22. Kejutan Timbangan


Setelah proyek ketiga itu, Gigi jadi lebih berkonsentrasi pada pelatihannya. Dia sadar bahwa Ankur akan terus menganggunya dan si malaikat kegelapan nggak bakal mudah untuk dikalahkan.

Setiap hari, Gigi bangun lebih pagi dan berlatih lebih keras. Sekarang dia nggak lagi menganggap pelatihan itu sebagai ajang penyiksaan, tetapi persiapan untuk mengalahkan Ankur. Amore takjub dengan perubahan Gigi, si cupid senior itu juga senang akan tekad baru anak magangnya.

Selain pelatihan fisik, Amore juga mengajarkan Gigi bagaimana cara memaksimalkan kekuatannya. Dalam situasi gawat, busur cinta dan panah asmara dapat dipakai untuk melindungi target seperti yang Lulu lakukan waktu mencipta perisai yang menyelamatkan Gigi, Ciko, Coki dan Amel dari api kemarahan Ankur. Karena Lulu hanya asisten cupid, kekuatan perisainya tidak sekuat jika digunakan oleh sang cupid sendiri. Cara mengaktifkan perisai itu mirip dengan cara untuk menembak panah tepat sasaran: Gigi harus membayangkan cinta sebagai kekuatan yang dapat melindungi dan menyelamatkan.

Proyek-proyek lainnya juga berdatangan. Setelah Coki dan Amel, Gigi ditugaskan untuk membantu Tika, teman sekelasnya yang naksir Gian, cowok yang tinggal di depan rumahnya. Karena kamar Tika dan Gian berhadap-hadapan, mereka berdua sebetulnya sering saling mengamati secara diam-diam. Tetapi keduanya terlalu malu untuk saling berkenalan.

Dari hasil tanya-tanya Gigi selama di kelas, dia jadi tahu kalau Tika penggemar berat BTS. Untuk Gian, Gigi menggunakan kekuatannya supaya jadi tak terlihat dan terpaksa menyelinap ke kamar cowok itu untuk mencari tahu. Ternyata Gian sering latihan dance ala K-Pop. 

Memanfaatkan kegemaran Tika dan Gian pada budaya Korea, Gigi menyusun rencana dengan Ciko bermodus paket salah alamat. Paketnya sendiri berisi gantungan kunci dan beberapa merchandise yang Gigi menangkan dari kuis tentang BTS di Instagram. Gigi berpura-pura menjadi panitia kuis dan mengatakan Tika menang setelah dipilih secara acak. Paket itu ditujukan ke alamat Tika, tapi Ciko sengaja mengantarnya ke rumah Gian dan diterima oleh asisten rumah tangganya. Gian mengantarkan paket itu ke alamat Tika dan akhirnya merekapun berkenalan.

Proyek kelimalah yang paling menantang karena melibatkan Kencana dan Nino, dua anak dari SMA sebelah. Mereka berdua bertemu tanpa sengaja saat hari pertama semester, dan sejak saat itu sudah saling memendam rasa. Dalam pesannya, Bosque menambahkan keterangan bahwa hidup Kencana tak akan lama lagi, jadi Gigi harus berpacu dengan waktu. Kencana menderita penyakit aneh yang bikin anggota-anggota tubuhnya tak berfungsi sehingga dia harus naik kursi roda ke sekolah. Jadi suatu hari, Gigi menyelinap sebagai sosok tak terlihat dan sengaja menjebloskan roda kursi Kencana di retakan pavling block ketika Nino lewat.

