17. Kisah Amore


Malam harinya, Amore tidak banyak bicara.

Gigi, Lulu dan Nana juga. Gigi sudah memberitahu Amore tentang kemunculan Ankur kemarin pada Ciko, tapi si cupid senior masih belum tenang. Setelah melihat wujud asli Ankur dan merasakan daya negatif yang terpancar kuat dari dirinya, Gigi sadar bahwa si malaikat kebencian bukanlah lawan sembarangan. 

Ankur juga menyebut-nyebut soal kemarahan Amore. Bagi Gigi, ini masih misteri. Amore pernah bilang bahwa dia tidak bisa marah dan membenci, tapi kemarin Ankur jelas-jelas menantangnya untuk marah. Gigi yakin Ankur tahu persis bahwa sebagai malaikat terang, Amore tidak bisa marah. Kalau begitu, kenapa dia menantang Amore untuk marah?

Gigi punya banyak pertanyaan untuk ditanyakan pada Amore, tapi dia ragu-ragu karena suasana hati Amore sepertinya lagi nggak baik.

"Apa yang akan kita lakukan sekarang?" Nana bertanya.

Amore tidak menjawab. Dia bergelung dalam wujud merpatinya di dalam boks, enggan berbicara dengan siapapun sejak tadi siang.

"Amore?"

Nana, Lulu dan Gigi bertukar pandang. Sesuatu terjadi pada si cupid senior. Wah gawat, pikir Gigi. Kalau Amore uring-uringan seperti ini, aku nggak bisa minta nasihatnya untuk proyek-proyek selanjutnya! Terus, gimana dengan pelatihannya? Meski Gigi tidak suka dengan pelatihan cupid yang menyiksa itu, dia sadar sebagai cupid magang dia masih perlu dilatih. Apalagi sekarang, setelah Ankur berani unjuk gigi di depan Gigi.

Gigi memutuskan dia tidak akan tinggal diam. Dia mendekati Amore dan memberanikan diri menyentuh bulunya.

"Amore kamu kenapa? Apa kamu marah gara-gara kemunculan Ankur?"

Hening lagi.

"Amore..." panggil Gigi. "Apapun yang terjadi sama kamu, aku harus tahu karena sekarang aku adalah pengganti kamu. Kalau Ankur berniat macam-macam, kita harus membuat rencana untuk mengalahkannya."

"Ankur pasti mengacau," kata Lulu yakin. "Dia selalu begitu."

"Tujuan hidupnya adalah menggagalkan proyek-proyek Amore," timpal Nana setuju. "Jika Amore gagal, Ankur akan senang sekali. Ini sama sekali nggak bisa dibiarkan!"

"Tapi kenapa Amore?" tanya Gigi. "Bukannya ada cupid yang lain?"

"Malaikat kegelapan memang akan selalu mengusik malaikat terang," sahut Amore tiba-tiba. Dia berbalik, meregangkan sayapnya yang sehat, dan berubah ke wujud manusia. Hari ini dia memakai jubah putih panjang warna abu-abu, yang cocok sekali dengan suasana hatinya. "Memang sudah kodratnya seperti itu."

"Tapi Ankur mengganggu kamu terus dari dulu, bos!" kata Lulu. Si asisten tampak geregetan. "Aku sudah mendampingi beberapa cupid lain sebelum bos, dan mereka sama sekali tidak diganggu Ankur. Ada beberapa malaikat kegelapan yang coba-coba, tapi mereka nggak terang-terangan seperti Ankur tadi. Mereka tahu kalau macam-macam dengan malaikat terang, mereka bakal berurusan dengan Bosque dan Mike."

"Mike?" tanya Gigi ingin tahu. "Siapa dia?"

"Jenderal perang para malaikat," jawab Nana. Tiba-tiba dia merona seperti orang demam. "Malaikat paling tangguh. Tangan kanan Bosque. Dia pakai baju zirah dan sangat kuat. Uuh, aku jadi kangen."

"Nana naksir Mike," bisik Lulu pada Gigi.

"Kalau aku jadian sama Mike, pasti anak-anak kita cantik dan ganteng," kata Nana tanpa berusaha menutup-nutupi perasaannya.

"Memangnya malaikat bisa menikah?" tanya Gigi.

"Nggak bisa sih," Nana mencibir. "Tapi nge-halu boleh aja, kan?"

"Aku mau kembali ke khayangan dulu," kata Amore. Dia masih diam dan lesu. "Gigi, jangan ke mana-mana, ya? Nana dan Lulu akan menemani kamu."

"Ngapain ke khayangan, bos?" tanya Lulu.

Amore hanya bergumam tidak jelas. Dia berubah ke wujud merpatinya dan terbang keluar jendela kamar.

Gigi tidak tahan lagi. "Ada apa sih sebenarnya?"

"Kasih tahu nggak ya?" Nana melirik Lulu. Si asisten menggeleng.

"Aku mau tahu!" Gigi ngotot. "Sekarang akulah cupid-nya! Kalian nggak bisa menyimpan rahasia begitu, apalagi yang bisa membahayakan aku!"

Lulu menggigit bibirnya. Mendadak dia kelihatan menua, tak lagi seperti anak-anak. "Umm, sebaiknya kita tunggu Amore kembali."

