13. Huru-hara Tim Hore
"Menyatukan dua orang yang saling bertolak belakang?"
Amore mengerucutkan bibirnya.
"Dikawinin?" usul Nana penuh harap. "Setelah menikah mereka bisa punya anak bersama-sama dan jadi bersatu, kan?"
Nggak ada yang repot-repot merespon si malaikat kesuburan. Memang apapun yang keluar dari mulut Nana pasti menyangkut nikah, punya anak dan kesuburan. Menurut Gigi, kalau Nana jadi manusia, mungkin wanita itu bekerja sebagai dokter kandungan atau dukun beranak.
"Ayo dong, Amore," bujuk Gigi. "Kamu kan cupid senior. Aku butuh saran kamu, nih..."
Amore bergumam-gumam sambil berpikir. Hari ini cowok itu memakai baju jumpsuit abu-abu seperti yang dipakai para montir. Nana masih setia dengan daster mengembang motif bunga-bunga. Gigi paham selera fashion Nana – sebagai orang gemuk, pilihan untuk bermodis ria memang terbatas. Entah dari mana para malaikat ini mendapatkan baju-baju itu, tapi yang pasti mereka selalu ganti kostum tiap hari. Aneh juga, padahal saat pertama kali bertemu Amore, cowok itu tidak memakai sehelai benangpun. Gigi curiga ada yang mesum, entah Amore atau penulis novel ini yang sampai saat ini udah puluhan kali memuji dirinya sendiri.
"Dua orang yang bertolak belakang itu sebetulnya bisa saling melengkapi," kata Amore bijaksana. "Kamu harus bikin Cinta dan Rangga sadar bahwa kekurangan dalam diri mereka masing-masing sebetulnya bisa ditutupi oleh kelebihan calon pasangannya, begitu juga sebaliknya. Gampang, kan?"
Jawaban itu terasa abstrak buat Gigi. Anak umur enam belas tahun memang paling anti mikir yang berat-berat, apalagi yang badannya juga udah berat macam Gigi. "Jadi aku harus ngapain konkretnya? Ngasih petunjuk yang jelas, dong!"
Amore berdecak cuek. "Pikirkan sendiri."
"Iiih, jahat!"
"Lho, kan sekarang kamu yang jadi cupid-nya?"
Iya juga sih, kata Gigi dalam hati. Tapi aku juga nggak bakal jadi cupid seandainya Amore nggak patah tangan! Dasar lemah!
Lulu muncul di dekat Amore. "Papan targetnya udah siap!"
"Eh, jangan mulai dulu," potong Gigi. "Tadi ngasih tipsnya belum selesai."
"Kita latihan dulu, oke?" kata Amore tegas. "Hari ini aku akan ngajarin kamu cara yang benar menggunakan busur cinta dan panah asmara. Kita akan berlatih dengan papan-papan target itu!"
Amore menunjuk deretan papan target yang sudah diatur Lulu di halaman belakang. Di bagian tengah setiap papan ada titik-titik merah yang menyala seperti jerawat.
"Pertama-tama, kamu harus memanggil busur dan panahnya," kata Amore. "Kedua alat itu tersimpan dalam diri setiap cupid. Jadi untuk memanggilnya, kamu hanya perlu mendorongnya keluar dari diri kamu."
"Mendorong keluar?" tanya Gigi.
"Kayak orang mau beranak, Gi!" seru Nana dan Lulu dari pinggir halaman. Kedua anggota tim hore nggak berguna itu sedang duduk menonton di kursi, ditemani sepiring kue cucur yang entah datang dari mana. "Anak kembar sebelas!"
Gigi nggak punya bayangan soal itu. "Umm, aku nggak pernah beranak!"
"Ngeden!" saran Lulu. "Kayak orang lagi sembelit."
Gigi membayangkan diri sedang sembelit lalu mengejan kuat-kuat.
PROOOT!
"HAHAHAHA!" Tawa Nana dan Lulu meledak. Nana sampai terjungkal dari kursinya, kue cucurnya beterbangan. Gigi baru saja kentut.
"Nggak usah dengerin saran kedua makhluk tolol itu." Amore menggeleng-geleng sebal. "Kamu harus merasakan panah dan busur itu ada dalam diri kamu, Gigi. Dan sekarang kamu membutuhkannya, makanya panah dan busur itu harus keluar. Paham?"
Gigi mengangguk. Instruksi dari Amore itu terasa lebih masuk akal. Dia membayangkan keberadaan busur cinta dan panah asmara dalam dirinya. Dan dia ingin memakai kedua benda itu untuk membantu menyebarkan cinta.
"Gigi?" panggil Nana. "Kok mengernyit? Kamu sembelit atau ambeien?"
Amore berdesis pada Nana, menyuruhnya tutup mulut. Gigi menambah konsentrasinya. Aku membutuhkan busur cinta dan panah asmara.
Tiba-tiba kedua telapak tangan Gigi menjadi hangat dan bercahaya. Dia bisa merasakan kedua benda itu dalam genggamannya. Sedikit lagi. Ayo dong!
"Kamu berhasil!" kata Amore.
Gigi mengangkat kedua tangannya. Di tangan kanannya ada sebuah busur emas, dan di tangan kirinya satu selongsong anak panah. Kedua benda itu seolah sudah tahu kalau Gigi kidal.
Lulu memekik kagum. "Wih, dapat busur sama panah baru dari Bosque!"
Busur milik Gigi memang lebih kinclong dibandingkan busur Amore waktu itu. Kilau emasnya masih cemerlang dan belum ada bekas-bekas sentuhan. Amore berdecak tak sabar lalu menunjuk busurnya.