Sesuai tebakan Gigi, Nino membantu Kencana. Mereka berdua mengobrol sebentar, sebelum diusik oleh penjaga sekolah yang sudah dipengaruhi Ankur. Ketika penyakitnya semakin parah, Kencana nekat kabur dari rumah sakit demi menyatakan cintanya pada Nino. Lulu memberitahu Gigi soal ini, jadi dia menyusul Kencana yang pergi menemui Nino di lapangan basket sekolah mereka. Di bawah sebuah pohon, Nino sedang tertidur. Ketika Kencana mengungkapkan perasaannya pada pemuda itu, Gigi langsung menembakkan panahnya. Tetapi lagi-lagi Ankur datang mengacau. Dia mendorong kursi roda Kencana sehingga jatuh terguling. Gadis malang itu menghilang karena penyakitnya dan sampai hari ini Nino tidak bisa mengungkapkan perasaannya.

Gigi jadi uring-uringan. Itu adalah proyek gagalnya yang pertama, dan dia menyalahkan dirinya sendiri. Andai saja aku bergerak lebih cepat. Tapi nasi sudah menjadi bubur. Ciko sudah mencoba menghibur Gigi, tapi tetap saja dia tidak merasa lebih baik.

"Panahnya sudah berhasil kutembakkan ..." Gigi melapor ke Amore. "Tapi Ankur menganggu dan Kencana menghilang sebelum Nino terbangun. Mereka nggak sempat mengobrol."

Amore berpikir sebentar. "Tapi panahnya sudah tertancap, kan?"

"Dua sekaligus. Satu pada Kencana, dan satu lagi pada Nino," kata Gigi. "Apa gadis itu sudah meninggal, Amore?"

Amore menarik napas dalam-dalam, seperti orang lelah. "Aku nggak tahu, Gigi. Hanya Bosque yang tahu soal kematian."

"Tapi itu kan ngenes banget!" Gigi menahan diri untuk nggak menangis. "Mereka berdua saling suka dan panahnya sudah menancap. Namun sekarang mereka nggak akan tahu perasaan masing-masing."

"Cinta nggak perlu mengikat," kata Amore. Seperti biasa, kata-katanya abstrak dan perlu penalaran ekstra. "Cinta sejati justru memberi kebebasan dan tidak menuntut balas. Kamu sudah melakukan tugasmu, Gigi."

"Tetap aja itu nggak adil," keluh Gigi. "Semua pasangan yang aku bantu selama ini selalu jadian, Amore. Sementara Kencana dan Nino..."

"Siapa bilang mereka nggak jadian?" Amore tersenyum misterius. "Hidup ini hanya sementara, Gigi. Sementara jiwa manusia abadi. Apa yang tidak bisa bersatu di kehidupan sekarang belum tentu akan tetap begitu di kehidupan selanjutnya. Bosque nggak pernah membuat kesalahan..."

Gigi memutuskan untuk menerima jawaban itu meski kurang puas dan nggak menggerecoki Amore. Ciko dan Lulu menyemangatinya untuk move-on. Lagipula masih ada proyek-proyek lain yang harus diurus Gigi. Amore benar, dia sudah melakukan tugasnya sebagai cupid. Selanjutnya adalah urusan Bosque. Gigi percaya bahwa Dia tak akan pernah salah.


...


Sore itu, Gigi pulang ke rumah dengan kelelahan. Mapel Matematika hari ini jamnya digandakan sebagai persiapan menjelang ujian semester. Bu Sri yang galak memaksa seluruh kelas bikin seratus latihan soal dalam tiga jam.

Gigi melewati Mamanya yang sedang mengobrol dengan tetangga. ("Jeung, bansos Corona-nya udah dapat belum? Katanya ibu-ibu di Gang Mengkudu nggak cuma dapat beras, minyak sama telor aja, lho! Tapi voucher salon, deposito sama emas batangan lima gram juga!")

Di atas dia menemukan Nana dan Lulu yang sedang sesengukan di atas kasur, dua-duanya sibuk menonton.

"DASAR DA-KYUNG PELAKOR!" Lulu menggeram dengan kesal.

"PERUSAK RUMAH TANGGA ORANG!" teriak Nana tak kalah geram. "Heh, Tae-Oh! Nggak kasian apa sama Son-Woo istrimu?"

