Pencarian Jinan


"JINAN!" teriak Berta hingga membuat Metta yang lumayan jauh jaraknya pun menbdengar suara teriakan itu. Tanpa berpikir lagi, Metta langusung berlari menuju sumber suara.

Berta membekap mulutnya sendiri disusul derai ari matanya ketika melihat jurang yang dalam itu telah menelan tubuh sahabatnya. Metta memeluk tubuh Berta ketika gadis itu tidak bisa menopang tubuhnya lagi. Metta mengigit bibir bawahnya hingga terluka ketika mencoba menahan suara isak tangis yang memberontak ingin dikeluarkan. Sedanglan Berta, gadis itu memukuli kepalanya sendiri ats kebodohannya.

"Gua bodoh, bodoh, bodoh!" makinya pada dirinya sendiri tangannya tak henti memukuli kepala dan dadanya sendiri walaupun Metta sudah berusaha menahannya. "Gua sahabat yang nggak bergua," sambungnya lagi.

"Ber, maafin gua, jika gua nggak ninggalin kalian berdua, mungkin Jinan masih ada di sini," ucap Metta menuesali perbuatannya. Penyesalan memang selalu datang di awal.

Berta masih terus meraung di pelukan Metta, ke dua gadis itu masih bersimpuh di atas tanah yang kotor berlumpur, hingga pakaiannya sudah tidak berbentuk. Terlihat menyedihkan lagi matanya sebab dan hidungnya memerah.

Berta teru memberontak mencoba melepaskan dirinya dari pelukan Metta, "Lepas Met, gua mau nyusulin Jinan!" teriak Berta yang kesekian kalinya.

"Ini bukan solusi terbaik Ber, kita harus hubungi ketua dan anggota yang lain. Agar pencarian Jinan segera dilakukan," ucap Metta mencoba menenagkan Berta. Tubuh Berta semakin melemas, Metta memejamkan matanya dan semakin mengeratkan pelukannya.

Pada akhirnya Berta luluh. Berta dan Metta kembali ke tenda saat dini hari telah tiba dengan keadaan menyedihkan seluruh badannya kotor, matanya sebab dan wajahnya pucat.

"Jinan mana?" tanya Afzal wajahnya menyiratkan kekhawatiran bahkan wajah lelaki itu sudah pucat pasi ketika tidak kunjung mendapat jawaban dari sepupunya.

"Jawab gua di mana Jinan?!" Afzal menggunjangkan tubuh Metta, namun gadis itu masih enggan bersuara dan masih mempertahankan kebisuannya.

Afzal mengusap wajahnya frustasi, bahkan lelaki itu menjambak rambutnya sendiri hingga ada beberapa helari rambutnya yang rontok.

"Ber, di mana Jinan?" Afzal beralih mengguncang tubuh Berta, bertanya pada gadis itu, namun tidak menerima jawaban juga.

"Afzal, biar kan mereka istirahat dulu, kita juga udah mengerahkan seluruh anggotan dan tim sar untuk mencari keberadaan Jinan," ucap ketua UKM.

Afzal meremas jemarinya sendiri hingga tak terasa tetesan darah mulai mengalir akibat kuku panjangnya yang menancap pada tekapak tangannya. Afzal menghampiri Metta yang begitu rapuh, lalu memeluknya dengan erat.

"Ini salah gua," ucap Metta diiringi isak tangis dalam pelukan Afzal.

Afzal menggeleng kuat, "Ini salah gua, sepenuhnya salah gua, andai gua dengerin saran kaluan berdua pastilah keadaan tidak akan seperti ini."

Tiba-tiba tangis Metta terhenti danmencoba memberontak keluar dari pelukan Afzal, lalu mendorong kuat tubuh lelaki itu hingga tubuh bagian belakangnya terbentur pohon.

"Iya, ini semua gara-gara lo, puas lo lihat Jinan jatuh ke jurang? Andai lo nggak keras kepala, andai lo nggak egois, andai lo nggak ..." tubuh Metta kembali luruh ke tanah, rasanya sudah tidak sanggup lagi untuk berkata-kata.

"Maafin gua," ucap Afzal yang ingin memeluk kembali tubuh rapuh sepupunya itu, namun Metta menepisnya dengan kasar.

"Jangan peluk gua!" Metta kembali mendorong tubuh Afzal hingga lelaki itu tersungkur ke tanah. Metta sudah tidak mempedulikan perasaan Afzal yang juga terluka.

Tatapan Afzal beralih pada Berta yang masih melamun tanpa mengucapkan satu kata pun, namun derai air matanya terus membasahi pipinya. Gadis itu menangis dalam diam.

"Met ..." belum juga Afzal menyelesaikan ucapannya, lelaki itu sudah dihadiahi dengan tamparan yang begitu kuat hingga membuat bibirnya robek hingga mengeluarkan darah segar di sana.

"Puas lo," ucap Berta tanpa menatap Afzal.

Afzal hanya terdiam, "Maafin gua," ucap Afzal penuh sesal.

"Maaf nggak akan merubah segalanya," ucap Berta sembari mencengkram pergelangan tangan Afzal hingga kuku panjangnya menacap di sana hingga mengeluarkan darah.

"Sakiti gua sepuas lo, jika itu bisa bikin lo maafin gua," ucap Afzal yang masih bersimpuh di hadapan Berta.

Berta menatap Afzal tajam, "Gua nggak akan pernah maafin lo, sebelum gua lihat Jinan selamat."

