siapa."

Gigi mencelos. AKU LUPA MENULIS DARI SIAPA BINGKISAN ITU!

Lulu mencoleknya, mulutnya komat-kamit membentuk kata-kata: 'DASAR BEGO!'

"Mas Eka memang banyak penggemarnya, ya..." Miss Rebecca mendekati Pak Eka sambil tersipu-sipu malu. "Makanya dapat hadiah."

Pak Eka hanya terkekeh-kekeh, wajahnya semerah tomat. "Iya, nih. Sama satu lagi. Ada pesan rahasianya, tapi pake Bahasa Inggris. Aku kurang paham apa artinya. Bisa nggak Becca tolong terjemahin?"

Miss Rebecca mengambil kertas puisi itu dan membaca isinya. "Ini puisi cinta. Artinya kurang lebih, 'aku mau mencintai kamu dengan berbagai cara...'"

"Begitu, ya..." kata Pak Eka lambat-lambat. "Aku mau mencintai kamu dengan berbagai cara..."

Miss Rebecca terperangah. "Wah... romantis banget."

Gigi memejamkan mata. Cara Pak Eka mengucapkan kalimat itu... Ingin rasanya dia menyambar kertas puisi itu dan merobeknya, tapi tentu saja nggak mungkin melakukannya tanpa menakuti kedua gurunya itu. Kenapa aku bisa sebego ini? Seharusnya aku menulis nama Bu Olin di puisi itu!

Wajah Pak Eka tambah merah. Miss Rebecca juga. Mereka berdua mulai lirik-lirikan lagi sambil cengar-cengir malu-malu.

Tiba-tiba bel pertanda istirahat berbunyi.

Pak Eka mengeluarkan kotak cokelat itu dan menyodorkannya pada Miss Rebecca. "Ada cokelat, nih. Kamu mau nggak makan bareng aku?"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top