Gigi langsung tahu mereka berdua sedang menonton The World of The Married. Gigi sendiri nggak menonton drama itu karena belum cukup umur.

"Eh, Gigi." Lulu mendongak begitu Gigi masuk. "Maaf, ya. Tadi aku lebih dulu keluar dari kotak pensil kamu karena mau nonton."

"Iya nggak apa-apa..." Amore, Lulu dan Nana memang dapat berpindah tempat semau mereka. "Amore ke mana?"

"Hari ini Amore ada janji sama Rafa, dokter khayangan," sahut Nana. "Mau check-up tangannya yang patah itu."

Gigi manggut-manggut. "Nana, hari ini kamu nggak ngebantuin kucing tetangga lagi?"

Nana duduk tegak dan merapikan dasternya yang lebar. Hari ini motifnya polkadot yang bikin pusing. "Enggak. Persalinannya berlangsung lancar, kok."

Awalnya Gigi mengira Nana hanya membantu para manusia saja, tetapi ternyata binatang juga. Kata Nana, para binatang juga seringkali punya masalah saat melahirkan, jadi Bosque menugaskan para malaikat kesuburan untuk membantu. Rupanya Bosque memang sangat peduli dan sayang pada semua ciptaan-Nya.

Gigi melepas seragamnya, menggantinya dengan kaos dan celana pendek.

"Eh, Gigi..." Nana menghampirinya. "Kamu nggak hamil lagi."

"Aku memang nggak pernah hamil, Nana! Itu lemak, bukan bayi!"

"Tapi lemak kamu..." Nana meraba perut Gigi seperti bidan. "Hilang."

Gigi mengamati bayangannya di cermin. "Eh, iya..." Dia terperangah. "Perut aku udah rata!"

"Lengan sama paha kamu juga," Lulu ikut-ikutan. "Udah lebih ramping."

"Pipi kamu juga!" Nana meremas pipi Gigi. "Nggak tembem lagi!"

"Kok bisa?" Gigi heran sendiri. "Belakangan aku memang merasa baju-baju aku lebih longgar, sih. Tapi aku pikir itu karena bahannya udah melar aja."

Nana meraih tangan Gigi dan menatapnya dengan serius. "Gigi, jujur sama aku, ya... Kamu nggak pergi ke dukun beranak abal-abal dan menggugurkan kandungan kamu, kan? Kemarin aku nonton film 'Dua Gamis Biru'. Kalo kamu udah melakukan hubungan sama Ciko, lebih baik kamu ngaku sama Ma–"

"Apa-apaan sih, Nana!" Gigi menyentakkan tangannya dari Nana. "Berkali-kali kubilang, aku nggak hamil, tapi GEMUK!"

"Kalo begitu ke mana bayi–" Nana cepat-cepat meralat saat dipelototi Gigi. "Lemaknya? Kamu kurusan, Gigi!"

Lulu menyemangati. "Coba kamu timbang berat badan, Gi!"

"Tapi aku nggak punya timbangan, Lulu."

Nana menjentikkan jari. Sebuah timbangan yang biasa dipakai untuk menimbang beras di pasar muncul di dekat Gigi. "Nih, aku punya. Pake ini aja."

Gigi kaget melihat benda itu. "Timbangan ini buat apa, Nana?"

"Yah, sebagai malaikat kesuburan, kadang-kadang aku harus menimbang bayi-bayi yang baru lahir. Dari bayi manusia sampai bayi ikan paus, makanya aku punya timbangan ini," kata Nana malu-malu. "Selain itu aku juga lagi diet..."

Gigi meragukan diet Nana. Si malaikat kesuburan selalu tampak subur. Dia naik ke atas timbangan itu. Angka-angkanya banyak sekali, dari nol sampai dua ton. Jarumnya bergerak-gerak sebentar sebelum berhenti di satu angka.

Lulu dan Nana saling berpandangan. Gigi memekik girang. "Lima puluh kilogram!"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top