"Tapi kita nggak tahu kapan Amore kembali," kata Nana bijaksana. "Dan Bosque bisa saja mengirim proyek selanjutnya tak lama lagi."

Lulu masih kekeuh. "Amore nggak akan senang kalau Gigi sampai tahu!"

"Tahu apa?" Gigi tambah penasaran. "Kalian kok misterius amat!"

Nana meringis dan mengetuk-ngetuk perutnya yang berlapis-lapis. "Sebetulnya Amore dan Ankur dulunya adalah–"

"Nana!" Lulu menghardik wanita itu. "Itu rahasia, oke?"

"Itu bukan rahasia," balas Nana. "Para malaikat yang lain juga tahu. Nggak adil kalau Gigi seorang yang nggak tahu! Lagipula aku yakin Bosque ingin Gigi diberitahu. Amore nggak akan pernah memberitahu Gigi, jadi harus ada yang melakukannya, kan? Lebih baik Gigi tahu dari kita daripada Ankur!"

"Tahu apa sih?" Gigi mencondongkan tubuhnya pada Nana. "Cerita, dong!"

Bibir Lulu manyun tapi dia tidak mengatakan apa-apa lagi. Nana menarik napas dalam-dalam dan mengisyaratkan Gigi untuk duduk di kasurnya.

"Amore dan Ankur sebetulnya bersahabat dekat," kata Nana.

"Seperti Gigi sama Ciko," Lulu menimpali.

"Tapi itu dulu sekali," lanjut Nana. "Waktu mereka berdua masih manusia."

"Tunggu, tunggu," Gigi geger. "Amore dan Ankur pernah jadi manusia?"

Nana manggut-manggut. "Aku dan Lulu juga. Bosque memilih para manusia dengan tingkat pahala tertentu selama hidupnya untuk membantu-Nya. Begitu juga Amore dan Ankur. Mereka adalah dua pemuda yang baik. Bosque berencana untuk mengangkat keduanya jadi malaikat terang, tetapi sesuatu terjadi..."

Nana punya kebiasaan menggantung ceritanya. Lulu melanjutkan.

"Mereka berdua jatuh cinta pada gadis yang sama," kata Lulu sedih. "Dan gadis itu memilih Amore dibandingkan Ankur. Padahal mereka berdua sama-sama baik dan soleh. Ankur marah sekali. Dia berusaha membunuh gadis itu. Amore terluka parah karena mencoba menyelamatkan gadis itu, dan meninggal..."

"Dirundung rasa bersalah akibat perbuatannya, Ankur memutuskan untuk bunuh diri," sambung Nana. "Bunuh diri adalah dosa besar yang tak termaafkan. Setelah meninggal, kebencian dan kemarahan dalam diri Ankur menjadikannya malaikat kegelapan. Dia tambah marah setelah tahu bahwa Amore dipilih Bosque menjadi malaikat cinta."

"Tapi semuanya nggak berakhir di situ," kata Lulu. "Gadis yang dicelakai Ankur itu malah tetap hidup karena kata Bosque, belum waktunya dia berpulang. Gadis itu menangisi Amore yang meninggal karena berusaha menyelamatkannya. Sakit hati Ankur makin menjadi-jadi. Dia merasa dicurangi berkali-kali."

Jadi seperti itu ceritanya. Gigi merenungkan kisah itu sejenak. Dia bisa mengerti bagaimana perasaan Ankur – Gigi membandingkan apa yang menimpa Ankur dengan dirinya sendiri. Penolakan Rene itu menyakitkan. Apalagi ditolak karena orang yang kamu taksir memilih sahabat baikmu sendiri...

"Itulah alasan kenapa Ankur terus berusaha menggagalkan proyek Amore," kata Nana. Si malaikat kesuburan terengah-engah, seperti baru selesai lari maraton. "Karena cintanya ditolak, Ankur tak mau ada manusia lain yang jatuh cinta."

Gigi mengingat kembali kejadian tadi siang. "Ankur bilang dia tahu kalau Amore marah. Kenapa dia bilang begitu?"

"Sebagai manusia, Amore pasti merasa marah dan berhak merasakannya," jawab Nana. "Kekasihnya dicelakai oleh sahabatnya sendiri. Tapi sebagai malaikat cinta, Amore tidak bisa melakukannya. Bosque telah menyempurnakan kami dari kelemahan-kelemahan manusiawi saat melantik kami jadi malaikat, salah satunya adalah dengan meniadakan emosi-emosi negatif seperti kemarahan dan kebencian. Ankur tahu bahwa sebetulnya Amore ingin marah karena kejadian itu, tapi sebagai malaikat cinta, Amore tidak punya rasa marah dan benci."

"Yang bisa dirasakannya hanyalah kesedihan dan kekecewaan," kata Gigi, teringat sikap murung Amore. "Tapi kekecewaan dan kesedihan jelas berbeda dengan marah dan benci. Apa mungkin Amore merasa marah dan benci?"

"Kami tidak tahu," kata Nana. Lulu bergumam mengiyakan. "Meski malaikat, tapi kami tetap tidak sempurna. Hanya Bosque yang sempurna. Ankur telah mencoba memancing emosi Amore selama bertahun-tahun. Kita hanya bisa berharap supaya Amore tidak menyerah pada kemarahan dan kebencian itu..."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top