"Sekarang, naikkan busurnya. Tangan pemegang busur lurus sejajar bahu."
Gigi melakukannya. Dia takut tapi tertantang untuk mencoba.
"Pasang anak panahnya. Jepit ekor panah di antara telunjuk dan jari tengah tangan kiri kamu. Sandarkan bagian pangkal mata panahnya di atas telunjuk kanan. Kait tali busur dengan telunjuk dan jari tengah tangan kiri, lalu tarik mundur hingga ke belakang torso. Pakai tenaga!"
Amore memperbaiki posisi Gigi selagi dia mencoba. Darah Gigi berdesir-desir. Dia merasa seperti seorang jagoan wanita.
"Sekarang arahkan mata panah ke target," kata Amore. "Panah asmara bisa menembak dalam radius berapapun asalkan targetnya jelas. Makanya kamu harus memikirkan target itu dengan cermat. Target kamu adalah orang yang akan jatuh cinta. Bayangkan apa yang akan terjadi kalau target kamu itu berhasil jatuh cinta. Dia akan jadi bahagia karena merasa dicintai, semangatnya akan bangkit, rasa welas asihnya meningkat, dan dunianya jadi lebih berwarna, dan rupa-rupa hal baik lainnya..."
Gigi membayangkan semua hal itu. Dia mengingat kembali perubahan Bu Olin yang mencengangkan, bagaimana gurunya itu berubah menjadi wanita yang lebih baik gara-gara jatuh cinta. Rasanya menyenangkan. Sangat menyenangkan!
"Satu, dua..." Amore menghitung. "Tiga. Tembak!"
Gigi membayangkan dirinya sangat perkasa seperti seorang superhero. Dia menarik anak panah itu sekuat tenaga dan melepaskan jepitan dari ekornya.
DOENG!
"HAHAHAHA!"
Nana dan Lulu tertawa lagi. Bukannya melesat, anak panah Gigi malah terlontar ke belakang dan menancap di pundak Amore.
"Targetnya papan itu!" Amore mencabut panah itu dari bahunya dengan kesal. Untungnya dia tidak terluka atau berdarah. "Bukan aku!"
"Oke. Sori, Amore."
Gigi mencoba lagi. Dia lebih berkonsentrasi. Titik merah itu. Baiklah.
DOENG!
Anak panah itu terbang dan nyangkut di tali jemuran Mama. Nana dan Lulu terbahak-bahak keras. Gigi mulai kesal. Dia melakukan percobaan ketiga. Panah itu terbang sebentar, lalu malah melantur ke samping. Di percobaan keempat, panah itu berhasil melesat dengan keras, tetapi di tengah jalan jatuh ke tanah seperti roket yang kehabisan bahan bakar.
Nana dan Lulu tertawa sambil terguling-guling.
"Kasih semangat kek!" Gigi berteriak pada tim hore jahanam itu. "Kalian kan harusnya ngedukung aku! Tapi dari kemarin cuma nonton atau nggak ketawa keras-keras! Habis itu makan kue! Dasar rakus!"
"Gigi!" Nana mengerjap-ngerjap sambil mengelus dadanya. Tampangnya mirip artis yang ketahuan nikah siri. "Kamu jangan julid, manis. Bukannya Lulu udah kasih tau kamu? Malaikat nggak makan dan minum!"
"Terus yang di atas piring itu apa? Dosa-dosa aku?"
Nana beradu pandang dengan Amore. Gigi tambah kesal kalau mereka berdua mulai saling tatap seperti itu. Nana mendesah dan berkata lambat-lambat. "Makanan ini untuk menggoda kamu, Gigi. Amore sengaja mengaturnya untuk menguji daya tahan kamu melawan cobaan! Itu termasuk salah satu latihannya!"
Amore bersiul-siul sambil pura-pura nggak mendengar.
"Amore!" Gigi membentak cupid senior itu. "Jahat banget!"
Amore melenguh keras seperti sapi yang akan disembelih lalu menatap Gigi lurus-lurus. "Kan aku udah bilang, jadi cupid itu nggak gampang! Kamu pikir hanya dengan dilantik kamu bisa langsung jadi cupid profesional, begitu?"
"Tapi aku nggak mau jadi cupid!" protes Gigi. Dia merasa dipermainkan. "Kamu yang waktu itu tiba-tiba melantik aku!"
Amore terbelalak. Dia menatap Gigi dengan nanar dan terdiam.
Beberapa detik berlalu. Kemudian Amore berkata perlahan, "Kamu... nggak mau jadi cupid lagi?"
Hati Gigi jadi panas. Pikirannya kalut. Dia sedang mencoba menjadi cupid sejati tapi pelatihan ini terasa berat. Sangat berat. Gigi ingin kembali jadi anak SMA biasa yang nggak terlibat dalam urusan cinta orang lain. Sampai hari ini aku masih belum bisa bikin Rene naksir aku. Kenapa aku malah membantu orang lain buat jatuh cinta?
Amore masih memandangi Gigi. Tawa Nana dan Lulu mereda, rupanya mereka berdua sadar kalau Gigi memang lagi sungguh-sungguh.
Gigi ingin berhenti, tetapi dia teringat Ankur dan rencana jahatnya dan bencana mengerikan yang menanti. Bukan maksudnya aku benci jadi cupid. Tapi, tapi... ini semua kan gara-gara...
Gigi berbalik dan masuk kembali ke dalam rumah. "Ah, bodo amat!"
"Gigi!" Amore menyusulnya. "Kamu mau ke mana?"
"Aku mau tidur!"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top