Berta melepas cengkraman tangannya, kukunya penuh dengan darah yang keluar dari tangan Afzal. Afzal meringis ketika ia melihat pergelangan tangannya berdenyut nyeri akibat kuku Berta yang menancap. Namun, kesakitan itu tidak sebanding dengan kesalahannya yang dibuat untuk Jinan, hingga gadis itu terluka.

Para tim sar sudah dikerahkan menuju tempat kejadian. Afzal pun turut serta mencari keberadaan Jinan, bahkan lelaki itu dengan beraniya terjun ke jurang dengan dibantu oleh anggota yang lain. Seluruh kawasan jurang sudah dijelajahi, namun Jinan tak kunjung ditemukan. Sudah lebih dari satu jam lamannya tim sar dan Afzal mencari keberadaan Jinan. Afzal tak kunjung menyerah begitu saja, para tim sudah memperingatkan Afzal untuk istirahat saja, namun Afzal tetap pada pendiriannya.

"Jinan! Kamu di mana?!" sudah kesekian kalinya Afzal meneriaki nama kekasihnya itu, bahkan sampai tenggorokannya sakit akibat terlalu banyak berteriak. "Kamu di mana, sayang." Afzal bersimpuh di atas rerumputan liar sembari menangis. Tubuhnya benar-benar lelah, raganya begitu rapuh dan hatinya begitu hancur ketika gadis yang dicintai belum juga ditemukan.

"Afzal, sebaiknya kamu kembali ke tenda," ucap ketua UKM.

"Enggak, gua nggak akan kembali sebelum Jinan ada di depan mata gua," ucap Afzal matanya menghunus tajam.

"Kalo lo tetap keras keras kepala seperti ini, gua yakin Jinan nggak bakalan cepet ditemuin. Keadaan lo lemah Zal dan itu akan menghambat pencarian." Ketua UKM mencoba membukakan kesadaran Afzal mengenai kondisi tubuhnya yang sangat memprihatinkan, namun lagi-lagi Afzal tetap keras kepala.

Afzal menggelemg kuat, "Mau bagaimana pun kondisi gua, gua akan tetap melakukan pencarian ini sampai Jinan ada dipelukan gua." Afzal mengentikan ucapannya dan menatap ketua UKM dengan tajam. "Jadi gua harap lo nggak usah larang-larang gua, karena lo nggak tahu apa yang sebenarnya gua rasain!" ucap Afzal tajam tanpa bantahan.

Afzal bangkit dari simpuhnya dengan sempoyongan, inilah yang membuat ketua UKM menjadi ragu untuk mengizinkan Afzal melanjutkan pencarian, tubuh lelaki itu semakin melemah, bahkan untuk menopang tubuhnya saja tidak bisa.

"Afzal, jangan keras kepala!" ucap ketua UKM tegas.

Afzal tetap berjalan maju tanpa menghiraukan ucapan itu. Sesekali Afzal berpegangan pada pepohohonan yang ada untuk menjaga tubuhnya agar tetap berdiri.

***

Semnetara itu di keluarga Aileen, Melda meraung di pelukan Adinata, hatinya sangat sakit ketika mendengar bahwa anak putri satu-satunya jatuh ke jurang.

"Pah, anak kita pah," ucap Melda dengan isak tangis yang tidak bisa ditahan lagi.

"Sabar mah, seluruh tim sedang berusaha mencari Jinan, putri kita," ucap Adinata mencoba menenagkan Melda.

Saat ini Melda dan Adinata tengah berada di perjalanan menuju gunung Salak, namun Ervin tidak ikut serta. Saat Adinata ingin memberi kabar duka ini, ponsel Ervin mati tidak bisa dihubungi. Baru pertama kali ini Adinata dikecewakan oleh menantu kesayangannya itu. Adinata terus memberikan ucapan penenag untuk Melda agar wanita itu kuat dan kondisinya tidak menurun.

***

Ervin, lelaki itu masih dalam diamnya ketika mendapat kabar bahwa istri kecilnya masuk ke dalam jurang. Ketakutannya selama ini telah terjawab semua Ervin merasa gagal ketika tidak bisa melindungi istri kecilnya, bahkan menganggap dirinya tidak pantas disebut suami.

Ervin menatap nanar ke arah brangkar rumah sakit dengan linangan air mata, gadisnya berada di sana dengan keadaan yang mengenaskan. Ervin terus melangkahkan kakinya untuk lebih dekat dengan gadisnya agar bisa mengusap kepalanya dan mencium keningnya. Ketika Ervin sudah sampai di dekat gadisnya, Ervin tak kuasa lagi membendung air matanya, satu kecupan mendarat halus di kening gadis itu, Ervin merasakan ada sedikit pergerakan di sana. Ervin menjauhkan tubuhnya saat itu juga netra mata keduanya bertemu, dengan sekuat tenaga Ervin mencoba mencegah air matanya agar tidak terjatuh, namun nahas, air mata itu tetap luruh hingga dirinya terlihat menyedihkan di depan gadisnya.

"Minggir lo, jangan deket-deket!" 



Budayakan Vote dan mampir ke kolom komentar ya :)

kalo ada typo tolong tandain :) 

ohh iya, makasih loh udah mampir ke ceritaku, boleh dong tau dari mana aja asal kalian? kalo aku dari Bekasi, salam kenal ya :)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top